TERNATE, OT - Mahasiswa di kampus Akademi Ilmu Komputer (Aikom) Ternate, mempertanyakan alasan penundaan yudisium dan wisuda di kampus tersebut sejak tahun 2017 hingga memasuki tahun 2020.
Salah satu mahasiswa Aikom Ternate.Yuni Wulandari, saat ditemui indotimur.com Senin (23/2/2019), mengeluhkan kebijakan kampus Aikom Ternate yang tidak memberi kepastian waktu yudisium dan wisuda di kampus sejak tahun 2017 silam.
Yuni yang mengaku sebagai mahasiswa angkatan 2014 telah menyelesaikan ujian studi akhir, atau ujian skripsi sejak tahun 2017 namun hingga memasuki tahun 2020, belum ada kejelasan dari pihak kampus terkait pelaksanaan yudisium dan wisuda.
"Kami selaku mahasiswa menyesali kebijakan kampus yang menunda pelaksanaan yudisium, sehingga selama dua tahun kami ngangur di kampus, entah mau berbuat apa," kesalnya.
Dia menyebut, berdasarkam informasi yang diterima dari Ketua Program Studi (Prodi), kampus Aikom Ternate belum terakreditasi di Kemenrestedikti, padahal ada lebih dari 200-an mahasiswa angkatan 2012, 2013, 2014 dan 2015 yang siap mengikuti yudisium.
"Untuk sementara waktu, kami sudah melakukan pendaftaran yudisium dan nama kami terdaftar di Kemenrestedikti, namun kami belum mengetahui kejelasan kampus kapan pelaksanaan yudisium," ungkapnya.
Dia mengaku sangat dirugikan akibat kebijakan kampus yang belum memastikan pelaksanaan yudisium dan wisuda, "selama dua tahun kami ngangur dan saya merasa rugi mengingat dua kali momentum tes CPNS saya tidak mengikuti, gara-gara kampus menunda pelaksanaan yudisium dan wisuda," cecar Yuni.seraya mengaku tidak mengetahui status akreditasi kampus Aikom Ternate.
Sementara itu, Direktur Aikom Ternate. Rusmin Latara, mengaku, pihaknya sedang menunggu rekapan dari Prodi Teknik Komputer dan Menejmen Informatika serta biro akademik, karena dua angkatan 2017 dan 2018 sempat ada keterlambatan kadawarsa akreditasi di Kemenrestedikti.
"Alasan kadauarsa akreditasi ini disebabkan karena SDM di kampus Aikom Ternate belum terpenuhi pada saat kami mengajukan reakreditasi secara online ke Sistem Akreditasi Perguruan Tinggi Online (SAPTO). Sistem di SAPTO menolak karena sebagian dosen belum semua S2," ungkap Direktur
Menurutnya di akhir 2017 dosen-dosen semua menyelesaikan S2 kurang lebih 12 orang dosen kemudian pihak kampus kembali mengajukan reakreditasi ulang, "sementara masih proses, kurang lebih satu tahun karena ada 3.000 perguruan tinggi juga menunggu," katanya.
Rusmin mengaku telah mendapatkan surat dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BANPT), terkait peraturan BANPT bahwa Prodi dan Perguruan tinggi yang kategori masuk proses akreditasi sementara dalam tahapan evesitasi. "Jadi kampus tersebut sudah bisa melakukan yudisium dan wisuda tinggal menunggu SK dari BANPT," ujarnya
Dia menjelaskan, dengan adanya peraturan tersebut dikeluarkan oleh BANPT, pihak kampus langsung melakukan konfirmasi di Lembaga Layanan Perguruan Tinggi (L2Dikti ) wilayah 12, "setelah saya konfirmasi pihak L2Dikti mengeluarkan surat sehingga saya langsung ke BNPT meminta SK. Karena di SK tersebut menjelaskan bahwa untuk melaksanakan wisuda maka harus ada SK yang dikeluarkan oleh BANPT," tambahnya.
Namun, lanjut dia, SK BANPT baru bisa dikeluarkan setelah rapat dewan eksekutif BANPT, "untuk pelaksanaan yudisium tetap kami laksanakan dalam waktu dekat, kemudian sebelum saya melakukan yudisium kami mengirim nama-nama mahasiswa ke L2Dikti supaya verferifikasi di pangkalan data, kalau L2Dikti sudah melakukan verifikasi kemudian mereka kirim baru kami melakukan yudisium," janjinya.
Rusmin juga menyebut, laporan terakhir yang diterima dari biro akademik, ada 80 mahasiswa yang namanya terindentifikasi dan kami kirim ke L2Dikti, untuk secepatnya diverifikasi sehingga pihak kampus segera melakukan proses yudisium dalam waktu dekat. (ded)