TERNATE, OT - Sejumlah elemen mahasiswa di Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara (Malut), kembali melakukan demo penolakan draf Omnibus Law di kantor DPRD Kota Ternate, Kamis (5/3/2020) pagi tadi.
Sejumlah mahasiswa yang demo di depan gedung DPRD kota Ternate, tergabung dalam Barisan serikant Indonesia (BMI), serikat mahasiswa Indonesia (SMI), komite persilatan (KP) dan serikat buruh luar pabrik (SBLP), liga mahasiswa nasional untuk demokrasi (LMND) cabang Ternate.
Aksi yang dilakukan oleh sejumlah organisasi tersebut, untuk meminta kepada DPRD kota Ternate agar tidak menerapkan di Malut khususnya di kota Ternate.
Korlap Aksi, Isnain mengatakan, sekarang ini ada upaya pemerintah Indonesia melakukan deregulasi yang tidak terlepas dari pengaruh situasi ekonomi politik internasional yang mengalami krisis, sehingga menghasilkan persekongkolan jahat antara kekuatan politik nasional dengan lembaga imperialisme seperti IMF, WTO dan word bank Internasional.
"Ada lima program pemerintah Indonesia kedepannya, salah satu yang menjadi prioritas adalah penyederhanaan perizinan investasi melalui diregulasi aturan yang akan di terapkan," katanya.
Menurutnya, kenapa mereka menolak Omnibus Law ini, karena ekonomi Indonesia akan diambil semua oleh negara asing, maka hak-hak rakyat Indonesia baik itu nelayan, petani, buruh, mahasiswa dan dan lainnya, semua akan di ambil alih oleh negara luar.
Di tahun 2019 lalu, kata dia, saat mulai berakhirnya masa jabatan DPR, adasekitar 72 UU yang ingin direvisi dan dirancang, salah satunya RUU yang lolos adalah RUU KPK dan beberapa RUU termasuk ketenagakerjaan, pertanahan, KUHP dan beberapa lainnya.
Menurutnya, sudah tentu nyata bahwa Omnibus Law yang hangat saat ini lebih berpihak kepada investor asing dibanding rakyat Indonesia, nyatanya Omnibus Law yang rencananya diterapkan banyak elemen membuat gerakan yakni mahasiswa, masyarakat, buruh untuk menolaknya.
"Jadi kami menuntut dengan tegas oleh DPRD kota Ternate agar memberhentikan dan menolak Omnibus Law, Mendesak DPRD kota Ternate untuk mendukung pemberhentian proses segala perancangan Omnibus Law yang akan diterapkan di Indonesia, usut tuntas kasus pelecehan di Malut, tolak reklamasi di kota Ternate dan tolak kenaikan BPJS kesehatan," tegasnya.
Sementara Ketua DPRD kota Ternate, Muhajirin Bailussy mengatakan, Omnibus Law saat ini dibahas di DPRD atas pengajuan pemerintah republik Indonesia. Dalam ketentuan, keluarnya sebuah UU adadua lembaga yakni pemerintah dan DPRD memiliki kewenangan yang fatal.
"Pemerintah mengusulkan rancangan UU, selanjutnya dibahas oleh DPR, apakah disetuju atau tidak kewenangannya ada di DPRD," jelas Muhajirin.
Kata Muhajirin, Omnibus Law dalam perjalanan ini sudah di usulkan pemerintah Indonesia kepada DPR RI, dan melalui alat kelengkapan Badan Legislasi Nasional (BLN), setelah ditetapkan menjadi Program Legisiasi Nasional (Prolegnas), sehingga saat ini lagi dibahas untuk dijadikan sebagai undang-undang.
Muhajirin mengaku, Omnibus Law sendiri dari beberapa elemen gerakan di luar sana seperti buruh, masyarakat dan yang lainnya melalui kajian mereka dengan ketentuan berdasarkan perundang-undangan, banyak pasal mengalami kontroversi dengan sejumlah UU yang dikeluarkan dan menjadi dasar bagi aktivitas masyarakat.
"Dari pasal-pasal tersebut sesuai dengan pandangan umum kami, ada hal yang penting juga harus di perhatikan karena mengalami kontroversi pasal kemudian UU yang lai," kata Politisi PKB ini
Untuk itu, pihaknya berharap, dengan seluruh gerakan yang disampaikan kepada DPRD kota Ternate, maka DPRD Kota Ternate juga sampaikan sikap bahwa DPR RI sebagai representasi kepada rakyat Indonesia agar mengkaji lebih baik, dan berpihak kepada masyarakat Indonesia demi kepentingan kemaslahatan umat.(awie)






