Home / Berita / Politik

Direktur Leskompol Malut: Empat Paslon di Pilwako Ternate Miliki Peluang yang sama

28 Agustus 2020
Helmi Alhadar

TERNATE, OT- Pasangan calon (Paslon) wali kota dan wakil wali kota Ternate dapat dipastikan akan diikuti 4 (empat) Paslon.

Paslon Merlisa-Juhdi Taslim yang diusung PDIP, PAN, Berkarya dan PBB dengan jumlah 8 kursi di DPRD, Paslon Yamin Tawari-Abdullah Tahir diusung Partai Demokrat, PPP dan Perindo dengan jumlah 8 kursi, Paslon M. Hasan Bay- M. Asghar Saleh diusung Partai Golkar, Gerindra dan Hanura dengan 6 kursi dan Paslon M. Tauhid Soleman-Jasri Usman diusung oleh PKB dan NasDem dengan perolehan 7 kursi di parlemen.

Dengan adanya empat Paslon wali kota dan wakil wali kota Ternate ini diprediksi memiliki peluang yang sama untuk menang di Pilwako tahun ini.

“Jelas sudah pasangan-pasangan yang dipastikan diusung untuk bertarung di Pilwako Ternate, setelah terakhir Partai Kebangkitan Bangsa telah bersepakat bersama partai Nasional Demokrat untuk menyodorkan jagoannya,” kata Direktur Lembaga Strategi Komunikasi Dan Politik (Leskompol) Maluku Utara, Dr. Helmi Alhadar.

Kata Helmi, dengan melihat para kontestan yang muncul kepermukaan, maka diprediksi pertarungan dalam Pilwako Ternate akan berlangsung lebih "ketat". Sebab kemungkinan masing-masing calon memiliki peluang yang sama untuk menang, karena tidak ada paket yang betul-betul dominan dalam pertarungan kali ini.

Hal ini, lanjut Helmi, disebabkan masing-masing pasangan calon memiliki keunggulan dan kelemahan yang relatif lebih berimbang, begitupun dalam hal kualitas personal, termasuk faktor etnik yang juga sudah sangat relatif "tidak" terlalu mempengaruhi masyarakat dalam menentukan pilihannya, mengingat masing-masing kandidat memiliki massa pemilih yang saling beririsan satu sama lain.

“Belum lagi para elit dari masing-masing etnik memiliki kepentingan tersendiri dengan figur-figur yang ada, adapun pribadi-pribadi dari tokoh-tokoh yang terikat dengan kepentingan partainya,” tutur Helmi.

Selain itu, masyarakat yang belakangan ini sudah lebih cenderung "pragmatis" dan agak lebih rasional sehingga pertimbangan-pertimbangan subyektif sudah lebih mungkin terjadi, termasuk faktor keterikatan ideologi dengan partai-partai pengusung.

Apalagi para kandidat yang tampil tidak ada yang betul-betul mewakili kepentingan etniknya atau dilihat sebagai representasi dari golongan mereka atau ikatan-ikatan tersebut sudah agak lebih "longgar". Atau tepatnya, figur dari masing-masing kandidat tidak betul-betul dilihat sebagai simbol pemersatu dari masing-masing komunitasnya. Adapun faktor ketidakpuasan dari masyarakat bawah terhadap tokohnya yang dianggap berpasangan dengan figur yang tidak sesuai dengan harapan mereka.

Sudah begitu, calon wakil wali kota dari masing-masing calon wali kota dianggap tidak ikut mendongkrak elektabilitas dan popularitas dari calon wali kota tersebut, kecuali pasangan Yamin-Ada yang terlihat elektabilitas dan popularits dari kedua tokoh tersebut seimbang.

“Pokoknya, tumpang tindih antara kepentingan pribadi, ideologi dan sentimen etnik sudah menjadi sangat relatif sehingga keputusan-keputusan subyektif dari masyarakat akan turut mempengaruhi masyarakat untuk menentukan pilihannya,” katanya.

Alhasil, lanjut Helmi, realitas politik dapat dikatakan begitu cair sehingga elektabilitas dan popularitas masih sangat dinamis. Denngan begitu, para kandidat yang bertarung membutuhkan kecerdasan dan kreatifitas untuk mempengaruhi masyarakat supaya memilihnya dengan menawarkn program-program yang hebat dan realistis, termasuk isu Covid-19 yang membuat permasalahan masyarakat sudah bertambah kompleks.

“Kalau tidak, maka kemungkinan faktor finansial yang akan lebih banyak berperan dalam menentukan keterpilihan dari masing-masing pasangan, seiring dari popularits masing-masing paslon yang tidak menanjak alias stagnan,” pungkas Helmi.

(red)


Reporter: Fauzan Azzam

BERITA TERKAIT