Home / Opini

Fenomena Komunikasi

Haji Robert, NHM, Karyawan dan Masyarakat
18 Maret 2021

Oleh: Dr. Helmi Alhadar, S.Sos., M.Si

(Dosen Prodi Ilmu Komunikasi UMMU &  Direktur Lembaga Strategi Komunikasi dan Politik) 

Akhir-akhir ini PT. Nusa Halmahera Minerals dan Hi. Robert Niticahyo Wachjo mendapat perhatian dari Masyarakat Maluku Utara, dimana Robert yang merupakan komisaris dari perusahaan tambang tersebut gencar melakukan tindakan-tindakan sosial dengan aktif membantu kaum miskin dan membagi beasiswa untuk mahasiswa termasuk bantuan rumah ibadah untuk kaum nasrani dan muslim di seputaran daerah tambang. Yang terakhir, orang kaya itu membantu anak berpenyakit kronis di kabupaten Halmahera Selatan setelah mendapat masukan dari bupati terpilih Halmahera Selatan. Robert tidak hanya menanggung biaya pengobatan untuk anak sakit itu, tetapi mengirimkan helikopter untuk menerbangkan si sakit dari Halmahera Selatan ke Jakarta.

Perilaku dermawan dari pemilik NHM itu yang menarik perhatian dari masyarakat Malut mengingat jumlah uang yang disalurkan pak haji ini tidak sedikit jumlahnya, apalagi bukan hanya atas nama perusahaan tetapi juga atas nama pribadinya. Tidak hanya itu, haji kaya ini juga menjadi imam saat salat di masjid Kao hingga sempat memberi nasihat kepada beberapa jemaah di masjid tentang islam. Karena itu ada yang mewacanakan di media sosial kalau sang komisaris itu patut diusung sebagai gubernur di 2024 nanti, di lain pihak ada yang merespon “sinis”.

Robert langsung merespon kalau dirinya sama sekali tidak memikirkan itu dan hanya ingin membantu masyarakat dengan ikhlas mengingat apa yang telah didapat oleh dirinya dan perusahaan di tambang sudah sangat besar sehingga dirinya merasa patut memberikan bantuan tersebut dengan mengurai pemberian perusahaannya untuk daerah dan untuk negara yang sebesar tujuh triliun. Haji Robert mungkin sangat percaya bahwa pada prinsipnya, semakin mirip latar belakang sosial budaya akan semakin efektif komunikasi. 

Adapun prinsip komunikasi yang lain bahwa setiap perilaku adalah potensi komunikasi. Dalam konteks ini, bahwa perilaku haji Robert ditafsirkan sebagai sang komisaris bermaksud menarik perhatian (“manuver”) dari masyarakat Maluku Utara. Sengaja atau tidak perilaku kita ditafsirkan orang lain. Ya, kita tidak dapat mengontrol penafsiran orang lain atas perilaku kita. Penulis lebih melihat kalau haji ini tidak bermaksud mengkampanyekan dirinya untuk kepentingan politik pribadi, tapi perilakunya tersebut lebih sebagai fenomena humas yang ditampilkannya untuk kepentingan perusahaannya (NHM).

Penulis beranggapan logis kalau pemilik NHM ini hanya menyeimbangkan apa yang didapat dengan apa yang harus dilakukan untuk mendapat keterimaan dari masyarakat. Robert lebih identik dengan NHM itu sendiri.

Tiba-tiba masyarakat Maluku Utara jadi tersentak dengan ulah dua karyawan magang di PT. NHM. Bagaimana tidak, perilaku Prilly dan Dandy lewat video yang tersebar di media sosial yang dengan lancang mengatakan bahwa lamaran dari masyarakat ke PT. Nusa Halmahera Minerals telah dibuang oleh mereka dengan nada konyol.

Sontak pernyataan tersebut menimbulkan reaksi kecewa dari masyarakat terhadap NHM yang dianggap tidak berempati pada pelamar kerja terutama dari Maluku Utara. Padahal sebelumnya pihak NHM menjanjikan akan menerima karyawan lokal (asal Malut) sebanyak 60 persen dari lowongan yang ada. Pihak perusahaan pun kelabakan dan bereaksi menonaktifkan dua karyawan magang tersebut. Prilly dan Dandy buru-buru meminta maaf dengan alasan bahwa video tersebut tidak lebih dari sekedar candaan karena memang mereka di kantor sering bercanda di saat-saat santai.

Komunikasi melibatkan prediksi peserta komunikasi. Artinya apa yang kita katakan tentu seharusnya konek dengan reaksi yang kita harapkan. Apalagi menggunakan media sosial yang pesannya diterima secara serempak. Ternyata dalam konteks ini bahwa perilaku Dandy dan Prilly dimaknai masyarakat tidak hanya merupakan sikap yang ngaur tapi juga congkak dan kasar, sehingga reaksi publik pun begitu ramai dengan kekecewaan dan rasa gemas. Di sini terlihat bahwa kedua anak muda ini tidak pernah memprediksi sebelumnya kalau keisengan mereka begitu berdampak buruk, tidak hanya kepada mereka tetapi juga buat perusahaan tempat mereka magang dan sang dermawan haji Robert khususnya. 

Kedua orang ini memang langsung mengungkapkan permintaan maaf lewat video dengan nada menyesal, dan penulis percaya kalau mereka memang tidak sengaja dan merasa bersalah atas ulahnya yang sembrono itu. Tapi apakah permintaan maaf itu sekonyong-konyong akan melenyapkan kekecewaan masyarakat dan pemilik NHM terhadap mereka? Tentu saja tidak, mengingat komunikasi bersifat irreversible. Artinya apa yang telah dinyatakan tidak akan dapat ditarik kembali atau peribahasa mengatakan piring yang sudah retak tidak dapat disambung kembali. Ya, masyarakat dan haji bule yang dikenal dermawan itu mungkin akan memaafkan tetapi tentu tidak akan dapat melupakan kecerobohan itu.

Robert memang pantas kecewa mengingat dirinya dan pihak manageman NHM sejak satu tahun terakhir berusaha membangun komunikasi dengan masyarakat di seputar tambang yang lebih egaliter dan humanis. Dalam komunikasi, semakin mirip latar belakang sosial budaya akan semakin efektif komunikasi.

Kasus serupa ini sesungguhnya pernah juga terjadi, dimana salah seorang manager di perusahaan tersebut dengan lantang melontarkan pernyataan di media yang menyudutkan salah seorang calon bupati pada pilkada serentak beberapa waktu lalu. Dan tanpa ampun perusahaan tersebut langsung menindak sang manager dengan menonaktifkan sang karyawan tersebut dari posisinya. Komunikasi berlangsung dalam berbagai tingkat kesengajaan.

Dalam hal ini, statemen dari manager tersebut bisa dianggap mewakili perusahaannya sehingga berpotensi membuat hubungan perusahaan dengan calon bupati tersebut terganggu, apalagi belakangan ini kita bisa liat tingkat hubungan antara haji Robert dengan bupati terpilih itu dalam kerja sama membantu anak sakit di Halmahera Selatan belum lama ini. 

Di sini juga terlihat kalau komunikasi berlangsung dalam konteks ruang dan waktu. Dimana komunikasi lebih dilihat kepada siapa yang mengatakannya, bagaimana dia mengucapkannya  dan dimana dia berada. Selain itu juga, komunikasi memiliki dimensi isi dan dimensi hubungan. Artinya bahwa terkadang isi komunikasi tidak terlalu menjadi penting atau menjadi perhatian kalau hubungan kita dengan orang itu sangat dekat (akrab) saat kita melontarkan kritikan terhadapnya atau bercanda yang agak “berlebihan”, tetapi sebaliknya akan sangat kontra reaksinya saat hubungan kita kurang akrab atau hubungan yang sangat dingin.

Dalam hal ini kita bisa melihat bagaimana usaha dari haji Robert untuk mengangkat citra perusahaan yang sebelumnya dianggap tidak terlalu bersahabat dengan masyarakat di sekitarnya menjadi tercoreng dengan ulah karyawannya. Namun terlepas dari itu semua, orang dapat beranggapan bahwa kejadian-kejadian tersebut di atas dapat diasumsikan bahwa PT. NHM belum memiliki atau belum berjalan efektif atas sistem komunikasi di dalam perusahaan tersebut. 

Ternyata polemik tidak berakhir sampai di situ, namun menjadi melebar saat kritik dari KNPI terhadap pihak PT. Nusa Halmahera Minerals diduga direspon oleh pemilik NHM ini dengan rekaman suara yang menyerang pihak KNPI dengan kata-kata yang mungkin berlebihan. Sikap KNPI pun direspon oleh GP Ansor dan PD PM yang membela H Robert dan menilai KNPI Malut terlalu baper dan berlebihan.

Dari pihak-pihak yang berkonflik di atas kita dapat melihat bagaimana masing-masing pihak dengan persepsinya dalam melihat masalah. Kembali melihat komunikasi memiliki dimensi isi dan dimensi hubungan, dimana kita dapat menggambar relasi-relasi dan persepsi diantara mereka yang berkonflik. Artinya bahwa terkadang isi komunikasi tidak terlalu menjadi penting atau menjadi perhatian kalau hubungan kita dengan orang itu sangat dekat (akrab) saat kita melontarkan kritikan terhadapnya atau bercanda yang agak “berlebihan”, tetapi sebaliknya akan sangat kontra reaksinya saat hubungan kita kurang akrab atau hubungan yang sangat dingin.

Persepsi adalah inti dari komunikasi, jika persepsi kita positif kita akan bereaksi positif terhadap orang lain, dan sebaliknya kalau persepsi kita negatif atau kita berprasangka. Persepsi bersifat subyektif. Tapi bagaimanapun, komunikasi memang bukan panasea (obat mujarab). Sebab komunikasi memiliki dua mata pedang yang sama-sama tajam. Di satu sisi, karena komunikasi kita dapat menciptakan perdamaian dengan komunikasi yang efektif, tapi di pihak lain komunikasi bisa menjadi penyebab timbulnya konflik. Semoga kita semua belajar dari kejadian ini.(red)

BERITA TERKAIT