Home / Nusantara

Keluarga Nilai Meninggalnya Casis Bintara Polri di SPN Polda Malut Ada Kejanggalan

09 Desember 2020
Hj Achnet Kesnawati Muksin saat menunjukan bukti foto-foto korban (foto_randi)

TERNATE,  OT – Keluarga Calon Siswa (Casis) Bintara Polri Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Maluku Utara (Malut) yang meninggal pada 29 November 2020 lalu di RSUD Chasan Boesorie Ternate, dinilai ada kejanggalan. 

Ibu almarhum Casis Bintara Polri Polda Malut, Hj Achnet Kesnawati Muksin pada wartawan mengatakan, pihak keluarga menilai terdapat banyak kejanggalan karena dugaan terjadi kekerasan.

“Tapi kenapa Polda lapor ke Mabes Polri kalau salah satu siswa diktut BA Polri di SPN Polda Malut meninggal dunia disebabkan epilepsy, padahal keluarga menilai almarhum meninggal ada kekerasan,” kata Hj. Achnet dihadapan wartawan saat konferensi conference, Selasa (8/12/2020) malam tadi.

Hj Achnet mengaku, berdasarkan bukti otentik yang sudah dikantongi keluarga, almarhum banyak ditemukan bekas luka mulai dari luka di jari tangan, jari kaki, luka di lutut, luka di telapak kaki, luka di kening, luka di dagu hingga ditemuka memar biru di bagian perut kiri dan kanan serta luka di bagian belakang perut almarhum. 

Untuk itu, keluarga meminta Polda agar membersihakan isu yang sudah disampaiakan ke Mabes Polri.

Selain itu, sebagai orangtua lanjut Hj Achnet, sanggat menyesalkan tindakan yang sudah dilakukan oleh Polda Malut karena informasi yang disampaikan ke Mabes Polri almarhum dimakamkan dengan protokol Covid-19, padahal saat pemakaman tidak ada namanya pemakaman dengan cara protokol Covid-19.

“Tentu inikan sudah ada pembohonggan. Kalau memang almarhum memiliki penyakit kenapa bisa lolos seleksi dan almarhum mengikuti tes seleksi tidak sepeserpun keluarga bayar, lalu kenapa Polda melaporkan ke Mabes Polri kalau almarhum meninggal karena penyakit, ini sudah jelas mencemarkan nama baik keluarga,” tegasnya. 

Lanjutnya, harusnya Polda  koordinasi dengan keluarga namun sampai sekarang tidak ada koordinasi setelah almarhum di bawa ke Ternate dengan kondisi koma, hingga meninggal dunia.

“Polda tidak ada koordinasi, tapi membuat rekayasa meninggalnya almarhum akibat penyakit,” kesalnya.

Dengan demikian, dia mendesak, Kapolda dan Kepala SPN Sofifi harus bertanggung jawab atas kematian anaknya, karena keluarga menilai almarhum meninggal ada dugaan kekerasan.

“Kami menilai almarhum meninggal tidak wajar, jadi keluarga mendesak kepada Kapolda agar segera mengusut oknum yang terlibat hingga kasus ini tuntas,” desaknya.

Ia mengaku, saat ini keluarga belum membuat laporan karena meminta Polda segera usut lebih dulu, sebab mereka tidak menyalahkan institusi namun menyalahkan oknum anggota yang terlibat dalam masalah ini, hingga menyebabkan alamarhum meninggal. 

Terpisah, Kabid Humas Polda Maluku Utara, AKBP Adip Rojikan ketika dikonfirmasi wartawan mengaku, jika keluarga almarhum membuat Laporan Polisi (LP) maka akan dilakukan proses penyeledikan secara maksimal, agar ada titik terang dalam masalah tersebut.

“Tapi meskipun keluarga belum ada laporan polisi, namun untuk penyelidikan internal sudah dilakukan dengan dasar laporan dari internal. Namun untuk proses pidana itu harus ada laporan yang dilaporkan oleh keluarga almarhum,” jelasnya.

"Jadi kalau pihak keluarga almarhum menuntut seperti itu maka kami tidak akan menghalanggi-halanggi," kata Adip ketika dihubunggi indotimur.com.

Adip juga mengaku, jika ada laporan Polda akan memberikan proses yang maksimal untuk dilakukan penyeledikan kasus ini, karena proses itu diawali dengan laporan polisi, sehingga bisa diketahui ada kejanggalan atau tidak.

"Kami sudah melakukan pemeriksaan internal dan tidak ditemukan pelanggaran atas kasus ini," pungkasnya.

(ian)


Reporter: Ryan

BERITA TERKAIT