TERNATE, OT- Guru Besar Epidemiologi Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) Prof. Ridwan Amiruddin, memprediksi 574 orang di provinsi Maluku Utara (Malut) akan terpapar Crona Virus (Covid-19) di bulan Juni 2020.
Hal ini disampaikan oleh Prof. Ridwan Amiruddin pada saat memaparkan model Pandemi Covid-19 di Provinsi Malut melalui vodeo conference, Senin (13/4/2020) sore tadi, yang dimediasi oleh Pengda Persakmi Malut dan LSM Rorano Malut.
Prof. Ridwan menjelaskan, model Pandemi Covid-19 di Provinsi Malut ini dengan menggunakan model analisa CHIME (Covid19 Hospital Impact Model For Epidemics) yang dikembangkan oleh Penn Medicine University Of Pennsylvania AS.
Prof. Ridwan memetakan posisi pandemi Covid-19 di Malut dan memperkirakan puncak pandemi akan terjadi, saat ini kasus di Malut baru pada tahap awal eksponensial.
Indikator yang digunakan adalah jumlah populasi Malut 1.000.000 orang, Hospital Market Share sebesar 15 persen, Jumlah pasien positif 2, waktu dobel time 4 hari (artinya setiap 4 hari akan ada pertambahan kasus baru dengan kelipatan dua kali) serta severity parameter.
“Maka puncak pandemi di Malut akan terjadi pada tanggal 17 Juni dengan jumlah kasus 574 orang, karena itu butuh ICU sebanyak 220 dan Ventilator sebanyak 162 buah,” ujar Prof Ridwan.
Selain itu, wajib hukumnya APD bagi seluruh petugas di RS dan PKM. Sebagai persiapan awal menuju puncak pandemic, maka Prof Ridwan menyarankan, agar RS menyiapkan 83 - 100 bed, ICU sebanyak 24 dan 16 ventilator untuk kasus baru.
Menurut Ketua Umum Persakmi Pusat ini, saat ini diproyeksikan telah terjadi infeksi di masyarakat sekitar ratusan kasus. Hal ini didasarkan pada jumlah pasien yang telah positif dan dirawat sebanyak 2 orang.
“Angka penggunaan RS sebanyak 2 pasien dengan populasi 1 juta orang. Dengan waktu penggandaan kasus 4 hari, maka diperoleh waktu reproduksi sebesar 3,65 dan angka pertumbuhan kasus sebesar 18, 92persen,” jelasnya.
Masalahnya, lanjut prof Ridwan, jumlah kasus yang dihitung ini belum seluruhnya terdeteksi karena kita masih dalam proses menunggu laporan kasus. “Bukan secara aktif dan masif melakukan tracking, rapid test ataupun PCR dengan sasaran populasi rentan, jumlah terinfeksi maupun kelompok yang sembuh,” katanya.(ian)