TERNATE, OT- Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara (Malut), merilis dampak Corona Virus (Covid-19) terhadap ekonomi Malut.
Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi Malut Gatot Manan menyampaikan, indicator ekonomi menunjukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Malt sebesar 21,1,juta per tahun (per kapita) atau kedua terendah di atas provinsi Maluku Rp 18.5 juta.
Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 8,25 % (mencapai Rp 7,7) triliun di atas angka nasional 6,8 %. Deosito tumbuh 2,01 % mencerminkan penempatan sector swasta mengalami kenaikan. Selanjutnya, beberapa DPK bank BUMN meningkat menjadi sekitar Rp 1,3 triliun dan Rp 2,6 triliun.
“Kenaikan ini antara lain, didorong program QRIS dan Covid-19 mendorong preferensi masyarakat menggunakan pembayaran non tunai dan berimplikasi uang tunai bertahan di rekening tabungan,” ujarnya.
Sedangkan likuiditas rupiah tidak ada kekehawatiran penarikan dana bank, karena posisi DPK dinilai aman.
Selanjutnya masalah Kredit. Kredit tum buh 10.87% (menjadi Rp 9,28 trilun) di atas angka nasional 6,8%. Penyaluran kredit didominasi sector perdagangan. Tingginya penyaluran kredit terlihat dari Loan To Deposit Ratio (LDR) yang tinggi 119%.
“Rasio kredit terhadap PDRB Malt tercatat 34,7%, cukup baik di urutan lima teratas di Sulampapua, di atas urutan 6 Sultra dengan rasio 27%,” ujar Kepala Perwakilan BI Malut.
Lanjutnya, di perkasan, posisi ketersediaan uang tunai di BI dan Perbankan cukup aman. Posisi kas di kantor Perwakilan BI Malut per 20 Maret 2020 sebesar 901 miliar, relative tinggi untuk memenuhi kebutuhan kartal di Malut.
“Uang keluar sampai 20 Maret 2020 sebesar Rp 253 miliar meningkat 46,8%, terutama ppenarikan bank dalam rangka program non tunai pemerintah. Sementara uang masuk tercatat Rp 660 miliar meningkat 3,2%, merupakan arus balik nataru,” jelasnya.
Terkait pasokan, lanjut Gatot, Malut mmempnya ketergantungan tinggi pasokan komoditas dari luar daerah untuk telur, cabe, bawang merah dan sayur-mayur, produksi local hanya 10%, sisanya 90% dipenuhi dari luar daerah terutama Manado, Surabaya dan Makassar.
“Bawang putih 100 % dari luar provinsi, sementara beras sebanyak 70% dipenuhi dari luar provinsim” ujarnya.
Secara ummum kebutuhan 9 bahan pokok mencukupi, yaitu bawang putih (2 bulan), daging ayam ras, daging sapid an bawang putih (4-6 bulan) serta jagung (10 bulan). Sedangkan kebutuhan mendesak adalah gula pasir dan telur ayam (stok habis) dan cabe kriting dan cabe rawit (stok seminggu kedepan).
Untuk itu, Kata Gatot, jika scenario lock down lebih membatasi lalu lintas manusia. Sementara arus logistic, alat medis, tenaga medis, dan kebutuhan pokok lainnya tetap berjalan seperti biasa.
“Hambatan suplai mengerek inflasi mendekati Ramadhan sema pihak (pedagang dan konsumen) diminta tidak melakukan penimbunan barang. Untuk itu monitoring pergudangan dapat rutin dilakukan,” ucapnya.
Dibidang pertambangan, Covid-19 berdapmpak segnifikan pada pertambangan karena ketergantungan pada TKA. Sembangunan smelter mengalami penundaan. Ekspor feronikel diperkirakan turun. Kegiatan pariwisata mengalami koreksi terkait Sail Tidore dan pebangunan infrastruktur KEK Morotai. Maka PDRB malut diperkirakan turun dari 6.6% kearah 5%.
Kesimpulannya, kata Gatoto, dampak Covid-19 menurunkan kegiatan ekonomi Maluku Utara, yakni pertumbuhan ekonomi diperkirakan mengalami koreksi dari 6,5% mendekati 5%.
Sementara likuiditas rupiah terjaga tidak terdapat penarikan dan nasabah. Kebutuhan tunai mencukup untuk 9 bulan kedepan, dan DPK bank meningkat dengan preferensi masyarakat pembayaran non tunai meningkat, serta kredit tumbuh lebih tinggi dan rasio kredit lebih tinggi dengan provinsi lain.
Selain itu, KUR di atas target, namun sangat terbuka untuk peningkatan kedepan dan kebutuhan yang mendesak adalah gula pasir dan telur ayam. Pasokan lain relative aman.
“Arus logistic atau barang sebaiknya dikecualikan dari scenario lock down,” pungkasnaya.(red)