Home / Ekonomi / Bisnis

Potensi Cengkeh dan Pala Jadi Isu Strategis di Maluku Utara

31 Mei 2023
Panen rempah (Foto instimewa)

TERNATE, OT - Potensi sektor pertanian Maluku Utara masih perlu digali dan dikembangkan. Ini dilihat melalui prospek pengembangan komoditas pala dan cengkeh sebagai isu strategis regional. 

Sejarah mencatat bahwa secara historis, Maluku Utara dikenal sebagai penghasil rempah-rempah terbesar di Indonesia hingga mampu menarik minat bangsa penjajah. 

Tercatat bahwa Pada tahun 2022, total luas areal perkebunan cengkeh dan pala masing-masing sebesar 70.534 hektar dan 26.502 hektar. Namun, jika dibandingkan dengan tahun 2020, produksi cengkeh mengalami tren penurunan dua tahun terakhir. Penurunan cengkeh ini diindikasikan terjadi karena pola budidaya yang kurang baik serta banyaknya tanaman cengkeh yang telah berusia tua hingga mempengaruhi produksi.

Kepala Kanwil DJPb Provinsi Maluku Utara, Tunas Agung Jiwa Brata mengatakan, meskipun di perjalanannya terdapat tantangan yang dihadapi, baik terkait dengan alih fungsi lahan perkebunan ke pertambangan, jumlah petani yang beralih profesi, hingga belum adanya road map jalur rempah beserta komoditas turunannya.

Meski begitu, sambung Agung, untuk memaksimalkan potensi kedua komoditas tersebut, pemerintah telah memberikan dukungan melalui alokasi fiskal pada tahun 2022 sebesar Rp 4,48 Miliar dari Kementerian Pertanian dan Rp 20,39 Miliar untuk Pemerintah Daerah Regional Maluku Utara. 

"Dukungan ini perlu terus diberikan khususnya dalam mengangkat potensi investasi yang ada, baik berupa industri obat herbal berbasis rempah, produk turunan, hingga paket pariwisata jalur rempah, pemerintah," kata Agung, Rabu (31/5/2023). 

Dikatakan, optimalisasi potensi pada sektor pertanian tentunya juga akan berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kemandirian fiskal daerah. Dimana pada UU No 1 Tahun 2022, telah diamanatkan kemandirian fiskal daerah. 'Guna mengukur kinerja penerimaan pajak daerah, digunakan Local Tax Ratio (LTR) sebagai rasio PAD terhadap PDRB," ucapnya. 

Agung menyebutkan, bahwa di Maluku Utara, local tax ratio menunjukkan tren penurunan selama 6 tahun terakhir dengan perluasan basis pajak daerah di Maluku Utara dinilai prospektif. Meskipun jika dilihat dari tren realisasi Pajak Daerah Retribusi Daerah (PDRB), tren realisasi PDRD konsolidasi regional Malut meningkat. Hingga April 2023, PDRD baru terealisasi 4,67 persen dari target sebesar Rp 78,45 Miliar. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) belum mengimbangi peningkatan PDRB yang drastis. 

"Oleh karena itu, perlu terus dilakukan upaya dalam peningkatan PAD, baik itu melalui identifikasi sumber pajak potensial, intensifikasi dan ekstensifikasi pajak, hingga optimalisasi retribusi daerah terutama pada pariwisata," pungkasnya.

 (fight)


Reporter: Gibran
Editor: Redaksi

BERITA TERKAIT