TERNATE, OT - Pemilihan Umum (Pemilu) serentak tahun 2024, untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, anggota DPR RI, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten dan kota, telah dilaksanakan pada Rabu (14/2/2024) kemarin.
Antusias masyarakat untuk menyalurkan hak politiknya juga sangat tinggi. Para pemilih berduyun-duyun datang ke TPS untuk memberikan hak politiknya, dan Pemilu berjalan lancar sukses.
Meski demikian, ada sejumlah dinamika dalam tahapan pungut hitung pada sejumlah wilayah, termasuk di Maluku Utara.
Ketua Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Maluku Utara, Jainul Yusup dalam keterangan tertulisnya menyampaikan, berdasarkan temuan relawan JPPR Malut yang disebar pada sejumlah daerah di Maluku Utara, masih terdapat berbagai masalah pada tahapan pungut hitung pada tanggal 14 Februari kemarin.
Dia mengkalim, relawan JPPR Maluku Utara disebar di Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Tengah, Halmahera Selatan, dan Kabupaten Kepulauan Sula.
Menurutnya, para relawan JPPR Malut melaporkan sejumlah masalah, misalnya laporan tim pemantau JPPR di Halmahera Tengah, ada banyak karyawan perusahaan IWIP, terutama di desa Lelilef yang melaporkan membludaknya pemilih dari karyawan.
Selain itu, ada ratusan orang datang ke TPS, ingin mencoblos tapi tidak bisa karena KTP yang bersamgkutan dari luar Maluku Utara,
"Dalam posisi ini kita tidak bisa salahkan siapa-siapa, biar bagaimanapun, sebagai warga negara yang baik, mereka (tenaga kerja) ini juga punya hak untuk memilih, tapi kita diikat dengan aturan, yaitu kalau mereka ber KTP luar Maluku Utara atau luar Halmahera Tengah, maka mereka harus mengurus pindah memilih di daerah asal, satu bulan sebelum pemilihan, tapi mereka juga sibuk kerja dan tidak punya waktu, di sisi lain, penyelenggara juga harus melakukan sosialisasi dan informasi berulang ulang kepada tenaga kerja ini, sehingga ada kesempatan bisa urus pindah memilih, untuk bisa mencoblos, hal ini juga JPPR Maluku Utara sudah mengingatkan penyelenggara sudah jauh jauh hari agar memperhatikan pemilih di perusahaan IWIP karena mereka tidak mendirikan TPS khusus di IWIP" beber Jainul.
Alumni Unkhair ini menambahkan, hal lain yang dinilai tidak sesuai adalah jam/waktu buka TPS. "Ada TPS yang baru buka pada jam 8 lewat, padahal di aturan jam 7.00 WIT itu sudah mulai, 06.30 itu sudah harus ada di TPS, belum lagi daftar pemilih tetap (DPT) dan daftar pemilih tambahan (DPTb) ini juga banyak TPS yang tidak menempelkan di luar TPS, surat suara rusak, ada yang sempat diganti, sebelum pencoblosan, tapi ada juga tidak diganti dan di masukkan ke dalam kotak suara, begitu juga perdebatan pemilih yang menggunakan KTP el, ada bisa dan tidak bisa mencoblos, belum lagi saat perhitungan surat suara yang sobek, ada saksi, pengawas TPS yang mengatakan sah ada yang mengatakan tidak sah," terang Jainul.
""Hal ini kami temukan di banyak TPS di kelurahan Sangaji dan Dufa-Dufa, kecamatan kota Ternate Utara, belum lagi sampai hari ini, masih kami temukan alat peraga kampanye (baliho) di Ternate Utara yang belum diturunkan" sambungnya.
Seharusnya ada satu pemahaman pihak penyelenggara di tingkat bawah, dalam hal ini KPPS dan PTPS, bimbingan teknis (bimtek) oleh KPU dan Bawaslu ini harus tuntas.
"Menyamakan persepsi itu penting di penyelenggara paling bawah, dalam hal ini KPPS dan PTPS, sehingga hari H itu kelar, tidak ada masalah, di hari H pun kami tidak menemukan penyelenggara di tingkat kota dan kecamatan turun monitoring, padahal penting itu, begitu ada masalah langsung di tuntas, atau mereka monitoring di daerah terjauh, kami tidak tahu, kita berharap, semoga, pemilu dan pilkada di tahun tahun mendatang akan lebih baik lagi, aamiin" tutup Jainul.
(fight)