Home / Opini

PRO KONTRA BDR

04 November 2020

PENULIS: Ima Sartika (Mahasiswi Prodi PIAUD STAINU Temanggung)

BELAJAR Dari Rumah yang saat ini sedang dilaksanakan disetiap sekolah ternyata sangat memberatkan wali murid. Kok bisa?. Yuk, kita cari tahu...! 

Seperti yang kita ketahui bahwa di pandemi ini menyebabkan kegiatan tatap muka di sekolah tidak diperbolehkan karena berpotensi memunculkan klaster baru. Jadi kegiatan belajar mengajar dilakukan secara virtual dan kita bisa menggunakan beberapa aplikasi untuk pembelajaran daring tersebut. Bagaimana menurut anda?. 

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerbitkan Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2020 tentang pedoman Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19. Sedangkan tujuan BDR adalah memastikan pemenuhan hak peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan selama darurat Covid-19, melindungi warga satuan pendidikan dari dampak buruk Covid-19, mencegah penyebaran dan penularan Covid-19 di satuan pendidikan dan memastikan pemenuhan dukungan psikososial pendidik, peserta didik dan orangtua.

Lalu apakah semua wali murid setuju dengan BDR itu?. Sampai saat ini BDR masih dalam pro dan kontra. Mengapa bisa demikian...? karena di daerah pedesaan banyak yang tidak setuju dengan BDR. Kenyataannya BDR itu dianggap hanya membebani orang tua karena orang tua harus mengajari anaknya dengan kata lain orang tua menjadi pengganti guru disekolah. Bagi orang tua yang mengenyam pendidikan dan mampu untuk melakukannya mungkin tidak masalah, tapi bagaimana bagi orang tua yang tidak mengenyam pendidikan dan bahkan buta huruf?. 

Orangtua, Anak dan BDR 

Banyak orang tua yang mengeluh dengan BDR terutama bagi orang tua yang anaknya usia PAUD, Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah. Di usia itu anak belum bisa untuk belajar sendiri, masih memerlukan pendampingan. Memang ketika anak belajar kita sebagai orang tua harus mendampingi tapi di usia-usia ini anak memerlukan pendampingan yang ekstra, karena kadang anak tidak tahu maksud dari suatu kalimat atau apa yang diperintahkan. Hal ini bisa juga disebabkan karena bahasa yang digunakan berbeda dari bahasa sehari-harinya, biasanya pakai bahasa Jawa ini kok bahasa Indonesia.

Setahu saya BDR hanya terpacu pada tugas yang diberikan guru, Siswa hanya disuruh untuk membaca materi kemudian dilanjutkan dengan pengerjaan tugas. Mungkin ini tepat untuk mahasiswa, tapi apakah tepat untuk siswa SD atau MI?. Kadang kita menjelaskan saja belum tentu paham itu kok cuma membaca tanpa adanya penjelasan.

Percaya atau tidak, ternyata kadang ada anak yang sama sekali tidak mengerjakan tugas yang telah diberikan gurunya karena tugas dikerjakan oleh orang tuanya baik itu ayah atau ibunya. Orang tua beranggapan kalau anak tidak mau mengerjakan tugas maka anaknya tidak akan mendapat nilai, sedangkan si anak sendiri ketika disuruh mengerjakan ogah-ogahan. Ya, mau nggak mau akhirnya yang mengerjakan orang tuanya. Kalau sudah seperti ini kira-kira tepatkah BDR?.

Pandemi ini menyebabkan waktu anak banyak berada di rumah, tapi yang terjadi di rumah anak-anak hanyalah bermain, ketika pihak sekolah telah memberikan tugas anak tidak langsung mengerjakan tugasnya, biarpun ada juga anak yang langsung mengerjakan tugasnya. Namun sejauh yang saya tahu mayoritas anak kurang memperhatikan tugas yang diberikan dari sekolah. Biasanya tugas diberikan setiap hari namun dalam kenyataannya pengerjaan tugas biasanya dikerjakan borongan ketika tugas akan dikumpulkan barulah anak mengerjakannya. Hal ini juga yang membuat anak ogah untuk mengerjakan karena merasa keberatan, sehingga orang tua mau tidak mau mengerjakannya agar anak mendapat nilai. 

Dengan kata lain BDR menyebabkan anak terlalu banyak bermain dan belajar dikesampingkan. Anak terlalu sibuk bermain sehingga tidak mengutamakan tugas yang diberikan guru, dan pada akhirnya orang tua yang mengerjakan tugasnya. Orang tua juga tidak berfikir tentang proses pengerjaan tugasnya karena mereka hanya mementingkan nilai yang diberikan guru tanpa berfikir apakah anak saya memahami apa yang ada dalam tugas ini?.  

Bagaimana selanjutnya,  jika anak tak memahami apa yang sedang dibahas atau dipelajari namun BDR masih terus berlanjut?. Apakah akan ada pemahaman dari anak selanjutnya? bagaimana dengan visi misi setiap lembaga, apakah bisa tercapai?.

Ada juga yang keluarganya tidak punya gadget, jaman sekarang nggak punya gadget?. Rasanya memang aneh tapi itu memang benar-benar ada. Demi untuk mengetahui tugas anaknya orang tua rela berjalan kaki setiap hari kesekolah karena tempat tinggalnya pun jauh dari teman-temannya, mau minta tolong ke tetangga yang punya gadget juga nggak enak, alasannya takut menyusahkan. Memang, itu bisa sebagai bukti dukungan orang tua terhadap anaknya. Lalu apa yang perlu dilakukan untuk kasus seperti ini?. 

 Gadget punya tapi tidak bisa membaca, kasus inipun ditemukan di lingkungan tempat tinggal saya. Orang tuanya bingung bagaimana caranya untuk mengajari anaknya mengenai tugas sekolah yang biasanya dikirim lewat WA grup. Satu-satunya cara yang dilakukan si orang tua selalu meminta bantuan tetangganya yang kebetulan anak tetangganya itu sekelas dengan anaknya. Masalahnya lagi anaknya itu memiliki keterbatasan dalam berpikir sehingga sulit untuk mengajarinya, padahal dengan keterbatasannya itu diperlukan pendampingan ekstra dalam kegiatan belajar mengajar. Namun bisa jadi itu semua tidak akan terwujud karena tidak ada monitoring dan dukungan dari orang terdekatnya.

Karena beranggapan bahwa di lingkungannya aman-aman saja banyak juga orang tua yang mengusulkan untuk melakukan tatap muka disekolah. Ada juga yang mengusulkannya karena mereka kewalahan untuk membantu anaknya belajar. Alasan lain karena orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaan jadi tidak bisa untuk membantu anaknya belajar. Setiap orang memang punya opini dan pendapat sendiri, jadi semuanya kembali pada opini dan pendapat anda lagi untuk menanggapi mengenai BDR ini. Kira-kira menurut anda bagaimana, silahkan tentukan sendiri! 

Pengaruh Gadget

Gadget memang alat yang digunakan dalam BDR namun gadget saja tidak akan bisa tanpa adanya paketan internet. Banyak orang tua yang mengeluhkan semenjak pandemi ini mereka banyak mengeluarkan uang untuk membeli paketan internet agar anaknya dapat mengikuti kegiatan BDR. Perlu diketahui anak juga ada yang menggunakan kesempatan ini untuk dapat lebih banyak bermain. Mereka menggunakan kesempatan ini untuk bisa bermain game online seperti Free Fire, ML ataupun PUBG. Ada beberapa anak yang suka berkumpul dengan temannya alasannya adalah untuk belajar tapi dalam kenyataannya mereka hanya mobar game online. Kalau untuk bermain game online anak bisa sampai berjam-jam sehingga anak lupa tugas atau kewajibannya. 

Sebenarnya orang tua mempunyai alasan yang baik ketika membelikan gadget untuk anaknya. Mereka berharap agar anaknya dapat mengikuti kegiatan BDR dengan baik karena telah mempunyai gadget sendiri tanpa harus mengganggu mereka. Namun justru hal inilah yang membuat anak terlalu bebas dengan gadget yang dimilikinya. 

Anak jadi asyik dengan gadgetnya, terbukti banyak anak-anak yang mengenal aplikasi seperti tik tok. Disetiap kesempatan mereka selalu bermain tik tok, apalagi saat-saat seperti ini mereka lebih banyak memiliki kesempatan untuk melakukannya. Terlebih bagi anak yang setiap harinya ditinggal orang tuanya bekerja, hari hari mereka hanyalah bermain gadget karena tidak ada yang mengawasi.  

Yang lebih ditakutkan adalah ketika anak membuka konten-konten yang berbahaya seperti konten pornografi. Karena tidak adanya pengawasan dari orang tua mereka lebih bebas melakukan apa saja dengan gadegtnya sedangkan yang orang tua tahu anaknya menggunakan gadget mereka untuk belajar. Harusnya orang tua juga perlu mengawasi anak-anak mereka agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sebagai orang tua janganlah terlalu membebaskan anak dalam penggunaaan gadget, orang tua harus tahu kapan waktu yang tepat untuk anak bermain gadget. Misal kita memperbolehkan anak kita bermain gadget asalkan mainnya dirumah agar orang tua dapat mengawasi dan perlu diperhatikan waktu juga harus ditentukan jangan sampai anak terlalu lama bermain gadget.

Demi untuk menjadikan anak-anak kita sebagai generasi penerus yang berkualitas dan berahlak mulia marilah kita sama-sama untuk selalu mendukung dan mendampingi serta memberikan perhatian untuk anak-anak kita disetiap aktivitasnya agar kita tahu dan tak melewati hal-hal penting disetiap pertumbuhan dan perkembangan anak-anak kita. Apalagi di masa pandemi ini, orang tua harus lebih banyak meluangkan waktunya demi untuk mendampingi anak-anak belajar dari rumah karena dalam hal ini orang tua sebagai pembimbing dan fasilitator pembelajaran dari rumah. 

 

 

 

 

(red)


Reporter: Fauzan Azzam

BERITA TERKAIT