Home / Opini

POTRET POLITIK LOKAL DAN TANTANGAN OLIGARKI (Prespektik Kajian Sosiologis)

Oleh : Rusmin Hasan (Aktivis HMI Cabang Tondano)
19 Maret 2020
Rusmin Hasan )Aktivis HMI Cabang Tondano)

"POTRET POLITIK LOKAL DAN TANTANGAN OLIGARKI’’
(Prespektik Kajian Sosiologis)

Oleh : Rusmin Hasan
Aktivis : HMI Cabang Tondano

Dinamika diskursur politik daerah saat ini, acap kali terjadi perubahan yang signifikan. Politik desentralisasi yang kini menjadi ranah daerah telah memberikan arti betapa pentingnya agregasi dan artikulasi politik lokal. Untuk diimplementasikan sebagai peluangan sekaligus harapan baru menciptakan masyarakat didaerah yang maju dan sejahtera. Namun ironisnya, desentralisasi politik justru diikuti oleh tantangan penguatan pola permainan oligarki yang kuat untuk menopong kepentingan sekelintir elit politik borjuis serta kapital dalam ruang-ruang parlemen, eksekutif serta yudikatif (Trias Political).

Politik oligarki telah memainkan peran bagaikan lingkaran benang kusut yang tersistematis ( Tangan- tangan yang tak terlihat ). Proses permainanya potret politik lokal seakan dihadapi oleh tantangan besar ditengah-tengah kompetisi ruang politik kemaslahan rakyat kecil dengan elit politik yang ditopang oleh korporat besar (oligar). Sehingga jargon aspirasi terasa dalam ruang publik menjadi kata-kata miris dan tak bermakna. Peran agregator aktivis politik gagasan yang ingin mewarnai wadah parlemen sebagai episentrum membangun peradaban daerah seakan tak memiliki ruang ideal, sehingga narasi-narasi demokrasi hampah dalam ruang dialektika parlemen. Harapan Rakyat kecil seakan menipis terhadap wakil rakyat yang dinobatkan sebagai penyambung aspirasi rakyat Civil Socity. Dikarenakan, daulat rakyat telah disabutase oleh elit politik oligarki menjadi daulat materi atau kapital.

Politik lokal secara prespektif kajian sosiologis, sering kali kita jumpai dalam prakter kehidupan kita sehari-hari mengalami distorsi nilai, diantaranya ditandai dengan patologi sosial yang kuat yakni; Korupsi, Kolusi dan Depotisme (KKN) yang masih sangat mengental dihampir para pemimpin didaearah kita masing-masing, serta kualitas pelayanan publik yang masih rendah dan masalah kemiskinan makin marak serta aspek laiinya. Pemimpin politik daerah sebagai penanggung jawab demokrasi yang sehat dan dinamis sudah seyogyinya, untuk menjaga amanah rakyat serta menjadi platfrom politik negarawan yang baik serta mengisi ruang-ruang publik sebagai wahana baru untuk menciptakan ruang diskursus akal sehat dengan melebur bersama barisan rakyat kecil bukan tunduk atau menjembah pada korpolasi asing (elit Oligarki).

Dalam momentum yang belum terlambat ini, penulis berusaha menghadirkan penjelasan mengenai apa yang dimaksud sebagai oligarki itu, kalau kita membaca narasi buku dari Jeffret A. Winters yang berjudul ; “Oligarki”. Winters berusaha membangun pemahaman ulang mengenai oligarki yang hanya sebatas. “Kekuasaan Minoritas Pada Mayoritas”. Dalam buku ini, Winters menjelaskan Oligarki dengan menekankan pada kekuasaan sumber daya material sebagaimana basis dan upaya pertahanan kekayaan pada diri mereka dalam hajatan kompetisi demokrasi.

Menyelang pesta demokrasi dekade ini, baik itu pemilihan kepala daerah, wali kota maka kaum oligarki akan mengeluarkan strategi pragmatis serta kedok kekuatan kapitalnya yang dibungkus dengan pakaian demokrasi dengan jargon-jargon intrik politik yang manis dalam ruang publik maka harus menjadi kanter opini publik edukatif kaum intelektual, baik itu, aktivis kampus,akademisi, LSM bahkan Civil Socity untuk mengisi ruang-ruang publik sebagai  istrumental edukasi politik yang cerdas serta menjaga nilai etika politik santun dan bijaksana sekaligus membangun advokasi agitasi kesadaran politik, ekonomi, pendidikan serta sosio cultural masyarakat kecil. sehingga pesta demokrasi tak mereduksi kemenangan oligarki akan tetapi kemenangan Rakyat secara komprehensif.

Penulis diakhir narasi sederhana saat ini, ingin perpesan kepada generasi masa depan untuk intens melakukan kajian-kajian kritis untuk memberikan gagasan kontruktif  untuk masa depan daerah sekaligus kritik otokritis sebagai wahana peran kontrol sosial terhadap ketimbangan sosial daerah. Dengan begitu, pembangunan daerah yang sungguh-sungguh serta harapan masyarakat yang mandiri, adil, makmur serta sejahtera Yang di-Ridhoi Tuhan Yang Maha Esa akan tercapai secara komprehenisf. Kata terakhir “janganlah menjadi budak ditanah sendiri, rebutlah kemerdekaan itu dengan keberanian serta keteguhan jiwa yang kuat untuk melawan para oligarki (Kapital Politik) sebab masa depan demokrasi dan daerah berada pada tangan generasi muda.(penulis)


Reporter: Penulis

BERITA TERKAIT