Home / Opini

"MASA DEPAN PERKOTAAN SOFIFI: MENYIKAPI ISU PEMEKARAN DAERAH OTONOMI BARU DI MALUKU UTARA"

Oleh : Taufik
04 Agustus 2025

Banyak polimek yang terjadi di akhir-akhir ini terkait DOB (Daerah Otonomi Baru) sehingga mengundang banyak pihak untuk menyampaikan pandangannya terkait DOB (Daerah Otonomi Baru) yang terjadi di Kota Tidore Kepulauan Profinsi Maluku Utara. Yang di dasari dari UU 46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Profinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru, dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat adalah penetapan UU terkait pemekaran wilayah Kabupaten Maluku Utara untuk di jadikan Profinsi Maluku Utara dan di sertai beberapa Kabupaten/Kota yang ada di wilayah Maluku saat itu. Namun kebanyak orang memaknai bahwa UU 46 tahun 1999 ini merupakan landasan utama untuk menyuarakan terkait DOB sofifi atau di kenal dengan daerah pemekaran baru untuk wilayah Kota Tidore Kepulauan dan wilayah Sofifi (daratan Oba) yang saat ini lagi hangat di perbincangkan bahkan menjadi konflik social dan politik masyarakat di kalangan menengah kebawa. Kalua kita menelaah lagi terkait dengan UU 46 Tahun 1999 ini adalah UU yang mana di tetapkan untuk pemekaran wilayah Kabupaten Maluku Utara menjadi Profinsi Maluku Utara sehingga yang awalnya Kabupaten Maluku Utara ini masuk dalam wilayah administrasinya Profinsi maluku dan di sertai dengan pemekaran Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat, namun di dalam UU 46 1999 ini tidak di jelaskan secara jelas atau tertuang di dalamnya terkait Pemekaran Kabupaten/Kota baru yaitu pemekarannya dari Kabupaten/Kota Induk dari Kota Tidore Kepulauan untuk di mekarkan menjadi sofifi sebagai Kota. Pada Bab II terkait Pembentukan, Batas Wilayah, dan Ibu Kota pada pasal 9 ayat 1 UU 46 Tahun 1999 menyatakan secara jelas bahwa IbuKota Profinsi Maluku Utara itu berkedudukan di Sofifi (Bukan Kota Sofifi) dan kemudian diperjelas lagi di bagian lampiran penjelasannya pada pasal 9 ayat 1 UU 46 Tahun 1999 ini adalah yang di maksud dengan Sofifi sebagai Ibukota Profinsi Maluku Utara pada ayat ini adalah sebagaian wilayah yang berada di Kecamatan Oba, Kabupaten Halmahera Tengah (yang pada waktu itu tidore masih masuk pada administrisinya Kabupaten Halmahera Tengah yang belum di mekarkan menjadi Kota Tidore Kepulauan) sebagaimana narasi yang telah terbangun dan telah berkembang ke suluruh lapisan masyarakat profinsi Maluku Utara, sehingga hal ini butuh penyamaan presepsi terkait isu yang telah beredar.

.

Kota dan Perkotaan

Dalam konteks administratif, kota adalah wilayah yang memiliki batas-batas yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Secara fungsional, kota merupakan pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan, sosial, dan budaya.

Perkotaan bisa merujuk pada wilayah yang lebih luas dari batas administratif kota, yang ditandai oleh ciri-ciri perkotaan seperti kepadatan penduduk, kegiatan ekonomi non-pertanian, dan fasilitas perkotaan. Perkotaan juga dapat mencakup kawasan metropolitan dan megapolitan, yang merupakan gabungan dari beberapa kawasan perkotaan yang saling terhubung secara fungsional.

Di dalam UU 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menjelaskan bahwa yang di maksud dengan Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

Kedudukan sofifi saat ini adalah kawasan perkotaan di karenakan cakupan wilayah perkotaannya mencakupi hingga ke kabupaten Halmahera barat yang saat ini lagi dalam proses pengembangan untuk kebutuhan sarana dan prasarana penunjang perkotaan lainnya. Di dalam RDTR Perkotaan Sofifi tahun 2009 di tetapkan bahwa fungsi perkotaan sofifi sebagai “Pusat Pelayanan Pemerintah” dalam hal ini adalah sofifi yang di bagi atas 5 Bagian Wilayah Kota (BWK) diantaranya ; BWK I sebagai “Pusat Kegiatan Pemerintah” mencakup wilayah Kelurahan Guraping, dan Desa Kaiyasa (rencana alih status desa jadi kelurahan), Gosale (kelurahan baru pemekaran), BWK II sebagai “Pusat Kegiatan Pemerintah” mencakup wilayah Kelurahan Sofifi, desa Bukit Durian, Balbar, dan Galala (Rencana alih status desa menjadi kelurahan), BWK III sebagai “Pusat Perdagangan dan Jasa” mencakup wilayah Desa Oba, Ampera, dan Ake Kolano (Rencana alih status desa menjadi kelurahan), BWK IV sebagai “Pusat Industri dan Transportasi” mencakup Desa Garojou Somahode, dan Kusu (Rencana alih status desa menjadi kelurahan), dan BWK Penunjang sebagai “Pusat Kegiatan Permukiman dan Fasilitas Umum” (Desa Toniku, Rioribati, Taba Damai, Braha, Tewe, dan Dodinga (Rencana alih status desa menjadi kelurahan).

Percepatan Pembangunan Sofifi sebagai Ibu Kota Profinsi Maluku Utara

Di dalam Perpres No 18 tahun 2020 tentang RPJMN telah mejelaskan bahwa didalam proyek strategis Nasional di lampiran II adalah pengembangan kota Baru Maja, Tanjung Selor, Sofifi, dan Sorong, sehingga manfaat di dalam pengembangan ini adalah meningkatnya Indeks Kota yang berkelanjutan untuk kab. Lebak (Maja), Bulungan (Tanjung Selor), Kota Tidore Kepulauan (Sofifi), dan Kota Sorong (Sorong). Untuk indikasi pendanaannya itu adalah APBN, Badan Usaha dan Swasta yang kemudian di atur didalam KemenPUPR, Kemenhub, Badan Usaha (BUMN/Swasta).

Untuk menindaklanjuti dari Perpres 18 tahun 2020 tersebut maka sofifi di masukkan ke dalam peraturan Menteri terutama KemenPUPR yang menjadikan sofifi masuk dalam daftar 10 1 (Sepuluh Plus Satu) Pengembangan Kota Baru, namun hal ini tidak serta merta memisahkan wilayah administratifnya dari Kota Tidore Kepulauan. Untuk menunjang percepatan Pembangunan kawasan perkotaan tersebut untuk berbagai aktifitas perkotaan dalam hal ini perkotaan sofifi untuk menunjang tumbuh kembangnya ibu kota profinsi maka berbagai lintas sektor Kementerian untuk melakukan percepatan dalam pengembangan kawasan perkotaan (sofifi sebagai ibu kota profinsi). Kronologis percepatan pengembangan aktifitas perkotaan Sofifi di mulai pada tahun 1999 adalah di tetapkannya Ibu Kota Profinsi Maluku Utara, di tahun 2000 disusunnya RTRW Ibu Kota Profinsi Maluku Utara, di tahun 2002 penyusunan RDTRK Sofifi, di tahun 2009 revisi RDTRK Sofifi, kemudian di tahun 2010 tepat pada tanggal 11 Januari 2010 Gubernur Maluku Utara melakukan pemindahan awal aktifitas pemerintahan dari Kota ternate ke Sofifi, dan di tanggal 4 Agustus Presiden SBY meresmikan Ibukota Profinsi Maluku Utara di Sofifi dan Pemindahan aktifitas pemerintahan (sudah terbangun beberapa kantor/instansi pemerintahan profins)i, kemudian di tahun 2015 pada tanggal 8 mei 2015 Pencanangan dan Pembangunan Kota Baru Sofifi oleh Presiden Jokowi dan di tanggal 9 September 2015 di susunnya konsep masterplan Kota Baru Sofifi Oleh Bappenas, di Tahun 2016 disusunnya Masterplan Pengembangan Infrastruktur Kota Baru di Sofifi oleh BPIW (Balai Pengembangan Infrastruktur Wilayah) Kementerian PUPR, di tahun 2018 Penyusunan Masterplan Infrastruktur Permukiman Kota Baru Sofifi (DED Infrastruktur Permukiman) Oleh CIPTA KARYA Kementerian PUPR, kemudian di tahun 2022 Review MasterPlan Infrastruktur Permukiman Kota Baru Sofifi dan Konstruksi awal, dan kemudian di tahun 2022-2023 Kementerian PUPR juga melakukan penyusunan Dokumen Perencanaan dalam hal ini untuk membantu pemda baik Profinsi Maupun Kota Tidore kepulauan untuk dapat mempercepat pengembangan infrastruktur penunjang aktifitas Pemerintahan Profinsi Maluku Utara yaitu Dokumen RPIP (Rencana Pengembangan Infrastruktur Permukiman) Kota Baru Sofifi sehingga di dalam prose penyusunan dokumen RPIP ini sudah di FGD Bersama dengan Pemda Kota Tidore Kepulauan, Pemda Profinsi maluku Utara, Balai Prasarana Permukiman (BPP) Wilayah Maluku Utara dan juga Bersama dengan Direktorat Cipta Karya Kementerian PUPR.

Perda Kota Tidore Kepulauan no 4 tahun 2022 telah menjelaskan bahwa untuk percepatan pengembangan ibukota profinsi maluku utara di sofifi namun tidak memisahkan kewenangan dari Kota tidore Kepulauan dengan sofifi sehingga hal ini merupakan tanggung jawab Kota Tidore Kepulauan sebagai Kabupaten/Kota Induk yang tidak terlepas dari kewenangannya dalam kewajibannya dalam mengembangkan dan meningkatkan aktifitas pemerintahan profinsi di sofifi.

IAP Maluku Utara Merespon

IAP (Ikatan Ahli Perencanaan) Maluku Utara merupakan sebuah asosiasi keprofesian Perencanaan Wilayah dan Kota yang saat ini sudah berkiprah di Profinsi Maluku Utara.  Di tahun 2021 IAP Nasional (Ikatan Ahli Perencanaan) berkesempatan melakukan audiens dengan kemendagri melalui sekjen Kemendagri sehingga kelanjutan dalam audiens tersebut IAP Nasional melakukan Kerjasama dengan kemendagri untuk membantu kemendagri dalam mengawal dan menyoroti persoalan tata ruang yang ada secara nasional. sehingga di saat itu juga melalui ketua Umum IAP Nasional menyampaikan ke pengurus IAP profinsi agar segera merespon dan memberikan rekomendasi yang relefan dan berkelanjutan terkait isu Pembangunan ibu Kota profinsi maluku Utara yang saat itu berusia 22 tahun sejak di tetapkannya sofifi sebagai ibukota Profinsi Maluku Utara. Dengan adanya isu ini maka IAP maluku Utara melakukan diskusi “BATARU” (Bacarita Tata Ruang)  dengan Topik “Kupas Tuntas Pembangunan Ibu Kota Khusus Profinsi Maluku Utara” dalam BATARu tersebut melalui diskusi yang Panjang makan melahirkan beberapa rekomendasi yang di sampaikan ke Kemendagri yang mana di dalam rekomendasi dari hasil BATARu tersebut terdapat beberapa poin yang dapat di sampaiakan dianatarnya adalah ; terkait “Pembentukan Kelembagaan Khusus” (Kelembagaan khusus ini merupakan sebuah forum atau lembaga otoritas untuk menangani persoalan-persoalan pembangunan kawasan khusus di Kota Sofifi. Hal ini agar tidak terjadi tumpang tindih dalam hal pengelolaan proses pembangunan, baik itu secara anggaran maupun secara model infrastrukturnya), dan “Konsep TOD (Transit Oriented Developmen)” Transit Oriented Development merupakan salah satu pendekatan pengembangan kota yang mengadopsi tata ruang campuran dan maksimalisasi transportasi publik. Konsep TOD ini sangat terkenal dan memberikan efek yang riil untuk perkembangan suatu kota. Melihat kondisi Ibukota Sofifi saat ini ialah sebagai kota untuk transit bagi daerah hinterland diantaranya Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten Halmahera Timur, kabupaten Halmahera Tengah dan Kabupaten Halmahera Selatan. Dari kondisi tersebut perlunya adanya skema atau pengembangan Ibukota Sofifi yang lebih melihat area-area sekitar kawasan transit sebagai potensial untuk di kembangkan agar Ibukota Sofifi bukan hanya dijadikan sebagai tempat persinggahan.

Dari Terminologi TOD diatas maka Ibukota Sofifi akan mengalami perkembangan serta menjadi daerah tumbuh baru karena adanya pusat-pusat pertumbuhan baru mulai dari Permukiman, Perkantoran, fasilitas kesehatan, Fasilitas Pendidikan, Hiburan, perbankan serta fasilitas-fasilitas ekonomi lainnya. Dengan tersebut Ibukota Sofifi bukan hanya dijadikan kawasan transit melainkan ada aktivitas-aktivitas lain yang menjadi daya tarik untuk pengambangan ekonomi. Hal ini akan memberikan peluang baru untuk pemodal-pemodal masuk dan berinvestasi di Ibukota Sofifi. Olehnya itu, Transit Oriented Development ini bagaimana memberikan multi efek bagi suatu kawasan dengan kata lain bahwa TOD ini bukan hanya sekedar pada sisi kendaraan melainkan dilihat pada keterkaiatan kawasan sekitar yang dapat terintegrasi sehingga memberikan peluang dan adanya aktivitas baru yang akan berkembang.

Secara kesiapan terkait dokumen perencanaan pendukung untuk mempercepat Pembangunan kawasan perkotaan menunjang kegiatan atau aktifitas pusat pemerintahann Profinsi Maluku Utara sudah banyak di lakukan baik di Tingkat kabupaten/kota, profinsi bahkan di Tingkat kementerian, namun untuk pada tahap pelaksanaannya sering kali terhambat dari berbagai factor, di antaranya terkait lahan dan juga terkait pendanaan dan masih banyak lagi. Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah telah jelas menyatakan bahwa kewenangan baik di Tingkat daerah dalam hal ini kabupaten/kota dan juga kewenangan profinsi sampai ke Tingkat pusat dalam hal ini kewenangan Kementerian. Namun untuk Kota Tidore Kepulauan dalam beberapa tahun belakangan ini untuk pembangunanya hanya di fokuskan pada pulau tidore saja, sehingga pada saat dilakukannya FGD atau Rapat yang di lakukan oleh pihak Kementerian dan juga pemerintah profinsi terkait pengusulan kegiatan Pembangunan untuk menunjang aktifitas pemerintahan atau kawasan perkotaan profinsi di sofifi di tandai dengan minimnya kehadiran dan juga usulan program kegiatan Pembangunan di wilayah sofifi dan sekitarnya.

Segala kesiapan baik dalam bentuk dokumen Perencanaan dan juga untuk dalam pelaksanaanya yang melibatkan pihak Kementerian dan juga penganggaran bersumber dari APBD Profinsi namun seringkali mengalami kendala di sebabkan factor kepelikan lahan baik itu dari Masyarakat sendiri maupun asset dari pada Pemda Kota Tidore Kepulauan itu sendiri sehingga berbagai kegiatan Pembangunan terhambat, disisi lain lambatnya respon dari Pemerintah Kota Tidore dalam menunjang RC (Riednes Criteria) sehingga Pembangunan tidak bisa terlaksanakan.

Pemekaran Daerah  

Pemekaran Kabupaten atau Kota di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan peraturan terkait lainnya. Dalam peraturan ini telah diatur kewenangan baik dari tingkta Presiden sampai dengan Bupati atau Walikota, namun untuk berbicara mengenai pemekaran maka terdapat syarat-syarat yang harus di penuhi dan di jalankan  untuk pemekaran suatu daerah (Kabupaten atau Kota) diantaranya :

1. Usulan Pemekaran

Usulan untuk pemekaran suatau daerah dapat di ajukan melalui pemerintah daerah (Kabupaten/Kota atau Masyarakat melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Usulan ini harus didasari pada kajian dan analisis kebutuhan untuk meningkatkan pelayanan public, pemerataan Pembangunan, dan pemerintahan yang efektif.

2. Kriteria Wilayah

Terdapat beberapa kriteria dalam pemekaran yang harus dipenuhi ;

• Ketersediaan sumber daya manusia (SDM), baik dari segi jumlah maupun kopetensi, untuk menjalankan roda pemerintahan yang efesien.

• Potensi ekonomi daerah yang memadai untuk mendukung kemandirian daerah baru.

• Kepadatan penduduk yang memadai atau cukup tinggi agar dapat mendukung kegiatan ekonomi dan sosial lainnya.

• Batas-batas wilayah yang jelas dan tidak berbenturan dengan daerah lainnya (permasalah batas wilayah tidak bermasalah)

3. Evaluasi dan Persetujuan

Pemerintah Daerah yang mengusulkan pemekaran harus mengajukan proposal kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk dilakukan evaluasi, setelah itu Kemendagri akan melakukan penilaian terhadap kebutuhan pemekaran, termasuk aspek sosial, ekonomi, dan administrative, dan kemudian DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang bersangkutan akan melakukan kajian dan memberikan rekomendasi terkait usulan pemekaran tersebut.

4. Pembentukan Tim Teknis

Pembentukan tim teknis ini akan dibentuk oleh Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan kajian lebih lanjut, termasuk studi kelayakan tentang dampak sosial, ekonomi, dan administratif dari pemekaran tersebut, setelah itu tim teknis akan menilai kesiapan daerah baru untuk menjadi entitas pemerintahan yang mandiri.

5. Rekomendasi DPRD

DPRD Kabupaten/Kota yang ingin dimekarkan harus memberikan persetujuan dalam bentuk rekomendasi yang akan diajukan ke Kemendagri. Setelah persetujuan, pemekaran dapat diproses lebih lanjut.

6. Analisis Dampak Lingkungan

Kajian dampak lingkungan harus dilakukan, terutama jika pemekaran berkaitan dengan penggunaan sumber daya alam, pengelolaan lingkungan, atau infrastruktur yang berpotensi berdampak negatif.

7. Pengesahan Oleh Presiden

Jika semua persyaratan sudah lengkap dan disetujui, Presiden akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengesahkan pemekaran tersebut. Peraturan ini akan mencakup penetapan nama daerah baru, batas wilayah, dan struktur pemerintahan.

8. Pemilihan Kepala daerah

Setelah pemekaran disahkan, pemilihan kepala daerah (Bupati/Walikota) untuk daerah hasil pemekaran akan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

9. Anggaran dan Sumber Daya

Daerah hasil pemekaran harus memiliki anggaran yang cukup untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pelayanan public. Pemerintah pusat dan pemerintah provinsi akan membantu anggaran awal dan pendanaan untuk mendukung keberlanjutan pemerintahan daerah yang baru.

Melihat syarat dan tahapan yang harus di lalui dalam pemekaran suatu daerah tidaklah mudah dang secepat membalik telapak tangan. Dalam artian bahwa untuk pemekaran di butuhkan berbagai kesiapan baik dari segi infrastruktur, administrasi, ekonomi, dan social. Pemekaran hanya bisa dilakukan apabila daerah tersebur siap dan mampu menjalankan fungsi pemerintahan dengan efektif.

Melihat rangkaian proses yang ada Masyarakat sangat di harapkan agar lebih teliti, jeli dan lebih berhati-hati dalam menyikapi berbagai persoalan atau isu yang sedang berkembang di lapisan Masyarakat (menengah keatas dan Menengah Kebawa). Jangan sampaik kita sebagai masayarakat lokal mudah terprofokasi terhadap berbagai kepentingan-kepentingan baik secara individu maupun kepentingan politik secara kelompok. Di karenakan semua yang meterlibat di dalam berbagai pergerakan mengatasnamakan “MASYARAKAT” sehingga banyak pertanyaan yang muncul bahwa “MASYARAKAT YANG MANA” yang di sebut perwakilan Masyarakat yang sedang di perjuangkan sehingga terjadi konflik sosial dan juga terdapat korban dari berbagai pergerakan yang di lakukan, baik dari pihak yang menyuarakan pro terhadap isu DOB dan juga yang kontra terhadap isu DOB.

 (penulis)


Reporter: Penulis

BERITA TERKAIT