Home / Opini

Kondisi Kemiskinan di Tengah Pandemi Covid-19

19 Juli 2020

Penulis: Dwi Cahyadi, SST 

(Statistisi Pertama Seksi Statistik Kependudukan BPS Provinsi Maluku Utara)

Corona Virus Disease (Covid-19) atau yang biasa dikenal dengan nama Corona sudah sangat menghantui dunia saat ini. Virus ini disinyalir pertama kali muncul di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok pada akhir Desember 2019.

Meskipun tingkat kematian akibat virus ini tidak terlalu tinggi, yaitu hanya 4,30 persen, tetapi mudahnya penularan virus ini sangat mengkhawatirkan. Alhasil virus ini sangat cepat menyebar ke penjuru dunia dan memakan cukup banyak korban. Sampai pertengahan Juli 2020 saja, yang dilaporkan terinfeksi virus ini sudah mencapai 13,6 juta jiwa. Rata-rata terdapat 2,1 juta orang terinfeksi virus ini setiap bulan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun tidak mau menunggu lama, hingga akhirnya menetapkan fenomena ini sebagai pandemi global pada 11 Maret 2020.

Kebijakan-kebijakan untuk membendung penularan virus ini diambil oleh banyak negara untuk melindungi bangsanya agar tidak banyak yang menjadi korban. Salah satu kebijakan yang diambil adalah diberlakukannya karantina daerah atau lockdown. Dibeberapa daerah di Indonesia juga diberlakukan kebijakan serupa, yaitu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dengan diberlakukannya kebijakan ini, otomatis aktivitas penduduk menjadi terbatas dan tentunya akan mempengaruhi produktivitas dan pola konsumsi masyarakat. Kondisi ini akan mempengaruhi kondisi masyarakat apakah menjadi penduduk miskin atau tidak miskin. Lalu, bagaimana kondisi kemiskinan masyarakat saat ini?

Beberapa hari lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) resmi merilis angka kemiskinan di Indonesia. Angka kemisknan ini dihasilkan melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang rutin dilaksanakan pada bulan Maret dan September.

Berdasarkan hasil Susenas, pada Maret 2020 angka kemiskinan di Indonesia mengalami kenaikan. Ini adalah pertama kalinya kemiskinan di Indonesia mengalami kenaikan sejak tahun 2015. Pada Maret 2015, jumlah penduduk miskin di Indonesia diperkirakan sebesar 28,59 juta orang, atau sebesar 11,22 persen. Angka ini terus berkurang sampai tahun 2019, yaitu menjadi sebesar 25,14 juta orang atau sebesar 9,22 persen. Namun, pada Maret 2020, saat Covid-19 sudah mulai mempengaruhi perekonomian masyarakat, kemiskinan di Indonesia naik cukup tajam. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2020 naik sebesar 1,28 juta orang, yaitu menjadi 26,42 juta orang atau sebesar 9,78 persen.

Sementara di Maluku Utara, angka kemiskinan pada Maret 2020 masih cukup aman. Sejak September 2015 sampai September 2019, persentase penduduk miskin di Maluku Utara selalu mengalami kenaikan yaitu dari sebesar 6,22 persen (72,65 ribu orang) menjadi sebesar 6,91 persen (87,18 ribu orang). Pada Maret 2020, setelah delapan periode persentasenya selalu naik, akhirnya persentase penduduk miskin di Maluku Utara turun menjadi 6,78 persen (86,37 ribu orang).

Jumlah penduduk miskin di Maluku Utara turun sebesar 0,81 ribu orang (0,13 persen poin) dari periode sebelumnya, yaitu September 2019. Dilihat dari klasifikasi daerahnya, kemiskinan masih banyak terdapat di perdesaan. Persentase penduduk miskin di perdesaan sebesar 7,70 persen, sementara persentase penduduk miskin di perkotaan sebesar 4,53 persen.

Angka kemiskinan di Maluku Utara cenderung belum terpengaruh oleh pandemi Covid-19 ini. Benar saja, karena sepanjang Susenas dilaksanakan pada awal hingga pertengahan Maret 2020, belum ada penduduk Maluku Utara yang terinfeksi Covid-19, sehingga aktivitas masyarakat di Maluku Utara masih cukup normal.

Pola konsumsi masyarakat juga belum cukup terpengaruh akan kedatangan ancaman virus ini. Selain itu,  kondisi perekonomian Maluku Utara sampai akhir Maret masih lumayan bagus. Selama periode September 2019 – Maret 2020, Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukkan peningkatan sebesar 1,15 persen. Inflasi selama periode September 2019 - Maret 2020 mengalami peningkatan yang relatif kecil, sebesar 1,20 persen. Serta terjadi penurunan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) selama periode  Februari 2019 - Februari 2020 sebesar 0,83 persen.

Membahas kemiskinan tidak lengkap jika tidak membahas garis kemiskinan, tingkat kedalaman kemiskinan dan tingkat keparahan kemiskinan. Pada Maret 2020, garis kemiskinan di Maluku Utara sebesar 462.639 rupiah, naik 2,93 persen atau sebesar 13.191 rupiah dibandingkan dengan kondisi September 2019. Berarti penduduk di Maluku Utara yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan kurang dari 462.639 rupiah dikategorikan sebagai penduduk miskin. Selanjutnya, indeks kedalaman kemiskinan di Maluku Utara pada Maret 2020 sebesar 0,94. Meskipun lebih kecil dibandingkan kondisi September 2019 yang sebesar 1,08, nilai ini cenderung lebih besar dibandingkan kondisi Maret 2015 sampai Maret 2019 yang berkisar antara 0,70 sampai 0,89.

Semakin besarnya nilai indeks kedalaman ini mengindikasikan  bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi garis kemiskinan, atau rasionya semakin kecil jika dibandingkan dengan garis kemiskinan. Dengan kata lain bisa diartikan biaya untuk pengentasan kemiskinan menjadi semakin besar. Kemudian, indeks keparahan kemiskinan di Maluku Utara pada Maret 2020 sebesar 0,21. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan kondisi September 2019 yang sebesar 0,30. Namun, lagi-lagi nilai ini cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan kondisi Maret 2015 sampai Maret 2019 yang berkisar antara 0,13 sampai 0,20. Semakin besarnya nilai ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.

Melihat tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan yang cenderung naik selama beberapa tahun terakhir, kebijakan yang tepat sasaran sangat dibutuhkan agar dapat mempercepat pengentasan penduduk miskin. Untuk penduduk miskin yang pengeluaran per kapitanya berada di sekitaran garis kemiskinan bisa diberikan bantuan jangka pendek seperti bantuan langsung tunai (BLT), bantuan pangan non tunai (BPNT), beras sejahtera (Rastra) dan lain sebagainya yang sifatnya bisa langsung berdampak pada peningkatan konsumsinya.

Dengan bertambahnya pengeluaran per kapita penduduk miskin tersebut diharapkan bisa melampaui garis kemiskinan, sehingga penduduk tersebut tidak lagi dikategorikan sebagai penduduk miskin. Dengan rata-rata pengeluaran per kapita penduduk miskin sebesar 399 ribu, maka selisih garis kemiskinan dengan rata-rata pengeluaran per kapita adalah sebesar 64 ribu rupiah. Rata-rata anggota rumah tangga dalam satu rumah tangga miskin sebanyak 6,4 orang. Sehingga dengan bantuan sebesar 400 ribu rupiah sudah cukup untuk mengentaskan kemiskinan satu rumah tangga dengan syarat bantuan tersebut diguanakan dengan tepat.

Untuk penduduk miskin yang pengeluaran per kapitanya cukup jauh dari garis kemiskinan sebaiknya diberikan bantuan jangka pendek dan panjang, seperti pekerjaan tetap. Dengan adanya sumber penghasilan tetap, konsumsi penduduk miskin ini perlahan akan meningkat sehingga bisa melampaui garis kemiskinan.

Selain itu, masyarakat juga bisa membantu mengentaskan kemiskinan dengan cara bersedekah. Sedekah tidak hanya bermanfaat bagi penerima sedekah, tetapi juga sangat bermanfaat untuk yang bersedekah seperti yang dijanjikan Tuhan. Dengan bersedekah kita dijanjikan tidak akan miskin, justru kita akan menjadi kaya. (red)


Reporter: Tim

BERITA TERKAIT