Home / Opini

Keunggulan Sains

Oleh : Ahlan Mukhtari Muslim Soamole
20 April 2020
Ahlan Mukhtari Muslim Soamole

Keunggulan Sains

Oleh : Ahlan Mukhtari Muslim Soamole
Mahasiswa Pascasarjana UMI Makassar
Pegiat Belajar Filsafat

     Sains sepanjang waktu ini ketika dunia dihadapkan bencana pendemi covid 19, sains cukup terdepan menjadi perubahan maupun orientasi bagi dunia untuk keluar dari berbagai masalah. Sains mampu mengonfirmasi pemahaman religiusitas secara kompherensif atas gangguan virus dengan pertimbangan-pertimbangan logis, sistematis dan ilmiah.

Keunggulan sains menghadirkan kedamaian berbasis keilmuwan, tak sekedar perbedaan perspektif sehingga melahirkan kebenaran parsial atau sepihak. Bencana covid ini merupakan gambaran dasar mengenai relasi sains dan Agama semakin terpadukan, berbeda hal ketika sains dan Agama atau metafisik bergejolak sepanjang waktu lama masa abad XIII –XVIII antara kaum Agamawan dan ilmuwan sehingga berujung pembakaran (S. Poespowardojo dkk, 2015).

Fenomena covid 19 berdampak luas pada kehidupan manusia, sains berupaya menelisik sebab penyebaran virus berdampak pada kehidupan tersebut. Otoritas tak lagi secara sepihak fenomena ini implikasi pada kesadaran kolektif tentang hidup bermakna sehat sejahtera bersandar pada nilai kemanusiaan penting relasi sains dan Agama menjadi sumber tanggung jawab  moral.

Ketika MUI atau kaum Agamawan mengeluarkan fatwa peniadaan Sholat di Masjid, berjabat tangan (simbol keakraban), merumunan, Jum’atan dll bukan tanpa alasan melainkan daripada pertimbangan sains yakni menjaga penularan virus dari suau benada ke benda lain. Meskipun sains terlalu mendalam menyelediki hingga aspek Agama namun cara-cara itu pun  dapat diterima oleh Agama dengan perspektif sejarah maupun Ilmu pengetahuan diungkap oleh Agama.

Dalam menghadapi pendemik ini, sains menunjukan perkembangannya, pada dasarnya sains bersifat berubah ketimbang social science (J. Suriasumantri, 1996). Agama pun tak lagi kaku, agama telah mengalami loncatan progresif dalam pembaruan perspektif pemikiran umat Islam, Agama tak lagi terkungkung dalam fanatisme namun agama menemukan kemerdekaannya (kepada Agamawan dan rohaniawan).

Perspektif Islam menunjukan keterbukaan Agama terhadap sains merupakan dasar perkembangan Islam dalam mengembangkan Ilmu pengetahuan dan inovasi untuk pembaruan. (Muhammad Abduh, 2002).

Tak hanya bencana virus corona bilamana perang nuklir mengancam sekalipun Agama, mengonfirmasi sains sebab tanggung jawab moral, nilai etis kemanusiaan. Dan keberadaan Agama dan sains merupakan relasi resiprokal, menjadi refleksi kehidupan alam semesta, kerusakan akibat eksploitasi mineral secara berlebihan, ketimpangan, kemiskinan, bencana alam, banjir, gempa bumi yang bertolak belakang dengan kenyataan inklusif Agama, mengajarkan tentang kebaikan.

Sains dan Agama selalu menjadi pedoman multidimensional kehidupan. Sains berhubungan Ilmu Pengetahuan dan Agama berpedoman pada ajaran-ajaran dalam Kitab Suci serta para Nabi. Objektifitas ilmu pengetahuan tentu tak dapat melunturkan nilai Agama, kebenaran sains berubah, kebenaran agama mutlak sebagaimana tentang kerusakan dimuka bumi, bencana alam akibat ulah tangan manusia (Q. S Ar-Rum Ayat-41).

Pernyataan peringatan ini mutlak adanya, telah menjadi fenomena dihadapi manusia. Menurut Carl Sagn (2019) sains merupakan pengetahuan harus dimiliki setiap manusia terutama pemimpin, seorang pemimpin harus menguasai sains dapat menjawab pendemik, virus, bencana alam banjir, tsunami, ketimpangan, kemiskinan sehingga diketahui manusia.

     Wabah virus semakin meluas tanpa mengenal lagi mengenal ras, gen, sejauh virus itu menyebar menular maka mengena setiap manusia, meskipun wailayah doemstifikasi pangan, hewan teah dilakukan ratusan abad silam tetap berhadapan dengan virus sepanjang  sesaat tetap berdampak padanya.

Sebaliknya, negara maju dengan hasil teknologi melimpah sebagaimana di AS jumlah positif wabah corona mencapai 699.706 orang atau 34,575 meninggal (CNBC,2020). Jepang 1.042 orang atau meninggal 45 orang.

Sedangkan, Indonesia 6.248 kasus, meninggal 535 (kompas, 2020), Papua 80 orang positif dan tujuh orang meninggal (Tirto, 2020). Virus menyebar secara ekstensif, fenomena wabah tentu dalam memutuskan rantai covid membutuhkan sinergitas sains dan Agama konstruktif sehingga dapat untuk mengubah keadaan sikon tersebut.

Memutus rantai bencana virus ini dilakukan dari ke-diri-an manusia secara sadar, bukankah perubahan itu dimulai dari diri manusia masing-masing sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Q. S Ar-Ra’d. Allah SWT tidak akan mengubah keadaan nasib suatu kaum sebelum kaum itu mengubah keadaannya sendiri. (***) (penulis)


Reporter: Penulis

BERITA TERKAIT