Home / Opini

Kapitalisme Merajalela

Ditulis oleh Ahlan Mukhtari Soamole (Penulis adalah Pegiat Pertambangan)
03 Oktober 2022
Ahlan Mukhtari Soamole

    Konstelasi dunia secara global sudah terjadi sekian lama, negara-negara dalam perseturuan global di antara zaman impreal, kolonial, berbagai keperkasaan ditunjukan pada dunia, tak sedikit kekerasan, kudeta, pertempuran terjadi selama waktu berkepanjangan.

Pandangan melekat menjadi benih-benih hingga doktrin, keterlibatan institusi lembaga ikut serta menstmulus emosional warga negara antara pro-kontra, seringkali hal itu terjadi pada negara-negara memiliki sumber daya alam melimpah benih-benih tumbuh itu kemudian menampakkan suatu kudeta praktis politik, krisis berkepanjangan, ekonomi merosot tajam, pembangunan manusia, kesejahteraan, keadilan termarjinalkan.

Pola-pola lama itu seperti digunakan militerisme dalam kepemimpinan masih amat kuat melekat pada negara pernah berada dalam gelombang kudeta itu, negara memiliki sumber daya alam mineral logam, non logam dikuasi segelintir elit maupun pemodal, seperti kudeta pada Chili oleh Pinochet terhadap Allende masalah antara penguasaan pertambangan di Chili dikuasi AS (Amerika Serikat) rencana diambil penuh oeh Allende, CIA dinggap berperan penting untuk mendorong Pinochet dalam melakukan kudeta.

Pada 11 september 1973 kudeta itu terjadi setelah ketiga angkatan bersenjata Chili –angkatan laut, angkatan darat dan angkatan udara Chili—membombardir istana kepresidenan, militer menembus istana di Santiago, Allende dengan menyadari situasinya memarah akibatnya Allende bunuh diri dengan menembaki kepalanya sendiri, alih-alihkudeta itu didalangi para elit Chili terutama berkepentingan menguasai pertambangan Chili tersebut (Jared Diamond, 2019).

Kepemimpinan memaksa, otoriter merupakan benih kapitalisme tumbuh subur dalam militerianisme, kapitalisme kerap memanfaatkan situasi tersebut untuk mempertahankan kepemilikan atas pertambangan tersebut.

Seperti kudeta supersemar hingga saat ini, belum nampak secara eksplisit. Setelah lengsernya Soekarno dari kursi presiden. Dan Soeharto memulai kepemimpinan berbagai upaya gencarnya investasi tambang kepada pemodal sebagaimana AS (Amerika Serikat) diberikan kemudahan melalui kebijakan-kebijakan ditetapkan, UU PMA (Penanaman Modal Asing), alih-alih untuk menumbuhkan ekonomi, pembangunan dengan pemanfaatan pertambangan terutama sumber daya alam di Papua.

     Kebijakan Soeharto tersebut pada mulanya bertentangan dengan prinsip dari Soekarno belum mengijinkan negara asing seperti AS untuk menguasai sumber daya alam. Hampir separoh dalam kepemimpinan Soeharto berbagai tokoh, elit, oligark sebagaimana juga ekonom Barkley menguasai seluruh pembangunan ekonomi, cenderung di bawa kendali Barkley. Ekspansi kapitalisme amat kuat melekat, tentunya dorongan pada penguasaan pertambangan menjanjikan secara urgen dapat menumbuhkan pendapatan serta memenuhi kepentingan secara individual maupun secara kelompok.

Negara turut andil dalam menyediakan, memfasilitasi berbagai dilakukan untuk menumbuhkan ekonomi sebagaimana salah satu contoh pengalihan biaya di Inggris sistem jalan raya memberi subsidi industri transportasi timbul adiptif bahan bakar mensubsidi mesin-mesin mobil yang tidak efisien dan meningkatkan biaya operasional berkendara, polusi adalah aspek sosial dari pengalihan biaya membahayakan, pengecoran bor Rio Tinto Avon Mounth di Inggris membuang polusi pabrikkertas membuang at kimia berbahaya bau tidak sedap ke udara (Lekacham dkk, 2008).

Kapitalisme memposisikan kekuasaan pada sumber daya alam, tentu berbagai timbal-balik diperoleh ialah pendapatan besar, kapitalisme bertumpu pada pengelolaannya dan rencana besar kapitalisme ekstensif dapat saja mengubah iklim kepemimpinan sebagaimana sejauh ini terjadi dialami kekuasaan korporatokrasi dan militerisme, kapitalisme kerapkali merajalela hingga menguasai sumber daya alam pertambangan dan ekonomi.

 (penulis)


Reporter: Penulis

BERITA TERKAIT