TERNATE, OT - Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) HalmaheraPost merilis hasil survei periode November–Desember 2025 yang memotret peta awal figur potensial Bakal Calon Wali Kota Ternate 2030.
Hasil survei ini menunjukkan dinamika awal preferensi publik yang masih sangat cair, namun mulai membentuk konfigurasi kekuatan elektoral.
Survei melibatkan 400 responden yang dipilih menggunakan metode multistage random sampling, dengan margin of error ±5 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Dikutip dari laman halmaherapost.com, Direktur Litbang HalmaheraPost, Jufri Abubakar, menjelaskan, pada fase awal kontestasi seperti ini, indikator popularitas dan likeabilitas berfungsi sebagai modal politik dasar.
“Hasil survei ini memotret siapa yang paling dikenal dan paling diterima publik saat ini. Ini bukan prediksi pemenang, melainkan peta persepsi publik awal,” ujar Jufri.
Hasil survei menempatkan Rizal Marsaoly di posisi teratas dengan tingkat popularitas 89 persen dan likeabilitas 85 persen. Tingginya angka ini tidak terlepas dari posisinya sebagai Sekretaris Daerah Kota Ternate yang memberinya eksposur publik luas melalui kerja birokrasi dan pelayanan pemerintahan.
Namun demikian, Litbang HalmaheraPost menilai kuatnya likeabilitas Rizal menunjukkan bahwa popularitas tersebut tidak semata bersumber dari jabatan, melainkan juga persepsi positif publik terhadap kinerja dan citra personalnya.
“Kombinasi ini menjadikan Rizal sebagai figur dengan modal elektoral awal paling solid dalam peta sementara,” kata Jufri.
Sementara itu, Nasri Abubakar, Wakil Wali Kota Ternate saat ini, mencatat popularitas 70 persen dan likeabilitas 61 persen. Litbang HalmaheraPost mencermati adanya jarak antara tingkat pengenalan dan penerimaan publik.
Menurut Jufri, selisih ini mengindikasikan bahwa Nasri masih kuat dilekatkan pada jabatan strukturalnya, sementara narasi kepemimpinan personalnya belum sepenuhnya terbentuk di mata pemilih.
Figur Zulkifli Umar mencatat popularitas 68 persen dan likeabilitas 60 persen. Angka ini mencerminkan stabilitas persepsi publik yang ditopang oleh basis ideologis Partai Keadilan Sejahtera (PKS), serta rekam jejaknya sebagai mantan Anggota DPRD Kota Ternate dan DPRD Provinsi Maluku Utara dua periode.
“Selisih yang relatif kecil menunjukkan konsistensi penerimaan, tetapi tantangannya adalah memperluas dukungan di luar pemilih inti partai,” jelas Jufri.
Ketua DPW Partai NasDem Maluku Utara, Husni Bopeng, mencatat popularitas 60 persen dan likeabilitas 48 persen. Pengaruh Husni cukup solid, terutama di kalangan perempuan, namun belum sepenuhnya terkonversi menjadi kedekatan emosional dengan pemilih akar rumput.
Anggota DPRD Kota Ternate tiga periode dari Partai NasDem, Nurlela Syarif, mencatat popularitas 53 persen dan likeabilitas 47 persen. Capaian ini dinilai mencerminkan konsistensi basis pemilih legislatif, meski tantangan ke depan adalah memperluas jangkauan lintas wilayah dan segmen sosial untuk masuk ke kontestasi eksekutif.
Mantan Ketua DPRD Kota Ternate periode 2019–2024, Muhajirin Baylusi, mencatat popularitas 57 persen dan likeabilitas 48 persen. Litbang HalmaheraPost menilai rekam jejak legislatifnya memberi modal pengenalan yang cukup, namun transisi menuju figur eksekutif memerlukan reposisi narasi kepemimpinan yang lebih kontekstual dengan kebutuhan publik kota.
Figur birokrat Abubakar Abdullah, mantan Sekretaris Dewan (Sekwan) Provinsi Maluku Utara, mencatat popularitas 63 persen dan likeabilitas 52 persen. Pengalamannya dinilai memberi modal administratif dan teknokratis yang kuat, namun masih berada pada kategori potensi elektoral menengah yang membutuhkan penguatan positioning politik dan komunikasi publik.
Sementara itu, politisi senior dan mantan Ketua KONI Maluku Utara, Djasman Abubakar, mencatat popularitas 50 persen dan likeabilitas 42 persen. Basis pengenalannya masih terkonsentrasi pada komunitas olahraga dan jaringan lama, sehingga perlu perluasan isu dan pendekatan yang lebih relevan dengan masyarakat urban Ternate.
Secara umum, Litbang HalmaheraPost mencatat bahwa jabatan birokrasi dan eksekutif aktif masih menjadi faktor utama pembentuk popularitas awal. Namun, perbedaan signifikan antara popularitas dan likeabilitas pada sejumlah figur menunjukkan bahwa pengenalan publik tidak selalu sejalan dengan tingkat penerimaan.
“Peta ini masih sangat cair. Kinerja, konsistensi komunikasi publik, dan kemampuan membangun kedekatan emosional akan sangat menentukan perubahan peta elektoral menuju 2030,” kata Jufri.
Dia turut menegaskan, survei ini harus dibaca sebagai peta awal persepsi publik, bukan prediksi final Pilkada 2030. “Popularitas dan likeabilitas adalah modal awal, bukan tiket otomatis menuju kemenangan,” pungkasnya.
(fight)







