Home / Opini

Pilkada Ditengah Ancaman Covid-19

Oleh : Jaidi Abdul Ghani (Freeleance, dan Ketua Umum Forum Mahasiswa Pasca Sarjana Maluku Utara se-Jabodetabeka-Banten
18 September 2020
Jaidi Abdul Ghani

Di tengah kian meningkatnya kurva pandemi covid-19, pemerintah memutuskan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada sembilan desember 2020,__syarat protokol kesehatan diterapkan masing-masing daerah pemilihan. Penerapan protokol sesuai permintaan pemerintah rasanya begitu berat dari aspek pelibatan jumlah warga. Mungkinkah Pilkda tidak melanggar protokol?.  

Merujuk kasus terkonfirmasi pasien covid-19 di Indonesia menurut Kementerian Kesehatan RI, per 16 September 2020, sembuh 71.66%, positif 24.36% meninggal dunia 3.97%. Menunjukkan tingkat ketidak waspadaan di jumpai warga disetiap kerumunan, di pastikan muncul klaster baru disaat pilkada berlasung di daerah penyelenggara.

protokol kesehatan yang akan diterapkan pada Pilkada. Sebelum memasuki TPS, pemilih diwajibkan mencuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun yang sudah disediakan membekali para petugas TPS dengan sarung tangan karet, topi, pelindung wajah (face shield), masker, hand sanitizer hingga vitamin untuk kekebalan tubuh. Menegaskan protokol kesehatan untuk menjaga kepercayaan publik saat Pilkada sekaligus memastikan rasa aman masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya tanpa takut ancaman penularan virus corona.

Wacana, sekaligus prediksi dari berbagai pihak menyatakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak, yang melibatkan unsur; Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU), serta Dinas Kesehatan Daerah bertujuan mengawal proses pesta demokrasi desember mendatang. 

Penulis mencermati Pilkada serentak yang melibatkan kurang lebih dari 270 daerah pada sembilan Provinsi untuk pemilihan gubernuran, 37 Walikota dan Wakil Walikota, serta 224 Kabupaten memilih Bupati dan Wakil Bupati. Sementara  itu, jumlah daftar Pemilih Tetap (DPT)  tercatat sebanyak 101 juta. 

Edwar C. Lindeman dalam buku The Democratic Way of Life, hubungannya dengan Pilkada, bahwa Hak demokrasi memilih dan dipilih adalah hubungan manusiawi, sebab komunikasi antarpersonal untuk membuat orang lain mengerti, dan menaruh simpati. Kaitan harga diri merupakan etika dan dasar moral bagi hubungan manusia. 

Penelitian Edwar, membenarkan keinginan pribadi, itu menunjukkan bahwa manusia ingin diperlakukan sebagai manusia dengan kehormatan dan penghargaan. Agar seseorang merasa  dirinya dihargai layaknya manusia dapat ditunjukkan dengan berbagai cara tergantung pada situasi, kondisi dan tujuan dilakukannya. Pembenaran perilaku tersebut, sama dikemukakan Onong Uchjana, manusia sebagai makhluk yang berakal budi. Manusia yang memiliki anima intellective akan melaksanakan kehendaknya setelah ia melihat atau mendengar sesuatu, ia akan meminjam anggota tubuh lainnya untuk mewujudkan kehendaknya tersebut, itulah yang disebut sikap dan perilaku manusia yang menjadi objek penelaahan penting dalam komunikasi politik. 

Berangkat dari etimologis, demokrasi berasal dari Yunani, yakni demokratia yang terdiri dari dua kata, demos yang memiliki arti rakyat, dan kratos atau kratein, artinya kekuatan atau pemerintahan. Jika ditarik secara harafiah, demokrasi memiliki arti kekuatan rakyat atau suatu bentuk pemerintahan negara dengan rakyat yang memegang hak kedaulatan. 

Konteks budaya demokrasi, nilai, dan norma menjadi panutan, dapat diterapkan dalam praktik kehidupan berdemokratisasi yang tak sekedar memiliki pengertian politik, juga berbagai bidang kehidupan lainnya. Oleh karena itu, Wakil Presiden RI, pertama  Mohammad Hatta, menyebutnya demokrasi sebagai sebuah pergantian atau pergeseran kedaulatan raja menjadi kedaulatan rakyat.

Pemilihan Umum menurut studi politik, dikatakan sebuah aktivitas politik di mana pemilihan umum merupakan penyelenggaraan, juga praktis politik-memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakila sebagaimana disinggung sebelumnya, bahwa dalam negara demokrasi, maka pemilihan umum merupakan salah satu unsur yang sangat vital, karena salah satu parameter mengukur demokratis pada suatu negara adalah bagaimana perjalanan pemilihan umum yang diselenggarakan negara 

Umumnya konsep demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan oleh rakyat, dari pemerintahan oleh rakyat tersebut memilih wakil rakyat, Kepala Daerah, atau pemimpin nasional melalui mekanisme yang dinamakan pemilihan umum. Dengan demikian, pemilihan umum adalah cara untuk memilih wakil rakyat. Mengutip apa yang dikatakan Mashudi, sebagai suatu bentuk implementasi dari demokrasi, pemilihan umum selanjutnya berfungsi sebagai wadah yang menyaring calon-calon kepala daerah dan wakil rakyat ataupun pemimpin negara yang memang benar-benar memiliki kapasitas, serta kapabilitas. 

Prinsip pemilu rechtstaat (negara hukum), melalui Pemilu rakyat dapat memilih wakil-wakilnya yang berhak menciptakan produk hukum, dan melakukan pengawasan, dan atau pelaksanaan kehendak-kehendak rakyat yang digariskan oleh wakil-wakil rakyat tersebut. Adanya pemilihan umum, maka hak asasi rakyat dapat disalurkan, demikian halnya kesamaan hak. 

Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, bukunya M. Mahfud, Pemilu ternyata menjadi jembatan menentukan bagaimana pemerintahan dapat dibentuk secara demokratis. Rakyat menjadi penentu dalam memilih pemimpin maupun wakilnya yang kemudian akan mengarahkan perjalanan bangsa. Pemilihan umum menjadi seperti transmission of belt, hingga kekuasaan dari rakyat dapat berubah menjadi kekuasaan negara yang menjelma membentuk wewenang pemerintah untuk memerintah dan mengatur rakyat.

Pemilu sebagai sarana penghubung antara infrastruktur__suprastruktur politik, sehingga memungkinkan terciptanya pemerintahan oleh dan untuk rakyat. Dialektika relasional kajian komunikasi, fenomena politik menghadirkan dialektika relasional. Leslie Baxter dkk, memaknainya dialektika relasional adalah situasi yang dicirikan oleh ketegangan berkelanjutan antara implus yang kontradiktif, penuh hiruk-pikuk baik media massa, maupun sosial media lainnya hubungan politik kerap memanas, bahkan mencapai titik nadi Pilkada. 

Menariknya, orasi politik Alm. Muhdin, Bupati Halmahera Timur (Haltim). Calon Petahana yang wafat ketika sedang berorasi di sekataran Kediamannya. Pasangan calon Wakil Bupati dari Anjas Taher, yang diusung lima Parpol, yakni Partai PKPI, HANURA, Golkar, Demokrat, dan Nasdem. Bahwa "Fondasi pembangunan negeri ini harus kokoh, harus tangguh, harus kita tuntaskan pembangunan fondasi awal untuk selanjutnya kami akan serahkan kepada generasi-generasi muda", menjadi pesan politik inspiratif, kaitan dengan situasi Haltim kini mewarnai dinamika di lingkungan masyarakat. 

Pengalaman Pilkada DKI lalu yang menyedot energi cenderung menciderai semangat kekitaan,  kontestasi kembali berulang pada 270 daerah pemilihan. Tensi memanas, perebutan kekuasaan hingga mencapai titik kulminasinya. Narasi persuasif kampanye, publisitas politik, dan wacana kembali ramai ragam kanal-kanal. Kampanye, wacana, dan publisitas politik dilakukan oleh siapa pun yang menjadi petarung perebutan kekuasaan mestinya lebih mengutamakan tanggung jawab politik mendatang. Karena itu, narasi persuasif akan “membakar” rumah besar “Limabot Fayfiye”, tempat bersemayamnya keragaman dan menyebabkan terjadinya retrogresi politik identitas akibat syahwat kekuasaan sektarian. 

Merujuk pandangan Michael Pfau dkk, kampanye merupakan proses yang dirancang secara sadar, bertahap dan berkelanjutan yang dilaksanakan pada rentang waktu tertentu dengan tujuan mempengaruhi khalayak sasaran yang telah ditetapkan. Dari konstruksi makna kampanye tersebut tampak jelas setiap tindakan kampanye merupakan komunikasi bertujuan, sadar dan dirancang. Perilaku Koruptor, meresahkan adanya perilaku memanfaatkan keadaan, dan kekuasaan demi memenuhi syahwat politik akibat gali lubang, tutup lubang-sindiran kelompok/ individu mengatasnamakan uang adalah segalah-galanya.

Pemilihan kepala daerah serentak di Indonesia kali ini tidak seperti tahun-tahun sebelumnya berjalan penu hikmat dan di fokuskan mengawal pelaksanaan pemiluh di setiap daerah. Namun saat ini jauh berbedah dari sebelumnya karena seluruh negara di belahan dunia di landah wabah Covid-19 termasuk Indonesia. Virus ini menyebar awal Maret dan public di hebohkan dengan pemberitaan seorang ibu dan anak terindikasi tertular corona saat itu, media kemudian memberitakan secara massif di tana air. Pemerintah tidak yakin bahwa virus tersebut berkembang di Indonesia dengan pertimbangan pemerintah pusat bahwa kita jauh berbeda dari segi kultur dan iklim maka dibiarkan dan tidak disikapi dengan serius sampai di jawa barat terjadi peningkatan. Pemerintah mulai mengambil langka membuat aturan untuk mencegah tersebarnya covid-19, namun sampai saat ini pemerintah tidak bisa mengatasinya.

Oleh karena itu, perlu dikembangkan kembali pemahaman masyarakat untuk sadar dalam bahaya ancaman pandemic covid-19 yang semakin meningkat. Yakni membangun kesadaran masyarakat dengan polah hidup sehat dan tetap mengikuti himbauan pemerintah. Pertama, melakukan penyadaran terhadap pemahaman dan pembinahan internal masyarakat dalam memanfaatkan ruang sosial sehingga tetap menjaga jarak setiap waktu dan keadaan. Kedua, membangun sinergi lintas pemerintah daerah dan mengedepankan kesepahaman dan saling kerjasama mencegah penyebaran covid19 melalui protocol kesehatan yang di tentukan dalam pelaksanaan pilkada serentak di daerah penyelenggara terutama tidak mengindakkan ketentuan-ketentuan protocol covid19. (penulis)


Reporter: Penulis

BERITA TERKAIT