Home / Opini

Kemanusiaan  di Tengah Tambang

Oleh : Ahlan Mukhtari Soamole, MT (Alumnus Universitas Muslim Indonesia Makassar)
26 Juni 2022

Pada dasarnya hubungan timbal-balik (resiprokal) adalah suatu relasi sosiologis melahirkan keakraban, kemerdekaan dan keadilan.

Kemanusiaan bertumbuh kembang dari perenungan dan refleksi melekat pada pikiran. Ketersediaan alam semesta melengkapi relasi kemanusiaan multidimensional, tak sekedar eksploitatif namun memandang alam sebagai suatu bentuk kemanusiaan lain erat berkaitan rasa peduli ekologis, kerusakan, bencana mengakumulasi kesadaran manusia untuk peduli terhadap ketersediaan alam semesta.

Dalam konteks pertambangan bilamana relasi terbangun merupakan relasi elitis memandang segalanya ketersediaan alam dan segala kekayaan alam terkandung di dalamnya, kerap istilah peruntukan untuk kepentingan semua kelas atau secara kolektif kepentingan umat  sirna akibat keserakahan, ketimpangan, kemiskinan, dan ketidakadilan.

Segala keterbelakangan di tengah melimpahnya sumber daya alam. Matinya kemanusiaan, kepeduliaan/ kepercayaan (trust) menandai lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan perusahaan (corporate) dalam melaksanakan eksplorasi sumber daya alam, ketidakpercayaan berdampak pada buruknya sistem pengawasan kepeduliaan atas lingkungan (enviroitment), sosial,  pemerintah (governenc) suatu kepentingan kelompok terorganisir memarjinalkan kelompk sosial kolektif hanya memperturutkan lingkaran kelompok semata, istilah lazim ialah bandit kecil, feodal atau mafia menjalani dalam suatu tujuan represif.

Secara berarti biaya bisnis investasi meluluhlantakkan biaya kemanusiaan  (human cost). Kelamnya pasar telah menantang kebijakan melemahkan pada aspek pangawasan dan pola laku, kekuasaan pasar dengan kekuatan modal, berafiliasi pemerintah telah mementigkan kesewenang-wenangan, kerusakan dan memiskinkan masyarakat lingkar tambang, alih-alih pengusahaan tambang memberikan kesejahteraan, pada kenyataannya melahirkan ketimpangan, keterbelakangan.

Tentu harapan harapan mendasar ialah usaha secara kolektif untuk menciptakan kemakmuran dan keadilan bagi umat dan bangsa. Kekayaan alam melimpah seyoganya menjadi perhatian dalam merencanakan suatu pengolahan dan kemandirian memperhatkan hajat hidup orang banyak sebaliknya, bertolak belakang dengan pandangan mengatakan kesenangan, kekayaan kelompok dan individu secara sepihak sehingga terkesan sumber daya alam telah menjadi kutukan (natural resource course) kutukan diakibatkan oleh kepentingan elit, konglomerat memarjinalkan kepentingan masyarakat secara adil makmur.

Distribusi hasil kekayaan alam pada daerah penghasil tak banyak diperoleh, terpenting kepeduliaan terhadap pembangunan lingkungan ekologis terpelihara ekosistem secara terpadu, terhindar dari aktivitas eksploitasi berlebihan berdampak buruk terhadap siklus hidup manusia dan alam semesta.

Sebagaimana dalam Irwandy Arif (2021) mengutip ditjen minerba (2019) secara mendasar menunjukan relasi manusia dan alam semesta dalam lingkup aktivitas industri yaitu pengelolaan lingkungan mencakup pengendalian debu,kebisingan, pengelolaan pencahayaan, pengeloaan kuantitas dan kualitas udara kerja, pengelolaan iklim kerja, pengelolaan radiasi, pengelolaan faktor kimia, pengelolaan faktor biologi, pengelolaan lingkungan pertambangan.

Suatu sikap luhur menggambarkan pengelolaan tambang baik dan benar dapat mengacu pada berbagai aktivitas menjangkau siklus ekosistem secara alamiah.

 (penulis)


Reporter: Penulis

BERITA TERKAIT