Home / Opini

Dari Regulasi ke Implementasi: Refleksi Kebijakan Kesehatan Gratis Halmahera Tengah dalam Perspektif Falsafah Fagogoru

Oleh: Andi Badi, S.Tr.Kes Mahasiswa Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan
24 Desember 2025

“Sehat adalah awalan penting bagi terwujudnya kesejahteraan dan kejayaan suatu bangsa” (Benjamin Disraeli)

Kesehatan merupakan prasyarat mendasar bagi pembangunan kualitas hidup masyarakat. Pemerintah daerah memiliki mandat untuk memastikan bahwa setiap warga memperoleh akses pelayanan kesehatan tanpa hambatan ekonomi. Dalam konteks itulah lahir Peraturan Bupati Nomor 44 Tahun 2023 tentang pedoman penyelenggaraan pelayanan kesehatan, yang didalamnya termaktub layanan kesehatan gratis bagi masyarakat Halmahera tengah.

Dalam beberapa waktu terakhir, Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah menunjukkan capaiannya di sektor kesehatan, ditandai dengan diraihnya penghargaan nasional pada ajang Health Innovation Festival (HAI Fest) Kementerian Kesehatan RI dalam rangka HKN ke-61 Tahun 2025, meliputi peringkat ketiga capaian Cek Kesehatan Gratis (CKG) tertinggi kabupaten/kota, serta penghargaan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Lokal terbaik. Selaian itu juga mendapat penghargaan dari BPJS Kesehatan Cabang Ternate atas ketertiban pembayaran iuran BPPU dan dukungan optimalisasi Program JKN. 

 

Sejalan dengan capaian tersebut, sebelumnya pemerintah daerah telah memperkuat transformasi sistem kesehatan melalui koordinasi strategis dengan Kementerian Kesehatan RI, yang difokuskan pada perluasan akses layanan di wilayah terpencil, percepatan pembangunan RSUD baru tahun 2026, penguatan fasilitas medis untuk peningkatan status RSUD menjadi tipe C, serta penambahan tenaga dokter spesialis, yang didukung kemitraan tripartit pemerintah pusat, daerah, dan sektor swasta melalui skema pembiayaan kolaboratif berbasis APBN, APBD, dan CSR, dengan visi menjadikan Halmahera Tengah sebagai pilot project nasional pengembangan ekosistem kesehatan. 

Komitmen ini diimplementasikan secara operasional melalui program IMS ADIL “Sejuta Sehat”, sebagai penyediaan layanan kesehatan komprehensif tanpa biaya dari tingkat pelayanan dasar hingga rujukan rumah sakit tipe A dan rumah sakit khusus, yang memperkuat pencapaian Universal Health Coverage (UHC) dan menjamin akses layanan kesehatan esensial, termasuk pemeriksaan, perawatan ibu dan bayi, serta rujukan berjenjang yang sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah daerah.

Berangkat dari konteks tersebut, kebijakan melalui Perbup No. 44 tahun 2023 tentang layanan kesehatan gratis, tidak dapat dipahami semata sebagai kebijakan administratif, tetapi juga perlu dianalisis dari perspektif nilai-nilai budaya lokal, salah satunya Falsafah Fagogoru.

Dalam konteks sosial budaya masyarakat, khususnya di wilayah Halmahera Tengah terdapat seperangkat nilai-nilai Fagogoru yang berfungsi sebagai penguat identitas kolektif dan pola relasi sosial. 

Nilai-nilai tersebut meliputi Falgali (saling membantu), Fantene (saling memberi), Faisayang (saling menyayangi), Faisiling (saling mengingatkan), Fasigaro (ajakan kebersamaan), Falcino (kegembiraan bersama atau simore), Fadedele (melibatkan atau mengikutsertakan)

Keberadaan nilai-nilai ini tidak hanya mencerminkan sistem norma dan etika sosial yang hidup dalam masyarakat, tetapi juga berfungsi sebagai kerangka moral yang dapat menjadi dasar penyelenggaraan kebijakan publik. Oleh karena itu, menelaah Perbup No. 44 Tahun 2023 dari perspektif nilai-nilai Fagogoru, memungkinkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai keselarasan antara kebijakan daerah dan karakter sosial budaya masyarakat lokal. Dengan demikian, perspektif budaya ini memberikan ruang analisis yang lebih kontekstual dalam menilai relevansi dan efektivitas kebijakan dalam mendukung kesejahteraan bersama.

Secara substansial, Perbup No 44 Tahun 2023 bertujuan menjamin keterjangkauan layanan kesehatan bagi seluruh warga, terutama mereka yang berada pada kelompok rentan. Kebijakan ini menghapus hambatan biaya pada pelayanan dasar maupun rujukan tertentu, sehingga masyarakat tidak lagi menunda pengobatan karena kekhawatiran biaya medis.

Dalam perspektif ilmu kebijakan kesehatan, Perbup No. 44 Tahun 2023 ini dapat dipandang sebagai instrumen strategis untuk mempromosikan keadilan distributif dalam akses layanan kesehatan serta memperkuat sistem perlindungan sosial kesehatan. 

Kebijakan ini merepresentasikan komitmen pemerintah dalam membangun sistem kesehatan yang responsif, berkeadilan, dan berorientasi pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui intervensi yang terencana, berbasis bukti, dan selaras dengan prinsip pelayanan kesehatan publik.

Jika ditinjau melalui nilai Falgali (saling membantu), kebijakan kesehatan gratis ini bukan sekadar mekanisme administratif, melainkan refleksi epistemologis dari pandangan sosial Fagogoru yang memandang manusia sebagai makhluk yang saling terkait. Dalam perspektif ini, penyediaan layanan kesehatan tanpa diskriminasi mencerminkan pemahaman bahwa bantuan sosial adalah bentuk aktualisasi dari solidaritas moral, yang menjadikan persaudaraan bukan sekadar konsep normatif, tetapi praktik yang terwujud dalam kebijakan publik.

Nilai Fantene (saling memberi) dan Faisayang (saling menyayangi) menegaskan dimensi etis dari kebijakan ini. Pemberian layanan kesehatan gratis oleh pemerintah daerah bukan hanya instrumen redistributif, tetapi wujud konkret dari etika kepedulian sosial. Dalam kerangka ini, empati kolektif menjadi norma moral: penderitaan satu anggota masyarakat dipandang sebagai tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, pembiayaan kesehatan oleh pemerintah merupakan ekspresi tanggung jawab moral dan praktik kasih sayang yang meresap ke dalam struktur sosial. Selanjutnya, nilai Faisiling (saling mengingatkan) dan Fasigaro (ajakan kebersamaan) menekankan urgensi pembentukan kesadaran kolektif dalam masyarakat modern. Layanan kesehatan gratis berfungsi sebagai medium yang mendorong kewaspadaan sosial, sebuah pengingat bahwa kesehatan bukan dimensi individual semata, melainkan hak yang harus dijaga secara kolektif. Pemerintah melalui kebijakan ini menjadi fasilitator bagi terciptanya budaya sosial yang inklusif, di mana setiap individu diingatkan akan peran dan tanggung jawabnya terhadap kesejahteraan bersama.

Akhirnya, nilai Falcino (kegembiraan bersama/simore) dan Fadedele (melibatkan atau mengikutsertakan) menegaskan dimensi politik-partisipatif dari kebijakan kesehatan. Kesejahteraan sejati tercipta ketika setiap individu merasa menjadi bagian dari sistem sosial yang adil dan inklusif. Pelayanan kesehatan gratis tidak hanya memulihkan kondisi fisik, tetapi juga menghadirkan rasa aman, keterlibatan, dan kebahagiaan kolektif indikator penting bagi stabilitas sosial dan legitimasi moral pemerintah.

Dengan demikian, Perbup No. 44 Tahun 2023 dapat dipahami sebagai sintesis antara nilai-nilai luhur Fagogoru dan praktik kebijakan modern. Kebijakan ini tidak sekadar prosedur administratif, tetapi merupakan medium untuk menegaskan prinsip solidaritas, empati, kesadaran kolektif, dan partisipasi sosial landasan filosofis dan akademis bagi pembangunan masyarakat yang inklusif, adil, dan berkelanjutan. Meskipun kebijakan ini merefleksikan komitmen yang kuat, implementasinya di lapangan seringkali masih dihadapkan dengan berbagai tantangan, terutama keterbatasan sarana pelayanan kesehatan. Selain itu, implemntasi kebijakan di lapangan yang belum sepenuhnya optimal berpotensi menurunkan mutu pelayanan dan bertentangan dengan nilai-nilai Fagogoru, khususnya prinsip persaudaraan, keadilan, dan solidaritas sosial. Kendati demikian, capaian berbagai penghargaan di bidang pelayanan publik menunjukkan bahwa kualitas layanan yang diberikan telah memperoleh pengakuan, sehingga dapat dinilai telah berjalan secara cukup baik, meskipun tetap memerlukan penguatan dan perbaikan berkelanjutan.

Karena itu, evaluasi implementasi Perbup No 44 Tahun 2023 perlu difokuskan pada tiga aspek: kualitas pelayanan, pemerataan akses, dan konsistensi nilai. Pemerintah daerah dituntut selalu memastikan bahwa kebijakan bukan sekadar tertuang dalam regulasi, tetapi benar-benar hadir dalam pengalaman warga ketika mengakses layanan kesehatan. Partisipasi masyarakat lokal, termasuk tokoh adat dan pemangku kepentingan lain, dapat memperkuat internalisasi nilai Fagogoru dalam pelaksanaan kebijakan secara berkelanjutan.

Dengan demikian, menelaah kebijakan kesehatan gratis melalui perspektif Falsafah Fagogoru menunjukkan bahwa regulasi ini memiliki basis etis yang kuat sekaligus relevansi budaya yang mendalam. Perbup No 44 Tahun 2023 bukan hanya instrumen administratif, tetapi juga mekanisme penyelarasan antara kebijakan publik dan kearifan lokal. Integrasi nilai-nilai Fagogoru di dalamnya merupakan langkah strategis untuk menciptakan pelayanan kesehatan yang adil, inklusif, dan bermartabat bagi seluruh masyarakat halmahera tengah.

Pada akhirnya, keberhasilan kebijakan ini akan sangat ditentukan oleh kemampuan pemerintah daerah menjaga keseimbangan antara kepatuhan regulatif, kemampuan fiskal, dan penghormatan terhadap nilai budaya masyarakat. Jika ketiga unsur ini berjalan harmonis, maka kebijakan kesehatan gratis dapat menjadi contoh model pelayanan publik yang berakar pada identitas lokal sekaligus berorientasi pada kesejahteraan universal.

 (penulis)


Reporter: Penulis

BERITA TERKAIT