TERNATE, OT - Aliansi Masyarakat Kelurahan Kalumata, Kecamatan Ternate Selatan, Kota Ternate, kembali turun ke jalan menggelar aksi protes terkait rencana eksekusi sengketa lahan oleh Pengadilan Negeri (PN) Ternate. Kali ini aksi tersebut dilakukan di depan gedung DPRD Kota Ternate, Senin (6/5/2023).
Kordinator Lapangan (Korlap), Abdullah mengatakan, aksi yang dilakukan hari ini akan dipusatkan ditiga titik, yaitu di depan gedung DPRD, Pengadilan Negeri dan kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate.
"Dimana aksi yang dilakukan saat ini berkaitan dengan eksekusi lahan warga Kalumata oleh PN Ternate," ujar Abdullah Senin (5/6/2023).
Menurutnya, warga berpegang teguh bahwa lahan di Kelurahan Kalumata ini merupakan tanah adat, yang legalitas secara historis diberikan oleh Sultan Djabir kepada Sultan Mudaffar Sjah.
"Kalau kita berbicara tanah adat yang pastinya harus setara dengan hukum negara. Nah itu yang kemudian kami perjuangkan," jelasnya.
Kata Abdullah, putusan PN Ternate dinilai tidak berdasarkan hati nurani, olehnya warga yang turun demo persoalan ini sampai kepada DPRD, bahkan PN hingga ke wali kota, agar merespon persoalan-persoalan seperti ini.
"Yang jelas terkait sengketa lahan Kalumata ini, putusan yang diberikan PN Ternate tidak memiliki cukup bukti yang akurat," tutur Abdullah.
Sementara Tulilamo Kesultanan Ternate, Ilyas Bayau menambahkan, terkait tanah khususnya di Kalumata ini secara umum semua tahu bahwa tanah ini merupakan tanah adat.
Dia menceritakan, pada tahun 1959, oleh Kesultanan Ternate melalui Iskandar Djabir M. Sjah, sebidang tanah perkebunan dengan luas 1,5 HA yang berada di Desa Kalumata, Kecamatan Kota Praja, Kabupaten Maluku Utara, diberikan kepada mendiang Buka atas pengabdiannya sebagai Jogugu Loloda Kesultanan Ternate.
Pemberian tanah oleh Sultan Ternate tertera dalam sebuah surat yang disebut Cucatu, akan tetapi dalam waktu yang lama surat tersebut telah hilang. Kemudian Tahun 1996, surat itu dibuatkan lagi oleh Mudaffar Sjah yang saat itu menjabat sebagai Sultan. Surat yang dibuat dilengkapi dengan stempel sah Kesultanan Ternate beserta tanda tangan oleh mendiang Mudaffar Sjah.
"Namun pada Tahun 2016, datanglah oknum TNI bernama Juharno dengan segala kebohongannya mengklaim bahwa tanah itu adalah miliknya, dengan menunggu momen ketika Sultan Mudaffar Sjah meninggal dunia, berbekal SHM miliknya, meminta ganti rugi kepada ahli waris almarhum Buka dan seluruh warga yang menempati lahan tersebut," kata Ilyas.
Sambung dia, oleh ahli waris mendiang Buka menolak keras tindakan itu dengan berpegang teguh bahwa status tanah itu adalah tanah Adat pemberian Sultan dan sudah ditempati puluhan tahun.
"Kemudian si Juharno di Tahun 1978, dengan strategi dan taktik yang menandakan bahwa beliau adalah pembohong ulung dengan mengakui dirinya merupakan seorang petani, sehingga dapat menerbitkan sertifikat Hak Milik Atas Tanah (SHM) No 229 Tahun 1978 atas nama Joharno," ujarnya.
Lebih lanjut, Ilyas mengatakan, beliau Joharno berdalih bahwasannya tanah itu adalah tanah Negara bekas swapraja/eigendom sesuai SK Panitia Landreform No.06/PL7TRT/78 tanggal 10 Mei 1978, kemudian diproses dengan SK Gubernur No.89/HM/PL7TRT/78 tanggal 1 Desember 1978: Juharno yang diserahkan kepada Dandim 1501 Maluku Utara untuk Anggota Perwira ABRI yang bertugas saat itu sehingga terbitlah SHM Nomor 229 atas nama Juharno.
Singkatnya, belum puas sampai disitu Juharno menggugat persoalan tersebut ke penggugat PN Ternate. Setelah tuntutan oleh Juharno di Pengadilan Negeri Ternate, gelar perkara pertama pun dilakukan dengan perkara Nomor, 34/Pdt.G/2017/PN.Tte dan dimenangkan yakni Juharno.
Setelah itu, Sultan Hidayatullah Sjah mengeluarkan surat yang membenarkan surat sebelumnya oleh mendiang Sultan Mudaffar Sjah tentang pemberian sebidang tanah oleh Kesultanan Ternate. Beliau (Sultan Hidayatullah Sjah) juga mengatakan bahwasannya surat pembatalan Tahun 1997 yang dimiliki Juharno tak pernah dibuat oleh mendiang Sultan Mudaffar Sjah
Olehnya karena itu, Ilyas mengaskan, atas nama perangkat adat kesultanan meminta kepada semua pihak termasuk pemerintah pusat, tolong arif dan bijaksana dan menyikapi hal ini.
"Kalau tidak aksi seperti hanya sebagian kecil, jika masih tidak diindahkan juga maka akan ada gelombang massa yang besar. Perlu diketahui seluruh masyarakat di Kota Ternate ini adalah masyarakat adat," tegas Ilyas mengakhiri.(ier)