Home / Nusantara

Akademisi Gugat Status Hukum Wilayah Ibu Kota Provinsi Maluku Utara ke MK

17 November 2021
Dari udara, Ibu kota Provinsi Maluku Utara, Sofifi (foto_opan jaky)

SOFIFI, OT – Dua akademisi Fakultas Hukum Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Gunawan A. Tauda dan Abdul Kadir Bubu, mengajukan gugatan terkait status hukum wilayah ibu kota Provinsi Maluku Utara, Sofifi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Kedua pemohon meminta pengujian Undang-Undang No. 46 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat.

Abdul Kader Bubu mengatakan, saat ini masih menjadi problem terkait kedudukan Sofifi sebagai ibu kota Provinsi Malut, sehingga pihaknya mengajukan perkara ini ke MK untuk diuji.

“Ibu kota sementara Provinsi Maluku Utara itu awalnya di Kota Ternate, namun dipindahkan ke Sofifi, tapi yang terjadi sampai sekarang kedudukan Sofifi sebagai ibu kota Provinsi Maluku Utara belum jelas,” kata Dade sapaan akrabnya Abdul Kader Bubu.

Dade menjelaskan, UU Pembentukan Provinsi Maluku Utara diundangkan pada 4 Oktober 1999. Namun Pemerintah tidak mampu menuntaskan permasalahan Ibu kota Provinsi Maluku Utara yang berkepastian hukum, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) UU Pembentukan Provinsi Maluku Utara.

Dalam pasal 9 ayat (1) UU Pembentukan Provinsi Maluku Utara menyatakan, ibu kota provinsi Maluku Utara berkedudukan di Sofifi. Pada penjelasan pasal 9 ayat (1) mengatakan, yang dimaksud dengan Sofifi sebagai ibu kota Provinsi Maluku Utara pada ayat ini adalah sebagian wilayah yang berada di Kecamatan Oba, Kabupaten Halmahera Tengah.

Di pasal 20 ayat (2) menyatakan, Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 5 tahun Ibukota Provinsi Maluku Utara yang definitif telah difungsikan.

Sementara dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Halmahera Timur dan Kota Tidore Kepulauan di Provinsi Maluku Utara.

“Berdasarkan pasal 7 UU nomor 1 tahun 2003 dibentuk Daerah Otonomi Baru (DOB) Kota Tidore Kepulauan memiliki 5 wilayah administratif, yang berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Halmahera Tengah, terdiri atas Kecamatan Oba Utara dan Kecamatan Oba,” ujarnya.

Sebelumnya, Ibukota Kabupaten Halmahera Tengah berkedudukan di Tidore. Dengan demikian terbentuknya Kota Tidore Kepulauan, wilayah Kabupaten Halmahera Tengah dikurangi dengan wilayah Kota Tidore Kepulauan.

“Pergeseran wilayah administratif dari entitas Sofifi sebagai kawasan Ibukota Provinsi Maluku Utara yang semula ditentukan berada di Kecamatan Oba, Kabupaten Halmahera Tengah, berdasarkan UU Pembentukan Maluku Utara, kemudian bergeser Kecamatan Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan berdasarkan UU nomor 1 tahun 2003, menyebabkan adanya pertentangan atau konflik norma, sehingga pengaturan mengenai ibu kota Provinsi Maluku Utara tidak memiliki kepastian hukum,” jelas Dade.

“Permasalahan tersebut sampai sekarang masih menjadi problem normatif di dua wilayah ini, dan sampai sekarang pemerintah Provinsi Malut juga belum ada ketegasan,” katanya.

Lebih lanjut kata Dade, sampai sekarang tidak ada upaya dari Pemprov untuk masalah ini, sehingga pihaknya mengajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk memberikan penormaan terkait masalah status hukum wilayah ibu kota Sofifi.

“Sekarang perkaranya sudah disidangkan, mulai dari sidang pendahuluan dan sidang pembacaan permohonan, selanjutnya masih menunggu putusan,” pungkasnya.(ian)


Reporter: Ryan
Editor: Fauzan Azzam

BERITA TERKAIT