Home / Berita / Hukrim

Rektor Unkhair Ternate Menang di PTUN Ambon

30 September 2020
Sidang di PTUN Ambon (ist)

TERNATE, OT - Gugatan empat mahasiswa yang diberhentikan dari Universitas Khairun (Unlhair) Ternate, terhadap keputusan Rektor Unkhair Ternate. Prof. Dr. Husen Alting, ditolak oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon.

Dalam rilis yang diterima indotimur.com melalui Kehumasan Unkhair Ternate menjelaskan, sebagai Lembaga Pendidikan Tinggi, Unkhair berkewajiban untuk menghasilkan lulusan yang berjiwa pancasila. Terutama memiliki sikap menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan bangsa sebagai wujud tangung jawab moral pada Bangsa dan Negara Indonesia.

Hal ini tercermin dalam salah satu misi Universitas Khairun Ternate, yaitu untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi yang bermutu, berdaya saing, dan profesional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta memilihara integritas nasional, sebagaimana tertuang dalam Pasal 26 Statuta Universitas Khairun Ternate.

Berdasarkan perkara gugatan Nomor 8/G/PTUN.ABN, Nomor 9/G/PTUN.ABN, Nomor 10/G/PTUN.ABN, dan Nomor 11/G/PTUN.ABN yang diajukan oleh mantan mahasiswa Unkhair Ternate yakni Arbi M. Nur, Ikra S. Alkatiri, Farhrul Ahmad, dan Fahyudi Kabir di PTUN Ambon, Majelis Hakim dalam pokok perkara menyatakan, menolak gugatan pengugat untuk seluruhnya.

Hal ini berarti, surat keputusan Rektor Universitas Khairun Ternate. Nomor 1858/UN44/KP/2019, 1859/UN44/KP/2019, 1860/UN44/KP/2019, dan 1861/UN44/KP/2019, tentang pemberhentian putus studi mahasiswa  Universitas Khairun Ternate dinyatakan telah memenuhi legalitas tindakan pemerintahan yang meliputi aspek wewenang prosedur, dan substansi tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau tidak terdapat cacat yuridis.

Dalam pertimbangan putusannya, Majelis Hakim menimbang bahwa mencermati tuntutan yang diajukan dalam aksi yang dilakukan oleh aliansi Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) yang Penggugat termasuk di dalamnya, pemilihan dan/atau penentutan tanggal aksi yakni tanggal 2 Desember 2019 yang berdekatan dengan tanggal 1 Desember 2019.

Dimana secara pengetahuan umum diketahui sebagai hari yang dipentingkan oleh kelompok separatis di Papua Barat, serta penggunaan perangkat aksi yakni spanduk yang bertuliskan, "Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa West Papua-Bebaskan Tahanan Politik Papua”, dan di dalam spanduk tersebut juga memuat dua gambar bendera bintang kejora, Majelis Hakim menilai dan meyakini bahwa hal tersebut bukan aktivitas yang bersifat akademik dan bahkan tidak sejalan dengan Misi Universitas Khairun Ternate. 

Diantaranya  memelihara integritas nasional, karena aksi mahasiswa tersebut pada pokoknya bertujuan untuk pemberian hak referendum untuk Papua dan Papua Barat.

Selanjutnya terhadap hal tersebut, Majelis Hakim menilai bahwa perbuatan penggugat sebagaimana terurai dalam pertimbangan hukum diatas dan dikaitkan denga fakta-fakta hukum, ternyata penggugat tidak hanya melanggar terhadap hak dan kewajibannya sebagai mahasiswa Universitas Khairun, namun lebih jauh daripada itu telah melakukan perbuatan yang termasuk dalam pelanggaran-pelanggaran hak dan kewajiban sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998.

Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Sehingga objek sengketa yang secara substansi memberikan sanksi berat kepada penggugat menurut hukum telah memenuhi asas proporsionalitas, dengan demikan dalil penggugat yang pada pokoknya menyatakan objek sengketa melanggar asas proporsionalitas tidak beralasan hukum dan dinyatakan ditolak.

Dengan ditetapkannya putusan tersebut, hal ini hendaknya menjadi pelajaran bagi Mahasiswa dilingkungan kampus Universitas Khairun agar tetap menjaga nama baik Unkhair Ternate.

Salah satunya dengan cara tidak terlibat dan/atau mendukung agenda atau kegiatan organisasi yang dilarang keberadaanya oleh Pemerintah, terutama menyangkut isu Kemerdekaan Papua. Sebab hal tersebut, mengancam keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa, dan terutama mengingkari kemegahan sejarah Kesultanan Tidore, di mana, wilayah Papua dan Papua Barat de facto dan de jure secara historis merupakan bagian integral dari wilayah Kesultanan Tidore.

Kuasa Hukum Rektor Unkhair Ternate. Gunawan A. Tauda, Abdul Kadir Bubu, didamping oleh Jaksa Pengacara Negara Kejati Maluku Utara. Sebagai Lembaga Perguruan Tinggi Negeri Universitas Khairun Ternate menyampaikan terima kasih kepada Kejaksaan Tinggi  sebagai pengacara negara yang telah menjadi kuasa hukum, bersama tim pengacara Unkhair Ternate. (ded)


Reporter: Dedi Sero Sero

BERITA TERKAIT