Home / Berita / Hukrim

PH Tersangka Dugaan Kasus Pemerkosaan di Morotai Sebut Penyidik Menyalahi Hukum Acara Pidana

05 November 2021
Suasana konferensi pers (foto_ier)

TERNATE, OT- Penasehat Hukum (PH) tersangka dugaan kasus pemerkosaan seorang remaja di Kabupaten Pulau Morotai berinisial Bripka RSS, mengatakan penyidik menyalahi hukum acara pidana.

“Dalam proses pemeriksaan klien kami oleh penyidik, diduga telah menyimpang atau tidak mempedomani hukum acara pidana,” kata PH Tersangka RSS, Iskandar Yoisangadji saat konferensi pers, Kamis (4/11/2021).

Menurutnya, hal ini perlu diluruskan kepada publik atas dugaan kasus tindak pidana persetubuhan dan atau pencabulan, yang diduga dilakukan oleh kliennya RSS, karena pada saat pemeriksaan yang dilakukan justru bertentangan dengan pasal 54 KUHP.

Kata Iskandar, dalam pasal tersebut disebutkan, untuk kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum dari seseorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang.

"Namun, pada saat pemeriksaan yang dilakukan penyidik, klien kami mendapatkan pernyataan bahwa untuk sementara kamu (tersangka) jangan dulu pakai penasehat hukum," ujar Iskandar.

Bukan hanya itu, tekanan yang dialami kliennya setidaknya pada tanggal 15 Oktober 2021 dipanggil mengahadap Kasat Serse, lalu kasat menyampaikan kamu (RSS) akan diperiksa oleh penyidik berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor; Sp.Sidik/48.a/X/2021/Reskrim, yang mana fakta panggilan tersebut bertentangan dengan hukum acara pidana (KUHAP) pasal 112 ayat (1) yaitu.

"Penyidik yang melakukan dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwewenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seseorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut," ujar Iskandar.

Lanjutnya, bahwa pada tanggal 15 Oktober 2021 kliennya diperiksa entah sebagai apa, apakah sebagai terlapor, saksi ataukah sebagai tersangka.

“Ini yang sangat membingungkan, karena klien kami diperiksa kurang lebih 2 setengah jam, setelah itu klien kami diarahkan masuk ke ruang tahanan, setelah berada dalam ruang tahanan klien kami diberikan beberapa dokumen, diantaranya surat penetapan status sebagai tersangka, surat pengalihan status dari saksi ke tersangka, surat perintah penahanan dan surat penyitaan,” jelasnya.

“Pertanyaan hukum adalah kapan dilakukan pemeriksaan sebagai terlapor, apakah sudah tidak ada ruang klarifikasi oleh kliennya. Kapan dilakukan penyelidikan? Dan kapan dilakukan penyidikan? Apakah ini kasus tertangkap tangan? Adakah keadaaan keadaan hukum yang boleh dijawab oleh penyidik? Terkait dengan status pemeriksaan dengan ditetapkannya klien kami sebagai tersangka,”katanya lagi.

Sekedar diketahui, berdasarkan kronologis yang tercantum dalam Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP), peristiwa itu terjadi pada 12 Oktober 2021 sekitar pukul 02.00 WIT waktu itu.

Awalnya, korban yang tengah tidur di kamarnya mendengar suara panggilan dari pintu kamar. Saat dibuka, tampak Bripka R dan seseorang berinisial K di balik pintu dan mengajak korban pergi mengkonsumsi alkohol.

Usai minum-minum, Bripka R membawa korban ke salah satu penginapan di Morotai. Di dalam kamar, korban yang dalam kondisi mabuk dan setengah tak sadarkan diri lalu diduga diperkosa pelaku.

Atas perbuatannya oknum polisi berpangkat  Bripka tersebut dijerat Pasal 286 dan atau Pasal 290 kesatu KUHP.(ier)


Reporter: Irfansyah
Editor: Fauzan Azzam

BERITA TERKAIT