TERNATE, OT - Tim penyelidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku Utara memeriksa mantan Sekertaris Dewan (Sekwan) Halmahera Selatan, AM alias Akil pada Rabu (8/2/2023).
Akil diperiksa dalam kasus dugaan suap proses dana pinjaman Pemerintah Daerah (Pemda) Halmahera Selatan (Halsel) ke PT SMI senilai Rp, 150 miliar yang disebut-sebut melibatkan anggota DPRD Halsel periode 2014-2019.
Kabid Humas Polda Malut, Kombes Pol. Michael Irwan Thamsil ketika dikonfirmasi terkait pemeriksaan mantan Sekwan Halsel, membenarkan pemeriksaan tersebut.
Meski demikian, Kabid mengaku, mantan Sekwan Halsel berinisial AM dipanggil untuk dimintai keterangan terkait dugaan suap atas nama pinjaman Pemkab Halsel. "Iya AM, dipanggil untuk dimintai klarifikasi," singkat Michael, Rabu (8/2/2023).
BACA JUGA : Polda Malut Akui Sudah Panggil Sejumlah Saksi Dugaan Korupsi Pinjaman SMI Pemda Halsel
BACA JUGA : Sekwan Aktif, Bungkam Soal Pemeriksaan Anggota DPRD Halsel Terkait Dana Pinjaman SMI
Sekedar diketahui, penyidik Ditreskrimsus tengah melakukan penyelidikan atas dugaan suap ketok palu di DPRD Halmahera Selatan tahun 2017 senilai Rp 3,5 miliar. Dugaan suap itu untuk memuluskan langkah pinjaman daerah pemda.
Pinjaman, PT SMI menandatangani kesepakatan pemberian pinjaman kepada Pemda Halsel pada 2017. Dalam perjanjian tersebut, Pemda Halsel mendapatkan pinjaman dana SMI senilai Rp 150 miliar dengan jangka waktu 5 tahun. Jenis pinjaman sendiri yakni pinjaman jangka menengah.
Adapun pinjaman tersebut digunakan untuk membangun Pasar Tuakona dan 3 ruas jalan di Kota Labuha. Penandatanganan pemberian pinjaman tersebut dilakukan mantan Bupati Bahrain Kasuba dan Direktur Utama PT SMI Emma Sri Martini pada Kamis, 28 Desember 2017.
Sementara pinjaman baru dapat dicairkan di 2018, dan pembayaran utang dilakukan 2019. Sedangkan masa jabatan Bahrain sebagai bupati sendiri berakhir pada Jumat, 21 Mei 2021.
Alhasil, utang pinjaman bawaannya hingga tahun 2023 diwariskan kepada pemerintahan Usman Sidik dan Hasan Ali Bassam Kasuba sebesar Rp 118 miliar.
Seharusnya usulan pinjaman pemda ditolak DPRD, karena bertentangan dengan PP 56 tahun 2018 Pasal 13 ayat (1), di mana pinjaman menengah merupakan pinjaman lebih dari satu tahun anggaran, dengan kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman seluruhnya harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi masa jabatan kepala daerah yang bersangkutan.
Sesuai amanat UU 10 tahun 2016 Pasal 201 ayat (7), gubernur, bupati, dan wali kota hasil Pemilu 2015 berakhir masa jabatan pada 2020.
Namun DPRD justru meloloskan pinjaman itu. Kuat dugaan, ada kongkalikong yang dilakukan para oknum wakil rakyat untuk memuluskan pinjaman dengan imbalan sejumlah uang.
(ier)