Home / Budaya

Mengenal Tradisi Masyarakat Pegunungan Tidore

09 April 2017
KOTA Tidore Kepulauan, Provinsi Maluku Utara memiliki sebuah kelurahan yang berada di lereng Gunung Kie Matubu (Gunung Tidore). Kelurahan itu adalah Gurabunga. Masyarakat di kelurahan ini memiliki tradisi yang tidak bisa dipisahkan dari keberadaan Kesultanan Tidore. Keduanya sama-sama berperan penting dalam menjaga keharmonisan kehidupan bermasyarakat. Kelurahan ini berada di ketinggian 1.100 meter diatas permukaan air laut, kelurahan Gurabunga dihuni oleh 5 marga yakni Mahifa, Tohudo, Tosofu Malamo, Tosofu Makene dan Folasowohi. Saat ini masih dijumpai rumah adat masing masing warga yang keasliannya tetap terjaga. Keberadaan marga yang hidup rukun menjadi simbol pemersatu dan keberagaman adat budaya di kepulauan Tidore. Sebagai masyarakat pegunungan dan masyarakat adat, tentunya masih memegang tradisi secara turun temurun. Setiap perayaan Hari Jadi Tidore (HJT), masyarakat kelurahan Kebun Bunga (arti Gurabunga) mengekspresikan kegembiraan dan sukacita sebagai ungkapan syukur menyambut datangnya HJT. Selain itu, masyarakat menjamu tamu yang datang dengan suguhan kuliner tradisional khas pegunungan berupa, kofi dabe (kopi rempah), makanan khas Tidore dan menu tradisional lainnya, serta dilakukan atraksi seni dan budaya pegunungan. Tradisi ini sampai saat ini terus dipertahankan dalam pelaksanaan acara HJT. Di tahun 2017, Tidore berusia 909 Tahun dan masyarakat merayakan tradisi tersebut dengan acara festival dan Bazar Guruabanga yang dilaksankan, Sabtu (8/4/2017) kemarin di Lapangan Sonine Gurua Kelurahan Gurabunga. Hadir dalam cara itu, Wali Kota Tidore Kepulauan Ali Ibrahim, Deputi Bidang Pembudayaan Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga RI, Raden Isnanta dan Forkompimda Kota Tidore, pimpinan SKPD di lingkup Kota Tidore, tokoh adat serta masyarakat. [caption id="attachment_1307" align="alignnone" width="800"] Wali Kota Tidore Ali Ibrahim, saat mencicipi hidangan tradisional masyarakat Gurabunga[/caption] Wali Kota Ali Ibrahim mengatakan, kegiatan ini mempunyai nilai sejarah yang paling bermakna. Dimana, pada masa lampau akses jalan yang sulit bagi nenek moyang untuk menjangkau laut, inilah makanan khas pegunungan yang disuguhkan. 'Ini tidak bisa ditinggalkan, ini harus terus dilestarikan. Makanan tradisional pegunungan harus tetap dipertahankan guna membangkitkan kembali budaya dan kearifan lokal di Kota Tidore Kepulauan,' ujarnya. Kata dia, ini merupakan langkah awal, sehingga kedepan kegiatan Festival dan Bazar ini masuk dalam rangkaian HJT sampai seterusnya. �Kegiatan seperti ini tetap dilestarikan guna mengimbangi perkembangan global saat ini. @red_mehrunni(red)


Reporter: Redaksi

BERITA TERKAIT