Home / Budaya

Begini Cara Masyarakat Semaong Merawat Tradisi Sengkolan Pusat

21 Oktober 2019
Foto: Sengkolan Pusat bermakna bersyukur atas lepasnya tali pusar bayi yang baru lahir

KALBAR, OT - Di era modern seperti sekarang ini, sebagian masyarakat masih memegang teguh tradisi, salah satunya Sengkolan Pusat. Sengkolan Pusat bermakna bersyukur atas lepasnya tali pusar bayi yang baru lahir. 

Seperti yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Semaong, Desa Peniti, Kecamatan Sekadau Hilir, Kabupaten Sekadau, Kalbar. Masyarakat setempat masih melestarikan tradisi yang sudah turun-temurun dilakukan. 

"Makna Sengkolan Pusat sebenarnya lebih kepada ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas lepasnya tali pusar bayi baru lahir," ujar Hajijah, salah satu sesepuh di Dusun Semaong. 

Konon, setelah dilakukan Sengkolan Pusat orang tua si bayi sudah bisa melepas pantangan, seperti bisa menggunting kuku, menyisir rambut dan ayahnya bisa menyelam. 

"Anaknya juga sudah bisa dibawa ke luar rumah," kata nenek berusia 60 tahun itu. 

Menariknya, Sengkolan Pusat bayi baru lahir hanya boleh dilakukan oleh para orang tua atau sesepuh yang usianya diatas 50 tahun. Si tukang Sengkolan Pusat berjumlah 4 orang. 

Ada pun barang-barang pelengkap tradisi tersebut diantaranya, beras seberat 2,5 kilogram, tapih/sarung satu helai, sebilah pisau dapur, segelas minyak goreng, segelas gula, segelas kopi bubuk, segelas asam ganis, kepala satu biji yang dililit dengan benang dengan 7 lilitan. 

"Kemudian uang (seikhlasnya). Nantinya barang-barang ini diberikan kepada bidan kampung. Sebagai tanda jasanya yang sudah membantu merawat si ibu bayi. Lahiran tetap dengan bidan di rumah sakit atau puskesmas atau bidan desa," jelas Hajijah. 

Tak kalah menariknya, hidangan yang disajikan untuk tamu selama prosesi tradisi tersebut berupa nasi ketan ditaburi kepala parut bersama gula merah.

"Itu makanan yang disajikan untuk tamu yang datang," pungkas Hajijah.(red)


Reporter: Yahya Iskandar

BERITA TERKAIT