TERNATE, OT - Ombudsman RI perwakilan Provinsi Maluku Utara (Malut), menilai praktek penjualan beli pakaian seragam untuk siswa baru di SMP Negeri 7 Kota Ternate melanggar aturan.
Kepala Ombudsman RI perwakilan Provinsi Malut Sofyan Ali kepada indotimur.com Selasa (26/7/2022) mengatakan, kunjungan Ombudsman dan Komisi III DPRD di SMP Negeri 7 Kota Ternate untuk mempertanyakan informasi terkait penjualan seragam untuk siswa baru di sekolah tersebut.
Menurutnya, praktek penjualan seragam sekolah untuk siswa baru kembali terjadi di 9 sekolah SMP di Kota Ternate, salah satunya SMP Negeri 7 Kota Ternate pada hal praktek seperti ini sangat melanggar aturan.
"Karena di Permendikbud Nomor 45 tahun 2011 itu sudah mengatur bahwa sekolah maupun koperasi sekolah, tidak diperbolehkan menjual seragam sekolah kepada siswa," ungkap Sofyan.
Kata dia, paraktek penjualan seragam di sekolah akhir-akhir ini sering terjadi, olehnya itu kami meminta kepada Pemerintah Kota (Pemkot) melalui Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Ternate, untuk turun mengatasi masalah tersebut.
"Banyak orangtua murid yang keberatan dengan penetapan harga seragam yang sangat mahal yang ditentukan oleh sekolah bersangkutan, sementara dari sisi aturan sekolah tidak punya kewenangan lakukan paraktek tersebut," ujar Sofyan.
Dia menjelaskan, pengadaan pakaian seragam sekolah itu bukan tugas dan tangung jawab sekolah, tugas sekolah adalah untuk menetapkan bentuk dan corak dari seragam lokal sebagai ciri khas di sekolah tersebut, bukan dilakukan pengadaan seragam di sekolah.
"Berdasarkan informasi yang kami terima bentuk harga seragam yang dipatok per sekolah harganya berbeda-beda, baik itu seragam lokal maupun nasional," ucap Sofyan.
Lanjut dia, Ombudsman RI perwakilan Provinsi Malut sebagai lembaga pengawasan, meminta kepada pihak sekolah agar melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai aturan yang berlaku, jangan laksanakan sesuatu yang bukan menjadi tugas dan kewenanganya.
Sementara Kepala Sekolah (Kepsek) SMP Negeri 7 Kota Ternate Udin Kuka membenarkan, bahwa tadi ada kunjungan Ombudsman dan Komisi III DPRD di sekolah.
"Kunjungan kereka tadi hanya pertanyakan kejelasan terkait bisnis seragam antara sekolah dan pihak ketiga, tentu kami beri penjelasan sesuai dengan apa yang dilakukan di sekolah," ungkap Udin.
Dia menjelaskan, dalam pertemuan tadi saya sampaikan bahwa siswa baru itu mereka harus miliki pakaian seragam baik itu seragam biru putih, pramuka, baju batik, rompi, dan baju olahraga. Memang sejauh ini pemahaman orang banyak seakan-akan sekolah melakukan bisnis terkait pengadaan seragam sekolah.
Tapi sebenarnya tidak begitu, jadi untuk pakaian seragam biru putih dan baju pramuka ibu bebas mereka beli dimana saja, sementara ada tiga pakaian khas sekolah yaitu kameja batik, rompi dan pakaian olahraga, tidak di jual di toko lain.
"Kebutulan ada pengusaha pakaian yang menawarkan diri untuk membuat pengadaan seragam di sekolah, tapi kami tidak mengiahkan namun tiga baju ciri khas sekolah dijual pada toko tersebut," ujar Udin.
Dia mengaku, tiga item seragam ciri khas sekolah di SMP Negeri 7 Kota Ternate tidak di jual ditempat lain minimal di pesan, sehingga saya mengiyahkan karena kebutulan di toko pengusaha tersebut ada jual pakaian seragam ciri khas sekolah, jadi siswa berkunjung untuk membelanjakan pakaian seragam di toko tersebut.
"Tapi belanja pakaian ciri khas sekolah diluar dari itu tidak ada selain itu, kaitanya dengan isu sekolah menjual pakaian seragam untuk siswa baru dan mengambil keuntungan, saya rasa tidak ada sama sekali," tutup Udin.(ded)