Home / Opini

Pemuda Neoimprealisme

26 Februari 2021

Oleh : Ahlan Mukhtari Muslim Soamole

Dua tantangan besar dihadapi pemuda dengan prinsip ideologis, progresif, mandek dalam kecanduan status quo. Sebagaimana ideologi sosial demokrasi dan kapitalisme tak hentinya bertentangan dalam praktek hidup pemuda. Semboyan kapitalisme mendengungkan niali-nilai demokrasi secara inklusif terdapat liberalisme dan konservatisme.

Menurut R. Baswir.1999. dilema kapitalisme perkoncoan. Institutte of development and economic analisis. Yogyakarta Mengatakan liberalisme dengan ungkapan liberal kapitalisme yakni struktur kelembagaan masyarakat yang mengagungkan kebebasan individu di tengah cara-cara produksi kapitalistik, nilai-nilai masyarakat liberal kapitalistik adalah didominasi kaum kapitalis. Spirit mendengungkan nilai-nilai demokrasi pada kenyataan mengokohkan suatu konservatisme ketat.

Herbert Mc Closky dan John Zaller.1988. The American Ethos public attitudes toward (capitalisme and democraty). Gajamada university press. Yogyakarta menjelaskan konservatisme atau kemapanan atas status quo nilai-nilai itu kerapkali ditanamkan untuk membangun kekayaan dan kekuasaan. Implikasi itu tak lepas dari partisipasi intelektual kaum muda dalam merawat kapitalisme dan konservatisme dengan semboyan demokrasi. Perkoncoan antara kaum intelektual muda itu dan elit ‘demokrasi’ kerap terjadi.

Pertautan itu diungkapkan Antony Giddens.2000. The third way and its critics. Ircisod. Yogyakarta. Sebagai perbuatan komunitarianisme dan pemerintah mencerminkan suatu intelektual elit baginya komunitas adalah sumber nilai-nilai etik kerangka kehidupan sipil dimungkinkan globalisasi menciptakan kondisi baik bagi pembahuruan komunitas, karena globalisasi memiliki efek push down mengembangkan desentralisasi lokal atas kekuasaan dan aktifisme komunitas bottom up.

Pada gilirannya kelompok-kelompok itu membangun kapital sosial yaitu individualisme baru berjalan beriringan dengan globalisasi tidak sulit untuk melakukan kerjasama dan kolaborasi. Pemuda sebagai pembaru interest group tentu tak lepas daripada bagian intelektual bertautan dengan kekuasaan, berawatak kapitalistik.

Semenjak 1920 generasi PI (Pelajar Indonesia ) pembaharu hingga generasi politik banyak anak muda menentang pecandu-pecandu kolonialisme Belanda sebagaimana generasi baru itu Sutomo, Hatta, Ali Sastromidjojo, Budiarto, Iwa Kusuwasumantri, Ishak dll mereka adalah kelompok kesadaran politik tinggi untuk menentang segala kepentingan individual atau kelompok menyengsarakan rakyat (John Ingleson, 1993).

Cerminan pemuda intelektual jauh daripada kekuasaan menyimpang menunjukan sikap praktik politik penuh kesadaran dan perjuangan. Menurut Sutan Sjahrir.2000. Pikiran dan Perjuangan. Jendela. Yogyakarta. Sjahrir mengatakan perjuangan terwujud dalam strategi dan taktik revolusioner yatu non-koperasi dan aksi massa diperoleh melalui interest grup kaum intelektual. Penindasan-penindasan corak kolonialisme dan imprealisme tak ubahnya kapitalisme. Kapitalisme kian menghegemonik kaum intelektual, intelektual merawat status quo maupun intelektual menjaga prinsip. Dan intelektualitas dimilikinya.

Noam Comsky.2016. who rules the world.Bentang.Yogyakarta. Memilah intelektual dalam 2 kategori intelektual yaitu intelektual komform, kelompok mendukung kebijakan pemerintah (baca; merawat konservatisme) dan merasionalisasi kejahatan pemerintah, dihormati dan mendapat keistimewahan di tengah kelompok masyarakat mereka sedangkan kedua, intelektual berorientasi nilai kerapkali mendapat perlakuan didakwa tudingan melakukan indoktrinasi kaum muda.

Sebagaimana pertama diungkapkan N. Comsky ialah keterlibatan intelektual ciri khas pemuda telah menjadi perkoncoan suatu kapitalisme di antara investor politik yaitu sekelompok elit menguasai negara maupun parlemen dengan tumpuan modal. Pemuda dan wajah baru kapitalisme atau neoimprealisme ialah kelompok pecandu kolonial alih-alih berbicara demokrasi namun mempraktikan eksploitasi, kerapkali mensosialisasi pengembangan proyek, investasi. Dan akumulasi social cost terutama akumulasi modal asing untuk negara terbelakang.


Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana UMI Makassar/Pegiat Belajar Filsafat(red)

BERITA TERKAIT