Home / Opini

MENDESAIN PROGRAM PENDIDIKAN TINGGI SWASTA SECARA MANDIRI DALAM KEMERDEKAAN KAMPUS DARI BERBAGAI SEKTOR DALAM STIMULAN EKONOMI MENGHADAPI ERA INDUSTRI 4.0 DI INDONESIA

08 Februari 2020
Oleh: DR. dr. Arend L Mapanawang, SP
Oleh: DR. dr. Arend L Mapanawang, SP.
PG, Finasim
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makariwo Halmahera (STIKMAH) Tobelo
 
Tujuan Penulisan :
Untuk mengetahui jumlah kampus  yang sudah mandiri di Indonesia.  
Metode Penulisan :
Menggunakan cara review artikel dengan berdasarkan data data dari jumlah institusi di Indonesia.
 
Latar Belakang :
 
1. Bahwa ada sekitar 4500 jumlah kampus swasta di Indonesia saat ini  jumlah mahasiswa pada perguruan tinggi swasta sekitar 3 juta an mahasiswa,  (Sumber Dikti – Th. 2019, jumlah jurnal terindex Scopus 38 jurnal, terindex Thomson Reuter 37, …jumlah jurnal yang terakreditasi A berjumlah 51 jurnal, terakreditasi B berjumlah 100 jurnal. (sumber – shinta, ristekdikti 2019).
 
2. Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatakan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat dan mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Ini adalah tanggung jawab pemerintah ataupun Negara dalam kemajuan bangsa ini.
 
3. Sudah terjadi perubahan dalam pasal ini sebanyak empat kali. Namun apakah mampu   merubah pola pikir masyarakat saat ini? Tingkat pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Dari tahun ke tahun tingkat pendidikan di Indonesia tidak memperlihatkan perubahan yang signifikan. Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara yang di suvei.
 
4. PENERAPAN UU PT No 12 Tahun 2012, yang diikuti perangkat aturan dan kebijakan turunan, dianggap menjadi titik terang pembenahan organisasi dan manajemen perguruan tinggi di Indonesia yang lantas diharapkan memberi outcome peningkatan kualitas pendidikan tinggi kita. Adopsi model, nilai dan praktek baru semacam good governance, manajemen publik, akuntabilitas, transparansi, quality assurance, audit (akreditasi) dan lainnya disambut gempita lantaran menjanjikan sesuatu yang menyegarkan bagi perbaikan lembaga universitas dan atau lembaga pendidikan tinggi lainnya setelah sekian dekade lamanya terkungkung kebijakan rezim Orde Baru (orba) yang lebih terobsesi menjadikan universitas sebagai “alat politik pembangunan”.
 
Pasca orba, universitas diinstruksikan pemerintah agar menyesuaikan diri dengan kondisi kontemporer yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia: bahwa perguruan tinggi harus berkontribusi membantu negara dalam persaingan antar negara yang semakin kompetitif seiring semakin terbukanya seluruh lini kehidupan yang dirangsek tanpa ampun oleh gelombang pasar bebas dunia. 
 
Ketika tiap negara kian brutal terlibat persaingan satu sama lain dalam balut ‘free marketised world’, ilmu dan pengetahuan (knowledge) menjelma senjata andalan bagi negara untuk bertahan dan memenangkan pasar. Maka knowledge society dan knowledge economy adalah dua istilah populer mutakhir yang selalu dikutip pemerintah dan elite pendidikan pro-pasar untuk menyetir dan menilai gerak langkah institusi pendidikan tinggi. Universitas dan perguruan tinggi umumnya terus didorong untuk bertransformasi layaknya bussiness organisation atau private enterprise, terutama dalam hal managerial governance dan adopsi nilai-nilai persaingan (competitiveness), efektivitas dan efisiensi.
 
5. Kemudian bahwa Lembaga Pendidikan Tinggi adalah  berkewajiban  untuk meningkatkan kwalitas termasuk sarana dan prasarana, yang berkaitan dengan sistim standard BAN-PT untuk akreditasi dan SPMI.
 
 6. Masalah eksternail lainnya yang dihadapi oleh penyelenggara PTS dalam hal pinjaman ke Bank bahwa Yayasan sebagai Badan Hukum Penyelenggara tidak dapat mengajukan permohonan pinjaman ke Bank BUMN ataupun Bank Swasta di Indonesia.
 
Maksud Dan Tujuan :
1. Merancang suatu stimulan ekonomi terbarukan yang sekiranya akan mampu menjawab tantangan global tentang persaingan keseimbangan pembangunan ekonomi diantara bangsa-bangsa didunia yang dimulai dari para akademisi suatu lembaga pendidikan tinggi dalam hal ini perguruan tinggi swasta di Indonesia melalui APTISI.
 
2. Melakukan kajian bidang-bidang teknologi ekonomi terbarukan apa saja yang dapat dilaksanakan oleh para penyelenggara perguruan tinggi untuk dapat dijadikan solusi untuk penyediaan lapangan kerja bagi para alumni dan lulusan (fresh graduate) perguruan tinggi swasta di Indonesia yang berjumlah sekitar 4450 PTS yang tersebar di 34 Propinsi.
 
3. Merubah paradigma bagi lulusan perguruan tinggi di Indonesia bahwa dari setelah lulus mereka mau kerja dimana, akan menjadi bahwa saat ini bagaimana setelah lulus nanti mau buka usaha / wiraswasta di bidang apa (sebagai contoh di USA : Harvard Univ, Oxford Univ misalnya : lulusannya memiliki orientasi berpikirnya setelah lulus mereka akan buka usaha apa?).
 
4. Untuk meningkatkan kebersamaan para PTS saling menolong sesama penyelenggara, yang maju bantu yang tertinggal, yang pakar bantu yg sedang berkembang.
 
5. Peningkatan Pelaksanaan Riset dan Penelitian di kalangan para akademisi perguruan tinggi swasta di Indonesia, bahwa penelitian sangat penting untuk kemajuan teknologi, sebagai penekanan bahwa kami STIKES Halmahera telah memiliki suatu Jurnal Kesehatan Internasional dengan nama International Journal of Health Maedicine and Current Research (IJHMCR) sebagai jawaban tantangan global dalam bidang riset dan penelitian masa kini.
 
Peluang Usaha di Era Digital :
Mengutip Pidato Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo di awal Bulan September yang lalu di Universitas Ahmad Dahlan, Jogyakarta, bahwa perubahan selalu  ada dari menit ke menit dan detik ke detik, tentang hi-tech, gaya hidup, konsumen di era digital saat ini, e-commerce, pergeseran bidang perniagaan dan perdagangan dari off line ke sistem on line,  semua transaksi berdasarkan aplikasi yang terprogram dengan baik.
 
Presiden Jokowi  berbicara juga mengenai ekonomi baru di era digital, Pola konsumsi, pola kerja, dan pola produksi juga akan berubah di era digital yang sangat fleksibel dan dinamis.
Presiden mengingatkan pelaku ekonomi untuk melihat perubahan perilaku belanja di era digital. Presiden banyak membawa contoh konkret untuk mengilustrasikan perubahan ini. Contoh yang diambil presiden antara lain kemudahan belanja on line, transportasi online, sharing economy dan gaya hidup millenial. Juga presiden melihat gaya hidup anak muda juga jadi peluang ekonomi tak terkira di era digital.
Jadi saat ini adalah masa transisi dari gaya hidup off line kepada gaya hidup  on line, yang punya dampak yang dasyat pada bidang produksi pun di Indonesia. Keleluasaan bidang eksperimentasi dan hal-hal yang baru perlu dicoba dengan fleksibel dalam inovasi-inovasi yang brilian. (Presiden RI – Dalam Pidato berjudul : Peluang Usaha di Era Digital)
Universitas di seluruh dunia bergerak menuju ke arah penyeragaman. Di bawah payung berlabel ‘manajemen baru’ universitas, universitas bermetamorfosis layaknya korporasi dimana pengetahuan dijadikan tak lebih dari bahan jualan, fakultas menjelma mesin pencetak gelar, sementara mahasiswa tak ubahnya konsumen peminat produk-produk universitas. Obsesi terhadap “internasionalisasi” dan “excellence” tercermin secara seragam pada visi, misi, tujuan seluruh universitas baik Dunia Pertama dan Dunia Ketiga, baik elit dan non-elit. Sementara di aspek pendanaan, dibarengi dengan pengurangan anggaran negara untuk pendidikan tinggi (sebagaimana terjadi di Amerika, Inggris, Australia), universitas secara serentak dipaksa mencari sumber pendapatan keuangan secara mandiri untuk menjalankan gerak roda organisasi yang kian ketat dan kompetitif.
 
Persaingan antar universitas tak bisa dikatakan membuat situasi dunia pendidikan tinggi bertambah baik. Patron pusat dan pinggiran bagaimanapun tak bisa disingkirkan, dan universitas kelas teri selalu dibuat terobsesi untuk meniru apa yang dilakukan kolega mereka, universitas kelas kakap. Tak heran, mekanisme ranking lewat berbagai kriteria dan indikator diciptakan sedemikian rupa, sebagai alat ukur keberhasilan dan kualitas sebuah institusi sekaligus sebagai iming-iming ilusif bahwa universitas teri suatu waktu bisa berubah menjadi universitas kakap. 
Para akademia mengalami kekacauan psikologis disebabkan karena beban administratif akademik yang berlebihan, tuntutan akan kualitas yang ironisnya diukur melalui kriteria audit yang kuantitatif, hingga perasaan takut dan tidak nyaman akibat ancaman punishment yang bisa berakhir dengan pemotongan gaji, penurunan pangkat atau bahkan pemecatan. Bukan isapan jempol dan sekadar rumor tak berdasar, melainkan kenyataan betapa profesor di Kanada mengamuk lantaran dipicu tingkat stress yang tinggi terkait beban mengajar dan meneliti yang di luar batas kewajaran. Atau seorang guru besar di Inggris memilih menghabisi nyawanya sendiri karena selalu dituntut untuk memenangkan hibah penelitian dan menghasilkan publikasi yang harus termuat di jurnal internasional dengan impact factor yang ditetapkan demi terus mendongrak ranking institusi. 
 
Langkah Cepat Yang Dapat Dilakukan Untuk Kemajuan Pendidikan Tinggi :
Saat ini, universitas di Indonesia berada pada fase awal yang dialami universitas di Inggris, Amerika dan Australia pada awal mula diterapkannya model university for bureacratic excellence. Perangkat dan kebijakan pendukung model tersebut lagi gencar diterapkan dan universitas lagi sibuk berbenah menyesuaikan diri. Habitus baru dikondisikan sedemikian rupa, didukung pelembagaan model good university governance dan internalisasi nilai dan praktik manajemen publik baru. Apakah dampak dari pelaksanaan model ‘jiplakan” universitas Dunia Pertama itu mulai terlihat? Ada beberapa hal positif, tetapi banyak pula benih negatif yang bakal menyeruak beberapa waktu ke depan.
 
Sebagai contoh, restrukturisasi dan reorganisasi universitas sekilas memberikan manfaat dalam mengefisienkan dan mengefektifkan institusi perguruan tinggi, tetapi terkait pembagian klasifikasi PTN menjadi tiga kelas sosial (1) PTN, (2) PTN Badan Layanan Umum, dan (3) PTN Badan Hukum, sungguh memberikan pembenaran fenomena pembusukan universitas yang terjadi di Dunia Pertama. Pertama, pemerintah kemungkinan tak lama lagi bakal menerapkan kebijakan budget cuts pendidikan tinggi sesuai proyek pemandirian universitas tercapai. Perguruan tinggi bakal dipaksa untuk mencari sumber pendanaannya sendiri dan yang bakal jadi korban pertama adalah mahasiswa. Kedua, pembedaan kelas sosial PTN seperti memaksa sesama universitas yang dibiayai negara untuk bersaing terus menerus dan sebagaimana kita lihat yang kecil akan selalu tumbang dan hilang, sedang yang besar akan selalu menang dan kian membesar. Di sebuah grup media sosial yang anggotanya mencakup ribuan dosen Indonesia, keluh kesah mengenai isu-isu yang sama persis dengan yang dialami kolega dosen di universitas Dunia Pertama: beban mengajar yang kian berat, tuntutan publikasi yang tidak masuk akal, pekerjaan administrasi semacam form-filling yang berlebihan, hibah penelitian yang selalu dimonopoli oleh mereka yang kuat dan kakap, akreditasi serta sertifikasi yang semakin membebani institusi dan individu. 
 
BUAH PIKIRAN DARI KAMI SEBAGAI ANGAN-ANGAN UNTUK PEMBENTUKAN EKONOMI TERBARUKAN DALAM  BEBERAPA SEGMEN BIDANG EKONOMI ANTARA LAIN :
 
Bahwa APBN Bidang Pendidikan Tinggi Ristek, Kemenristek hanya memberikan sebagian besar kepada PTN yang jumlahnya sekitar 150-an PTN dan instansi lain didalam lingkungan kemenristek yaitu sebesar 93%, sedangkan alokasi untuk PTS yang jumlahnya sekitar 4450 PTS dialokasikan sisanya saja yaitu 7% (tujuh persen) dari keseluruhan anggaran untuk Kemenristek itupun bisa didapatkan oleh PTS melalui Hibah bersaing, jadi yang dapat hibah beruntung dan yang belum pernah dapat hibah tidak tahu kapan bisa dapat.
 
Inilah rencana APPERTI lewat bidang Usaha Kecil dan Menengah, Riset dan Publikasi berencana besar dalam jangka panjang untuk membentuk konsorsium dalam mengembangkan kampus serta dapat menyerap tenaga kerja lulusan PTS yang berjmlah jutaan mahasiswa tersebut, yaitu minimal mengurangi jumlah pengangguran intelektual dengan beberapa program antara lain :
 
PT. Bank (BPR) Nusantara yang melibatkan seluruh civitas akademika Perguruan Tinggi Swasta. Membangun Rumah Sakit Nusantara, yang dapat menampung lulusan pada bidang kesehatan dan jurusan lain. Membangun suatu sistim aplikasi on line yang berguna untuk masyarakat dalam kaitan sistem ekonomi dan perdagangan era digital, diantaranya.
 
Membangun APPERTI Mart – Toko Online. Membangun Properti Nusantara.
Membangun Apotek Nusantara yang dapat menunjang Rumah Sakit Nusantara. Membangun Pabrik Mobil – Mobil Produksi Nasional, yaitu untuk menampung para alumni lulusan teknik otomotif, elektronik; Pengembangan bidang Hi-Tech lainnya. Artinya pendirian bidang-bidang ini sedikitnya dapat menyerap puluhan ribu bahkan ratusan ribu almuni pada setiap PTS yang ada diseluruh Indonesia bila cabang-cabangnya dapat dibuka di setiap propinsi. 
 
Ini adalah tujuan utama dari Bidang UKM, Riset dan Publikasi APTISI didalam bersinergi bersama dengan semua bidang yang ada  dalam percepatan pembangunan ekonomi pembangunan khususnya bagi penyelenggara perguruan tinggi swasta di Indonesia.
 
Kesimpulan :
Bahwa Kemenristekdikti selama ini lebih fokus ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dimana PTN mendapat kuota anggara begitu besar sedangkan dipihak lain PTS di Indonesia kuota anggaran pengembangan pendidikannya sangat mimim termasuk anggaran untuk beasiswa bidikmisi dan bidang bantuan lainnya, padahal penyelenggara PTS (Yayasan) telah banyak berperan didalam menghasilkan lulusan dari PTS masing-masing dengan segala keterbatasan dana apalagi sudah suatu ketentuan bahwa sebuah Yayasan Pendidikan Tinggi dalam hal ini tidak dapat mengajukan kredit ke perbankan yang ada ini adalah merupakan suatu dilema bagi setiap yayasan sebagai pendiri dan penyelenggara suatu PTS. Padahal bahwa penyumbang APK tenaga dosen, tenaga kependidikan, juga mahasiswa mencapai sekitar 4 juta orang sebagai asset dari APTISI
Adapun Kuota dominasi dari realisasi anggaran bidang pendidikan dari APBN untuk setiap tahun anggarannya  Kemenristekdikti mengalokasikan sekitar 1,3 triliun Rupiah per PTN dan jumlah paling sedikit yang diterima sebuah PTN di kisaran angka  lebih dari Rp. 200 Milyar ,namun ironisnya bahwa berdasarkan data terkini tentang kemampuan PTN dan produktifitas suatu PTN di bidang riset dan publikasi tercatat bahwa ada sekitar 95% PTN terdata belum mampu membuat suatu jurnal yang bertaraf internasional, karena tercatat hanya sekitar 10 kampus PTN yang memiliki jurnal ilmiah internasional., dan sebagai pembanding dengan kami sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan dan sebuah Akademi Kebidanan yang terletak di sebuah kota kecil Tobelo, Kab. Halmahera Utara, Propinsi Maluku Utara, yang bisa dikatakan terletak dalam kategori daerah 3 T, justru mampu menciptakan, membuat suatu inovasi publikasi jurnal yaitu jurnal kesehatan, farmasi dan kedokteran tingkat internasional dengan nama International Journal of Health Medicine and Current Research (IJHMCR) yang ter-index Thomson Reuter. 
 
Kami juga sebagai institusi pernah diundang masuk data base untuk mendapat hibah phppts tetapi dengan alasan nilai tidak mencukupi maka jurnal kami ditolah untuk mendapatkan hibah, tapi tidak jelas nilai mana yang kurang, tapi ini semua adalah merupakan tantangan untuk kemajuan bagi kami akan selalu berinovasi yang terbaik demi bangsa dan negara dengan segala keterbatasan yang kami miliki.
Dan kami juga sedang mengembangkan suatu index internasional dengan nama International Arend Index (IAI), dan diharapkan melalui IAI ini bahwa sinergisitas bidang riset, penelitian dan publikasi internasional antar perguruan tinggi di Indonesia akan lebih baik didalam persaingan internasional dan semua ini kami persembahkan demi untuk perkembangan dunia riset dan penelitian bagi dunia pendidikan tinggi sehingga kita akan mampu bersaing dengan perguruan tinggi-perguruan tinggi negara lain.  
 
Bahwa Perlu penguatan ekonomi terbarukan didalam era globalisasi saat ini dengan mampu bersaing dalam persaingan berbagai aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi, APTISI harus mampu menyesuaikan diri dengan kondisi kehidupan terkini demi untuk kepentingan perguruan tinggi dan kehidupan masyarakat pada umumnya.
 


Reporter: Penulis

BERITA TERKAIT