Home / Opini

Memajukan Tambang

Ditulis oleh Ahlan Mukhtari Soamole (Penulis adalah pegiat Pertambangan)
18 September 2022
Ahlan Mukhtari Soamole, MT

    Upaya menuntut pelaksanaan pertambangan untuk kemakmuran dan kesejahteraan adalah tuntutan wajib, hal ikhwal berkaitan dengan amanah, supremasi kebijakan pertambangan tertuang dalam pasal 33 a untuk kemakmuran dan kesejahteraan adalah tuntutan wajib, hal ikhwal berkaitan dengan amanah, supremasi kebijakan pertambangan tertuang dalam pasal 33 ayat 3 bahwa bumi, air dan kekayaan alam terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan diperuntukkan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat.

Kewajiban itu mengharuskan setiap perusahaan untuk memperhatikan kesejahteraan jiwa dan raga masyarakat, terutama masyarakat lingkar tambang.

Ukuran memajukan tambang bukanlah ukuran teknis semata mengenai aktivitas penambangan mengubah wilayah, permukaan tanah, topografi alam dsb, memajukan tambang adalah ciri lain dari aktualisasi pertambangan untuk membangun negara, menopang sumber dana negara terutama impact pada pembangunan manusia.

Hal ini juga melibatkan peran aktif negara untuk menyongsong suatu aktivitas pertambangan berkelanjutan.

Salah satu patut terus-menerus dikembangkan ialah suatu pola iklim bisnis pertambangan berdasarkan pada sandaran pembangunan berkelanjutan yakni iklim investasi meliputi enviroitment, social, dan goverment. 

Sudah berulangkali terjadi ketika perusahaan pertambangan intensif melakukan eksploitasi lalai pada kebijakan lingkungan, masyarakat begitu resah dengan iklim investasi tak ramah pada lingkungan sebagaimana pada lingkungan tambang batubara kerapkali menemui berbagai keganjalan hingga kasus HAM, pada pertambangan nikel ingkungan air bersih, udara, rumah telah terkontaminasi debu tambang bertebaran.

Tantangan-tantangan itu merupakan problem tentu harus terjawab, ketika investasi digayang-gayang partisipatif dalam menumbuhkan ekonomi namun tak berpihak pada kemaslahatan kolektif, tentu sikap perlu diambil adalah menghentikan aktivitas itu dengan keyakinan, kesepakatan untuk kembali pada integrasi komitmen terhadap pembangunan lingkungan berkelanjutan.

Pertambangan memperhatikan pembangunan berkelanjutan dapat menghasilkan produksi material dengan tetap menjaga kelestarian asal material, ekosistem lingkungan, habitat siklus makhluk hidup, titik balik daripada produksi ialah produk unggul, pembangunan berkelanjutan tanpa proses pengendalian mutu dengan memperhatikan lingkungan, secara tak langsung ikut serta turut dalam merusak lingkungan seyogyanya adalah tanggung jawab negara dalam mengawasi aktivitas pertambangan sehingga tak merusak lingkungan tersebut. 

     Keterlibatan masyarakat secara kolektif dalam memutuskan sebuah langkah pada kebijakan untuk menerima perusahaan atau menolak adalah langkah strategis, masyarakat kolektif berarti tanpa alih-alih kepentingan sepihak kelompok, partisipasi aktif merupakan cara utama dalam membereskan suatu masalah fundamental yakni gerakan kolektif memicu dinamika konfrontasi sosial hal ini sebagaimana terjadi pada masyarakat Amerika Latin masyarakat adat, petani menolak tambang dengan upaya konfrontasi hingga perang.

Tentu, keterlibatan masyarakat itu dilandasi suatu legitimasi hukum di antaranya asas-asas partisipasi, transparansi, keterbukaan, akuntabilitas secara umum menjadi prinsip dasar untuk memberikan ide, gagasan, idealisme berkaitan lingkungan dan kemaslahatan.

Pada tataran pemerintah (goverment)adanya desentralisasi atas kebijakan pengawasan pada  pertambangan tentu memudahkan kordinasi dalam mengupayakan pelaksanaan pertambangan menurut Venti Eka Satya dkk (2020) desentralisasi diterapkan saat ini menyangkut bentuk politik, administrasi dan fiskal. Mengutip Dwipayana (2003) memberikan pendpat bahwa desentralisasi merupakan berlangsungnya perubahan mendasar menjadi karakteristik hubungan kekuasaan daeerah dengan pusat sehingga pemerintah daerah dapat diberikan kekuasaan untuk menghasilkan keputusan politik tanpa adanya  campur tangan pemerintah pusat. Kegiatan pertambangan alihalih memberikan pertumbuhan ekonomi diberikan kepada negara berupa penerimaan pada sektor pertambangan, menurut Rahardjo Adi Sasmita (2011) dikutip Venti Eka Satya dkk (2020) penerimaan negara dari pertambangan meliputi meliputi : (1). Penerimaan iuran (land rent) a. 16 persen untuk daerah provinsi bersangkutan, b. 64 persen kabupaten/ kota penghasil. (2). Penerimaan iuran eksplorasi dari iuran eksploitasi (royalti) terdiri dari (a). 16 persen untuk daerah bersangkutan (b). 32 persen untuk daerah kabupaten/ kota penghasil (c). 32 persen daerah kabupaten/ kota lainnya dalam provinsi bersangkutan.

Porsi negara dalam mengawal sumber pendapatan untuk penerimaan negara itu tentu pada gilirannya dapat memberikan kebermanfaatan untuk pembangunan manusia secara adil dan makmur, dengan adanya keprihatinan itu, investor dalam industri pertambangan tentu mematuhi hukum dan merealisasikan tanggung jawabnya, pemerintah menyiapkan iklim investasi terbuka dengan upaya keprihatinan kedua stake holder saling memberikan kepercayaan (trust) antara pemerintah-korporasi untuk kemaslahatan masyarakat (civil society) sehingga upaya memajukan tambang ialah memberikan kemaslahatan secara kompherensif terhadap manusia, alam dan lingkungan.

 (penulis)


Reporter: Penulis

BERITA TERKAIT