Home / Opini

Krisis Institusi

Oleh : Ahlan Mukhtari Soamole, MT
15 September 2022
Ahlan Mukhtari Soamole (Penulis adalah pegiat pertambangan)

    Pengurangan terjadi pada setiap aspek dialami dalam suatu peristiwa terjadi melampaui apa disebut diskursus semata yakni krisis, ungkapan krisis amat luas, krisis dapat berupa ancaman dekandensi maupun keterbelakangan, sehingga persoalan krisis apabila terjadi dapat menggoyahkan suatu stabilitas dianggap normal saja namun pada kenyataan krisis itu menimpa Indonesia pada 1997, 1998 berada pada fase krisis berkepanjangan terutama krisis kemanusiaan (dari kepemimpinan otoriter menyimpang) masa Soeharto kebebasan berpendapat terbungkam, kemerdekaan termarjinalkan, pada bersamaan krisis institusi sosial, ekonomi terjadi membuat Indonesia menjadi negara dibawah kaki para eksponen Barkley membuat krisis berdampak pada institusi ekonomi, berketergantungan pada dunia bekerja di bawah pengendali kebijakan luar negeri Amerika Serikat (AS).

Istilah institui politik, ekonomi kerap kita temukan dalam beberapa penelitian menggambarkan proses negara gagal (failed state) memiliki keterhubungan dengan peran institusi politik rusak, degradasi dan krisis membuat negara menjadi gagal.

Jared Diamond (2019) mengungkapkan krisis memiliki keterhubungan secara tak langsung di antaranya krisis individu dan krisis nasional. Krisis individu dialami seseorang menggambarkan sebuah krisis terjadi sama dengan krisis berdampak pada negara, sebagaimana misalnya individu dalam krisis sering menerima bantuan dari teman seperti halnya negara mengalami krisis dapat menerima bantuan dari negara sekutu.

Krisis kerapkali menghampiri setiap individu secara luas negara tentu mengalami krisis. Krisis individual mulai dari ekkonomi, keuangan, kompetensi, krisis emosional intelektual, krisis spritual berkaitan keimanan, semangat kedamaian, harmoni merupakan beberapa ciri krisis seringkali terjadi pada suatu individu manusia, alih-alih kebebasan, kemerdekaan adalah wujud cita idealuntuk memperolehnya namun bila krisis menyeliputi upaya itu tentu mengalami dekandensi moral maupun tindakan-tindakan dilakukan.

Krisis pada negara tak luput pula dari berbagai dekandensi moral politik dapat implikasi pada keterbelakangan ekonomi sebagaimana pada kekacauan moral politik berdampak pada konstelasi geopolitik dunia, perang Firlandia, Uni Soviet pada perang dunia kedua, perang Jerman-Soviet membuka tabir bahwasannya keterancaman, kekuasaan eksploitatif kepemimpinan otoriter memaksa dapat mengantarkan dunia pada tindakan pemnunuhan masal.

Sebagaimana dialami Firlandia pada 2 perang itu di antaranya Jerman dan Uni Soviet sekitar100.000 orang tewas sebanyak 94.000 orang Firlandia lainnya lumpuh, 30.000 wanita Firlandia menjadi janda, 55.000 anak yatim-piatu, dan 615.000 orang kehilangan rumah.

   Kini semenjak Firlandia menjalin perdamaian Firlandia membayar ganti rugi terhadap Uni Soviet dalam perekonomian kian krisis dari pertempuran berkepanjangan harus membereskan soal perekonomian, kesejahteraan, teknologi mutakhir, alih-alih kini Firlandia adalah negara besar, suply insyinyur terbanyak di dunia dan memiliki pendidikan bagus untuk menciptakan sumber daya manusia unggul siap bersaing secara global.

Firlandia negara dalam keterpurukan krisis mencekam telah mengambil langkah strategis terlepas dari ancaman krisis terutama krisis institusi ekonomi, politik dengan ketepatan, keteguhan untuk menjadi negara besar. 

 (penulis)


Reporter: Penulis
Editor: Fadli

BERITA TERKAIT