Home / Opini

Desa Sebagai Eskalator Ekonomi di Masa Pandemi Covid-19

Oleh : Baster Douglas Kareng (Kader GMKI/Ketua UKM PMK-Unkhair)
14 Agustus 2021
Baster Douglas Kareng

Sudah 15 bulan pandemi Covid-19 mewarnai kehidupan kita. Ratap tangis atas kepergian orang-orang tercinta (akibat Covid-19) terus terdengar dalam telinga kita hari-hari ini. Lantunan doa yang terus kita panjatkan kepada Yang Maha Kuasa, langkah demi langkah kita ciptakan dengan harapan agar secepatnya kita bisa melewati masa sulit ini. Namun apa daya, sampai saat ini seolah-olah kita hanya “jalan di tempat”, karena pandemi Covid-19 belum teratasi. Memang benar, untuk melangkah keluar dari masalah ini tidaklah semudah membalikan telapak tangan, tidak bisa dilakukan hanya seorang diri tetapi butuh kerjasama dan saling mendukung antar sesama.

    Berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah untuk menahan lajunya penyebaran virus ini, seperti menjaga jarak (social distancing), bekerja di rumah (work from home), hingga mengurangi mobilitas (reduce mobility). Namun, perlu untuk diketahui bahwa semua ini dapat menimbulkan dampak pada berbagai sektor kehidupan masyarakat, termasuk sektor ekonomi kota dan desa. Kebijakan yang mengharuskan masyarakat tetap menjaga jarak, bekerja dari rumah dan mengurangi mobilitas, tentu dapat mengurangi selera masyarakat untuk mengonsumsi barang dan jasa. Fenomena ini menyebabkan terjadinya penurunan penjualan sehingga banyak pelaku usaha harus memilih untuk menutup usaha (Soetjipto,2020). 

    Lumpuhnya ekonomi perkotaan sebagai akibat dari pandemi Covid-19 menyebabkan banyak yang harus menutup usaha atau kehilangan mata pencaharian. Hal ini membuat banyak orang (perantau) memilih untuk meninggalkan kota dan kembali ke desa. Dengan anggapan bahwa orang masih bisa bertahan hidup di desa daripada di kota. Menurut data Kemendesa dan PDTT bahwa hingga 31 Desember 2020, ada sebanyak 1.044.558 orang yang kembali ke desa. Mereka ini adalah orang-orang yang tercatat sebagai penerima bantuan alokasi dana desa melalui program Karya Tunai Desa (PKDT); (Kompas 23/05/2021). 

    Fenomena ruralisasi akibat pandemic Covid-19 merupakan suatu hal yang baik,  karena ini akan mengurangi masalah kemiskinan dan pengangguran yang disebabkan oleh urbanisasi. Namun fenomena ini juga bisa saja menimbulkan dampak negative bagi kehidupan masyarakat di desa. Jangan sampai kondisi ini hanya akan memindahkan masalah dari kota ke desa. Misalnya, desa yang selama ini berada dalam zona hijau (Covid-19) dapat menjadi zona merah (Covid-19) akibat adanya proses ruralisasi. Olehnya itu sangat diharapkan pengawasan ketat bagi mereka yang melakukan perjalanan dari kota ke desa. 

Selain itu, desa adalah suatu teritori terkecil, namun memiliki masalah yang sangat kompleks. Bahkan jumlah penduduk miskin di desa lebih banyak dibandingkan di kota, mencapai 15,26 juta orang (Badan Pusat Statistik,2020). Desa yang digadang-gadang sebagai wilayah yang kaya dengan sumber daya alam, namun seolah-olah itu hanya menjadi sebuah boomerang. Pertanyaannya, Jika kaya sumber daya alam, mengapa permasalahan kemiskinan di desa tidak teratasi.? 

Harus diakui bahwa selama ini pemberdayaan di wilayah perdesaan masih sangat minim. Akhirnya, desa yang selama ini memiliki banyak potensi, tidak banyak berkembang akibat masyarakatnya belum mampu mengelolah potensi-potensi tersebut. Oleh karena itu perlu adanya perhatian khusus pemerintah untuk memperioritaskan dan menjadikan desa sebagai basis Evindential dalam proses pembangunan. Pembangunan perdesaan yang dimaksud seperti pemberdayaan masyarakat untuk mengelolah potensi-potensi desa. Misalnya pemberdayaan masyarakat petani untuk mengelolah produk pertanian.

Tetapi Pembangunan pertanian selama ini belum mampu meningkatkan nilai tambah di perdesaan, sehingga penduduk desa umumnya hanya sebagai penghasil bahan baku, karena selama ini, hanyalah sektor pertanian yang diprioritaskan dalam pembangunan perdesaan. Hal tersebut menyebabkan peningkatan produksi pertanian di wilayah perdesaan tidak memiliki hubungan yang kuat dengan peningkatan pendapatan masyarakat. (Schutjer,1991). Berhubungan dengan itu Todaro (1998) menjelaskan bahwa meningkatkan pendapatan, produktivitas petani, dan output harus menjadi tujuan utama pembangunan pertanian dan perdesaan. Tetapi peran teknologi dan inovasi, kebijakan harga, dan kelembagaan ekonomi tidak bisa diabaikan.

Untunglah sebelum pandemic Covid-19 melanda, digitalisasi telah muncul lebih dahulu. Sehingga banyak aktivitas kita tidak terhambat. Bahkan sekarang ini, teknologi informasi dan komunikasi menjadi tulang punggung utama dalam mengahadapi pandemic Covid-19.  Ini juga sangat membantu kita dalam menyelenggarakan pilar protocol kesehatan, seperti mengurangi kontak fisik. Rilis Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukan bahwa dari 17 sektor berdasarkan lapangan usaha  hanya 6 sektor yang mengalami pertumbuhan. Tercatat bahwa sektor informasi dan komunikasi tumbuh paling tinggi mencapai 8,72%.

 Oleh karena itu, pemerataan infrastruktur digital di wilayah perdesaan adalah hal yang perlu untuk dilaksanakan, mengingat peran dan fungsinya sangat penting di masa ini. Jika perkembangan sektor pertanian dan perdesaan diikuti dengan kemajuan teknologi digital yang merata, maka akan terbukanya pasar digital yang akan mempermudah masyarakat desa untuk memasarkan produk-produk local, seperti pertanian. Hal ini juga dapat membuka lapangan usaha di wilayah perdesaan.

 (penulis)


Reporter: Penulis

BERITA TERKAIT