Home / Opini

Activity Based Working Kemenkeu, Apa dan Bagaimana Implementasinya?

Penulis : Kurniawan Ari Setyanto, Kasubbag Tata Usaha dan Rumah Tangga, Kanwil DJPb Prov. Maluku Utara
27 Desember 2021
Kurniawan Ari Setyanto

Sejak Maret 2020, Covid-19 telah menghantam setiap lini kehidupan manusia. Tidak hanya dari sisi kesehatan, namun juga dari sisi sosial, ekonomi, dan dunia kerja. Kebijakan lockdown yang diberlakukan semakin menghantam perekonomian masyarakat, dunia usaha dan negara. Ditengah kekhawatiran terhadap penyebaran COVID-19, masyarakat, dunia usaha, maupun pemerintah, dihadapkan pada kondisi yang mengharuskan untuk tetap produktif agar perekonomian tetap berjalan dan tidak semakin terdampak luas. Penanggulangan penyebaran COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional menjadi realita yang harus dihadapi setiap negara.

Fleksibilitas menjadi isu menarik sebagai salah satu langkah strategi dalam menghadapi dampak pandemi COVID-19, termasuk mencakup fleksibilitas dalam bekerja. Secara teori, Burnet dll (2019) mengemukakan bahwa gagasan fleksibitas mencakup sejumlah besar praktik kerja seperti pembagian tugas, ruang fleksible, waktu fleksibel, dan bekerja di rumah. Isu fleksibilitas semakin mengemuka seiring dengan instruksi Presiden Jokowi terkait bekerja dari rumah (work from home) bagi Aparatur Sipil Negara, yang kemudian ditindaklanjuti dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 19 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Aparatur Sipil Negara dalam Upaya Pencegahan COVID-19 di Lingkungan Instansi Pemerintah. 

Fleksibilitas di Kementerian Keuangan

Seiring dengan semakin beratnya tugas dan tanggung jawab Kemenkeu/Kemenkeu dalam mengelola keuangan negara untuk pemulihan kondisi sosial maupun ekonomi, serta sebagai respon atas instruksi Presiden, Menteri Keuangan Sri Mulyani mendorong diterapkannya New Thingking of Working (NTOW) di lingkungan Kemenkeu. Staf ahli Bidang Organisasi, Birokrasi dan Teknologi Informasi Kemenkeu, Sudarto, menyatakan bahwa sejak tahun 2018, Kemenkeu telah menggagas konsep NTOW, dimana pegawai diberikan fleksibilitas terkait waktu, tempat dan ruangan bekerja dengan dukungan teknologi informasi. NTOW merupakan konsep fleksibilitas dengan pemanfaatan teknologi informasi. Termasuk didalamnya adalah Acitivity Based Working/ABW sebagai implementasi fleksibilitas ruang bekerja, Flexible Working Space/FWS sebagai implementasi fleksibilitas tempat, dan Flexible Working Hours/FWH sebagai implementasi fleksibilitas waktu. “New Thinking of Working bukan hanya kita memanfaatkan teknologi, tapi bagaimana membentuk mindset atau sikap kerja dengan nilai-nilai yang tetap terjaga dalam melaksanakan tugas dengan cara yang berbeda”, ujar Sri Mulyani.

Activity Based Working Kementerian Keuangan

Salah satu bentuk implementasi NTOW Kemenkeu yaitu Activity Based Working/ABW. ABW merupakan transformasi strategi dalam bekerja yang memberikan fleksibilitas pengaturan ruangan untuk berbagai aktivitas/proses bisnis sesuai dengan lingkungan yang berbeda, apakah solo work, collaboration, learning, dan socializing and rejuvenation. Dalam Inisiatif Strategis Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Kemenkeu, ABW bertujuan untuk membangun trust building, work life balance, menciptakan lingkungan kerja yang lebih nyaman, cair dan kolaboratif, serta meminimalisir opportunity cost ruang kantor, dengan tetap berorientasi pada peningkatan kualitas kerja.

Dikutip dari beberapa sumber, konsep ABW pertama dicetuskan pada tahun 1983 oleh seorang arsitek Amerika Robert Luchetti yang memadukan beberapa aktifitas kegiatan dalam suatu area yang sama. Adalah Erik Velhoden yang kemudian dianggap sebagai “leaders in activity-based working”, seorang konsultan Belanda dari Veldhoen co yang mulai mengusung konsep ABW di Belanda bermitra dengan salah satu perusahaan asuransi terbesar di Belanda, Interpolis. Konsep ABW yang diusung dimulai dengan penataan ruang kerja, membongkar meja kerja, serta mendorong para manajer untuk memberikan kebebasan para karyawan untuk memilih kapan dan dimana mereka bekerja, serta berapa lama bekerja, dengan tetap menekankan pada ketercapaian output, “as long as the work gets down”, yang kemudian menjadi motto Interpolis pasca implementasi ABW. 

Implementasi ABW di Kemenkeu dimulai dari lingkup Kantor Pusat Kemenkeu. Beberapa instansi yang telah menerapkan yakni, Dit. Audit KC DJBC, Dit. PPK BLU DJPb, Sekretariat lembaga National Single Window, Sekretariat BPPK, Dit. KITSDA DJP, Biro Organta Setjen, CTO Setjen, Sekretariat DJKN, Inspektorat 7, Dit. PRKN DJPPR, Dit. ESI DJPK, Dit. PNBP SDA KND DJA, Sekretariat BKF, serta beberapa instansi vertikal Kemenkeu di daerah salah satunya adalah KPKNL Ternate.

Tantangan Implementasi ABW

Direktur Jenderal Perbendaharaan, Hadiyanto, kemenkeudalam sebuah sesi wawancara mengemukakakn bahwa implementasi NTOW baik terkait ABW maupun FWS memiliki timeframe yang panjang, keberhasilannya belum tentu akan terlihat dalam jangka pendek. Oleh sebab itu, perlu komitmen kuat dari seluruh pihak. Beberapa tantangan yang dihadapi dalam penerapan ABW, antara lain yakni:

kebutuhan anggaran yang besar : Perubahan konsep desain ruang kerja dari konsep tradisional menjadi ABW membutuhkan anggaran yang besar, untuk penataan ruang, penyedian meubelair baru, alat pengolah data yang mendukung fleksibilitas, maupun penyediaan fasilitas pendukung lainnya. Sebagai instansi pemerintah, alokasi belanja modal untuk pemenuhan sarana prasaran tersebut tidak selalu tersedia setiap tahunnya, kalaupun tersedia sangat terbatas. 

Perubahan mindset/budaya kerja : Setiap inovasi baru yang muncul tentu dihadapkan pada resistensi yang muncul, utamanya dari internal kantor. Contohnya adalah perubahan dari ruang kerja cubical menjadi open space, menuntut penyesuaian terhadap volume suara pada saat berbicara maupun menelepon. Kebijakan non dedicated seat, Clear desk, termasuk menyimpan berkas dokumen pada loker pribadi maupun lemari penyimpanan arsip menuntut adanya penyesuaian atas kebiasaan menaruh berkas di meja atau ruangan pribadi. “Tidak mudah menawarkan sebuah konsep baru yang bertentangan dengan norma-norma sebelumnya. Tidak mudah untuk memperkenalkan inovasi. Itu yang menjadi tantangan bersama. Kalau kita hendak menyesuaikan dengan perkembangan zaman, tentunyaa kita harus lebih terbuka terhadap inovasi”, ujar Herfan Brilianto, Digital Tranformation Officer I, Kemenkeu. Secara tidak langsung rules of the game akan tercipta sebagai bentuk adaptasi atas kebiasaan baru.  

Pemanfaatan Teknologi Informasi : Konsep ABW sangat mengedepankan fleksibilitas. Oleh sebab itu pemanfaatan teknologi informasi menjadi hal yang sangat penting. Sarana dan prasarana yang dibangun dalam konsep ABW harus sudah mempertimbangkan digital workplace, seperti penggunaan laptop, cloud data, kekuatan jaringan data termasuk penggunaan wireless sebagai akses data, hingga aplikasi-aplikasi yang mendukung kinerja. Sementara di sisi lain, sebagian pegawai dimungkinkan masih “gaptek”, yang terbiasa dengan sistem kerja manual.

Strategi Implementasi ABW Kementerian Keuangan

Menghadapi berbagai tantangan dalam implementasinya, tentunya membutuhkan effort yang luarbiasa, serta komitmen yang kuat dari para pimpinan untuk merencanakan, mendesain dan membangun setiap tahapan implementasi ABW. Dari sisi keterbatasan anggaran, yang diperlukan adalah penyesuaian dengan fasilitas serta optimalisasi BMN yang sudah ada saat ini (efisiensi). Sejatinya, Kemenkeu telah menyusun roadmap kebutuhan ABW pada setiap instansi, meliputi Zona Utama dan Zona Pendukung. Zona Utama merupakan area kerja pegawai dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, yang meliputi ruang kerja pimpinan, ruang sekretaris, ruang Front Office, ruang kerja khusus, ruang kerja utama, area kerja khusus, ruang kerja bersama, dan ruang layanan. Sementara Zona Pendukung adalah fasilitas kerja yang dapat mendorong optimalnya pelaksanan tugas pegawai, meliputi : ruang aula, ruang rapat utama, ruang kolaborasi, area bersama (ruang loker, ruang penyimpanan, quite room/focus booth/private call booth), care room, ruang relaksasi, ruang makan), serta ruang penunjang (tempat ibadah, toilet, ruang server, dapur, lift, tangga darurat dan ruang lainnya). Secara bertahap, penataan ruangan dan penyediaan fasilitas-fasilitas tersebut dapat disempurnakan dan dilengkapi menyesuaikan anggaran yang tersedia setiap tahunnya. Oleh sebab itu, setiap penyusunan perencanaan penganggaran harus mengakomodir kebutuhan ABW. Demikian pula pada setiap pelaksanaan pekerjaan rehabilitasi maupun pemeliharaan gedung dan bangunan, sebisa mungkin diarahkan agar sesuai dengan konsep ruangan yang mendukung ABW. 

Penerapan ABW tidak hanya berfokus pada perubahan desain ruangan kerja, namun juga wajib diikuti oleh perubahan mindset/budaya kerja dari setiap pegawai dan juga pemanfaatan teknologi informasi yang optimal. Perubahan mindset tentunya tidak hanya kewajiban pimpinan, namun juga perlu komitmen bersama dari setiap pegawai, yang secara perlahan namun pasti diarahkan untuk bisa dan mampu menyesuaikan dengan kebiasaan-kebiasaan baru. Setiap pimpinan harus mampu membangun kultur organisasi yang adaptif terhadap perubahan, serta senantiasa belajar terhadap setiap perubahan yang terjadi. “Perubahan di Kemenkeu hanya akan terjadi apabila institusi ini dan manusia-manusianya keep learning”, ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam bincang transformasi Unlocking the Future of Learning.

Terkait pemanfaatan teknologi, Digital Workplace di Kemenkeu telah menjadi bagian dalam roadmap Kemenkeu. Setidaknya Kemenkeu telah membangun Digital Workplace dalam 4 aspek, yakni aspek aplikasi melalaui pembangunan Office Automation Kemenkeu dan aplikasi-aplikasi lainnya berbasis web, aspek teknologi data centre yang mencukupi untuk kebutuhan operasional sistem proses bisnis Kemenkeu, aspek perangkat pengguna yang dilakukan secara bertahap melaui penggantian personal computer menjadi laptop maupun perangkat lainnya yang mendukung mobilitasi pegawai, serta aspek jaringan melalui penyiapan akses jaringan intranet dan internet yang cukup memadai di seluruh instansi pusat dan vertikal. Selain itu, regulasi dan perubahan Standart Operating Procedure/SOP yang mendukung pemanfaaatn teknologi juga telah dan akan terus disempurnakan agar tidak saling bertentangan.

Kesimpulan

Seberapa tepat penerapan ABW pada suatu instansi memang masih menjadi perdebatan. Namun demikian, Veldhoen Company Netherlands dalam penelitiannya menjelaskan bahwa ABW memberikan manfaat yang beragam terhadap perusahaan yang telah menerapkannya, antara lain : 10% - 15% peningkatan produktifitas, 30%-45% penurunan penggunaan ruangan per m2, 40%-80% penurunan biaya secara keseluruhan, dan 10% peningkatan komitmen pegawai. 

Beberapa hal besar telah dipersiapkan Kemenkeu dalam mengusung fleksibilitas, termasuk implementasi ABW. Penerapan ABW di Kemenkeu diharapkan dapat berhasil, serta bermanfaat dalam mendorong efisiensi dan optimalisasi penggunaan ruangan, menciptakan birokrasi yang kolaboratif dan komunikatif, meningkatkan kenyaman pegawai dalam bekerja dan memberikan pelayanan kepada stakeholder, yang semuanya bermuara pada peningkatan daya kreasi, inovasi, dan produktivitas pegawai. Penulis meyakini, konsep ABW yang diimplementasikan di Kemenkeu akan mampu memberikan banyak perubahan yang berarti terhadap kinerja pegawai maupun kinerja organisasi Kemenkeu.

 (penulis)


Reporter: Penulis
Editor: Fadli

BERITA TERKAIT