Home / Olahraga

Kelompok Supporter Malut United Protes Keputusan Komdis PSSI

Laskar Sibela Bacan Desak PSSI Cabut Sanksi Terhadap Yakob Sayuri
07 Desember 2025
Yakob Sayuri (kiri) korban rasis yang justru dihukum Komdis PSSI

TERNATE, OT - Sejumlah kelompok supporter di Maluku Utara meminta Komisi Disiplin (Komdis) PSSI mencabut kembali keputusan sanksi terhadap pemain Timnas Yakob Sayuri yang bermain untuk Malut United.

Mereka menilai Komdis tidak adil dan merugikan yang bersangkutan (Yakob). Pemain timnas itu adalah korban rasisme tetapi malah diberikan hukuman sanksi tidak bermain dalam tiga laga.

Laskar Sibela Bacan satu satu kelompok Suporter Malut United yang bermarkas di Bacan Kabupaten Halmahera Selatan itu menilai keputusan Komdis tidak didasari rasa keadilan.

Juru bicara kelompok supporter Laskar Sibela Bacan, Galin Pratama menilai, Komdis harus menelaah dan mencermati peristiwa atau insiden di stadion Indomilk Arena secara utuh.

"Harus dilihat secara utuh, harus menerima informasi secara jelas, jangan hanya sepihak. Karena hukuman bagi kaka Yakob terkesan dipaksakan," tegas Galin dalam keterangan resminya yang diterima redaksi indotimur.com, Minggu (7/12/2025) di Ternate.

Laskar Sibela secara tegas meminta Komdis PSSI untuk segera mencabut keputusan sanksi terhadap Yakob Sayuri karena menjatuhkan hukuman tanpa mendengar informasi secara utuh. "Proses banding juga tidak diterima, ini sebenarnya ada apa?" tanya Galin seraya menyatakan percuma mengkampanyekan Stop Racism dalam setiap laga di BRI Super League.

Galin menilai kampanye Stop Racism yang digaungkan PSSI tidak akan berdampak jika pelaku rasisme justru dilindumgi dan korban mendapat sanksi.

Sementara itu, Ketua Salawaku, Iksan Do Yasin membeberkan kronologi yang terjadi usai duel Persita Tangerang kontra Malut United FC pada Pekan ke-13 BRI Super League di Stadion Indomilk Arena, Kabupaten Tangerang, Minggu (23/11/2025) bulan lalu.

Kronologis kejadiannya kata Iksan Do Yasin, keributan di tunnel bermula setelah laga Persita Tangerang vs Malut United seorang individu mengaku sebagai wartawan mengenakan Id card resmi tiba-tiba masuk ke area steril yang hanya boleh diakses pemain dan official.

Kehadiran bukan saja melanggar aturan keamanan, tetapi juga memicu ketegangan, karena oknum tersebut sempat merekam dan memprovokasi pemain. Pada saat itulah Yakob Sayuri mencoba menegur dan meminta orang tersebut keluar dari area yang tidak seharusnya ia masuk sekalipun sebagai wartawan apalagi tidak menggunakan id card resmi.

Kehadirannya di area terbatas itu memicu reaksi dari pemain dan staf Malut United karena ia sempat merekam dan memprovikasi pemain.

“Yakob Sayuri mencoba mengusir orang tersebut, namun individu itu menolak dan mengeluarkan ucapan bernada rasis. Ceksok pun terjadi, dan insiden inilah yang kemudian berunjung pada sanksi larangan bermain Yakob Sayuri,” ceritanya.

Tak hanya itu, belum sempat situasi mereda, beberapa official Persita yang juga tidak menggunakan ID Card resmi ikut masuk ke area tunnel. Masuknya pihak tanpa identitas ini membuat tempat yang seharusnya steril menjadi penuh sesak.

Perdebatan mulai memanas, dan suasana menjadi tidak kondusif. Ketidateraturan ini menjadi salah satu penyebab utama keributan membesar karena tidak ada kontrol akses yang jelas di area tersebut.

“Ditengah kericuan itu, Yakob Sayuri justru menjadi pihak yang paling dirugikan. Ia menerima ucapan bernada Rasis dari oknum tak beridentitas tadi, sebuah perlakuan yang seharusnya sama sekali tidak boleh terjadi di sepakbola professional,” tambah Nyong Barakati Sekjen Salawaku.

Yang sangat disayangkan, kata dia, pelaku rasisme justru mendapat perlindungan atau dukungan atas tindakan tidak pantas tersebut. Sementara Yakob Sayuri malah dijatuhi sanksi larangan bermain selama tiga pertandingan.

Sayangnya perlakuan tak adil terhadap Yakob Sayuri, klub tidak diberi kesempatan untuk menajukan banding atas hukuman itu. Sementara Persita Tangerang tidak mendapat hukuman apapun dari Komsi Dispilin (Komdis).

“Situasi ini menempatkan Yakob Sayuri seorang pemain timnas yang selalu memberikan totalitas untuk klub dan negara, dalam posisi sangat tidak adil. Dia menjadi korban provokasi dan rasisme, namun justru menjadi pihak yang menerima hukuman paling besar,” ungkap Nyong Barakati.

 (fight)


Reporter: Gibran

BERITA TERKAIT