DARUBA, OT - Masyarakat kecamatan Morotai Jaya kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara (Malut), khususnya di desa Towara, Gorugo, Pangeo dan Loleo, tetap berkomitmen menolak perusahaan tambang pasir PT. Karunia Arta Kamilin.
Ketua Forum Masyarakat Penolakan Tambang Pasir Besi (FMPTPB) Jamalu Piong menyampaikan, meskipun pada tanggal 30 November lalu perwakilan masyarakat dari empat desa telah mengikuti rapat yang diselenggarakan oleh Komisi Penilaian Amdal Pemprov Malut terkait pembahasan tentang AMDAL, RKL dan RPL yang dihadiri pula pihak PT. Karunia Arta Kamilin dan PT. Ausindo di Ballroom Hotel Muara Ternate, masyarkat empat desa tetap menolak investasi tersebut, karena dapat merusak lingkungan.
"Kami masyarakat di empat desa di Kecamatan Morotai Jaya tetap menolak investasi pertambangan pasir besi di desa kami, karena ini dapat membawa dampak lingkungan selamanya," ujar Jamalu pada indotimur.com, Rabu (05/12/2018).
Penolakan tambang pasir besi oleh warga empat desa, kata dia, diputuskan dalam rapat bersama yang digelar pada tanggal 3-4 Desember kemarin. "Dalam rapat tersebut menghasilkan sebuah rekomendasi penolakan dengan beberapa poin yang sudah disampaikan saat rapat pertemuan di Ternate pekan kemarin," ujarnya.
Kata dia, surat penolakan masyarakat dan surat keputusan BPD sudah disampaikan ke dinas lingkungan hidup Provinsi Malut, dinas pertambangan, Perikanan dan kelautan, dan Dinas Pariwitas Pemprov Malut serta pihak perusahaan.
"Pada saat rapat pembahasan AMDAL, RKL dan RPL di Ternate, kami sudah sampaikan dengan tegas sikap masyarakat empat desa menolak rencana pengelolaan pasir besi yang di desa kami," tegas jamalu.
Menurutnya, tambang ini bertentangan dengan UU, yakni Perda RTRW Provinsi Malut nomor 2 tahun 2013, RZWP3K Provinsi Malut, Perda nomor 2 tahun 2018, peraturan Presiden nomor 34 tahun 2015 dan nomor 77 tahun 2014 tentang pemanfaatan tata ruang Kabupaten Pulau Morotai dan arah kebijakan diarakan 3 kawasan strategi yakni perikanan/kelautan, pariwisata bahari dan pertahanan keamanan sebagai wilayah perbatasan Negara.
"Dari sisi aturan saja sudah bertentangan, kemudian menjadi pengalaman pada tahun 2016, IUP yang dikeluarkan oleh Pemprov Malut itu bermasalah sampai berunjung di KPK," tandasnya.
Dia mengaku, meskipun dalam pertemuan sebelumnya, investor dan Pemprov Malut menjelaskan beberapa metode pengelolaan di sektor pertambangan, masyarakat tetap menolak. "Pengelolaan tambang pasir besi dengan metode dan teknologi apapun kami masyarakat desa Towara, Gorugo, Pangeo dan Loleo dengan sikap tegas menolak," tegasnya.
Untuk itu, dirinya meminta Pemprov Malut agar membatalkan izin PT. Karunia Arta Kamilin yang rencana akan menggarap pasir besi di Morotai. "Kami minta kepada Pemprov Malut agar IUP Eksplorasi dicabut," tegasnya.
Sementara terkait dengan sikap lima kepala Desa (Kades) yang mengatasnamakan masyarakat lingkar tambang menyetujui investasi pasir besi akan diproses secara hukum.
"Ada lima Kades, yaitu Kades Loleo, Kades Pangeo, Pj Kades Gorugo, Kades Lusuo dan Kades Korago, mengatasnamakan masyarakat lingkar tambang, kami akan proses hukum dan kami masyarakat minta kepada Pemkab Morotai dan DPRD Morotai agar 5 kepala Desa dicopot dari jabatan," katanya.(hiz)