Home / Berita / Hukrim

JPU Hadirkan 4 Petinggi Perusahan Tambang Dalam Sidang Lanjutan Kasus Suap AGK

26 Maret 2024
Empat petinggi salah satu perusahan tambang di Maluku Utara saat menjalani sidang sebagai saksi

TERNATE, OT - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan empat orang saksi dalam sidang terdakwa Stevi Thomas Cs atas perkara dugaan suap dan gratifikasi Gubernur nonaktif Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK), pada Senin (25/3/2024) di ruang sidang Pengadilan Negeri Ternate.

Empat orang saksi itu adalah, Mufti Sodik selaku Manajer Teknis Kehutanan dan Compliance, Tus Febrianto selaku mantan Manager Kawasan Industri, Hotbataham Mordikhai selaku General Manager dan Rifan Kurniawan Le selaku Head Of HRGA.

Mufti Sodik dalam kesaksiannya menuturkan, Trimega merupakan perusahan yang beraktifitas di bidang pertambangan. 

"Tugas saya menyiapkan dokumen adminitrasi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH)," kata Mufti dalam kesaksiannya.

Menurut dia, untuk mendapatkan pertimbangan teknis dan rekomendasi pihaknya mengajukan permohonan ke Pemerintah daerah (Pemda) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara dalam hal ini Gubernur. 

Dia mengaku, membuat konsep untuk sepanjutnya dikirim ke pimpinan, kemudian pimpinan menyampaikan untuk koordinasi dengan Stevi. "Hubungan pak Stevi dan Gubernur saya tidak tahu," akunya.

Mufti juga mengaku, pernah menyumbangkan uang sebesar Rp20 juta melalui rekening panitia karena ada proposal kegiatan Hari Bhakti Rimbawan yang telah disampaikan, "kemudian juga ada arahan dari pak Stevi. Itu diambil dari perusahan. Saya pernah menyumbangkan 20 juta," ungkapnya.

Dalam kesaksiannya, Mufti juga mengaku ada kendala atau kekurangan (perbedaan sumber peta), karena itu sebagai syarat pertimbangan untuk menjadi rekomendasi. 

"Tidak ada kendala izin yang bertentangan dengan hukum. Semua harus dilengkapi sesuai peraturan," jelasnya.

Sedangkan pertemuan atau koordinasi dengan Pemda Malut, dia mengaku sesuai arahan dari pimpinan semua melalui Stevi. 

Tus Febrianto dalam kesaksiannya menyatakan, sudah tidak mengetahui terkait permasalahan tersebut karena telah resign. Selain itu sewaktu masih kerja juga tidak mengetahui perubahan jalan. 

Sedangkan untuk komunikasi dengan Yerri itu mengenai tata ruang, karena di sana Proyek Strategi Nasional (PSN) dimana salah satu syarat yakni tata ruang.

"Saya hanya mengurus izin kawasan industri. Tapi setelah itu dalam proses resign saya limpahkan ke tim yang menggantikan saya. Kita tidak punya kepentingan revisi RTRW," terangnya.

Dia juga menerangkan, kawasan Industri harus disesuaikan dengan RTRW di daerah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23. "Ini menjadi dasar untuk perubahan RTRW sesuai PSN (Proyek Strategi Nasional)," sebut Tus Febriyanto.

Sementara Hotbataham Mordikhai menjelaskan, untuk izin pinjam pakai hutan ada di pusat kalau di daerah hanya rekomendasi. "Saya baru bergabung tahun 2023 itu sudah selesai semua," ucapnya. 

Kata dia, pertemuan yang diinsiasi itu hanya untuk mengkonfirmasi  data dengan Pemprov. Dalam pertemuan itu sudah ada persamaan dan tidak ada hambatan-hambatan. "Saya tidak mengetahui jelas terkait pembangunan jembatan," tuturnya.

Hotbataham menambahkan, pertemuan dengan Daud dan Yerri di Jakarta karena kebetulan ada kegiatan di Jakarta. "Kemudian pak Yerri mengundang untuk bertemu, kalau mereka tidak di Jakarta kita akan datang ke Ternate," aku Hotbataham.

"Tapi karena pak Daud dan Yerri membawa tim jadi kita langsung bertemu di Jakarta," tambahnya.

Rifan Kurniawan L mengaku, saat itu sekitar tahun 2021 Stevi memintanya untuk print surat namun isi surat tidak begitu diingat. "Usai print saya langsung taru (letak) di meja," tandasnya.

 (ier)


Reporter: Irfansyah
Editor: Redaksi

BERITA TERKAIT