Home / Indomalut / Halbar

Kasus DD Tuada, SPMPK: Bupati dan Wabup Halbar Jangan Hanya Janji

08 November 2017
Ilustrasi

JAILOLO, OT- Persoalan dugaan penyalahgunaan dana desa (DD) Tuada tahap II tahun 2016 sudah bukan kabar baru bagi Pemkab Halbar, terutama Bupati Danny Missy, Wakil Bupati Ahmad Zakir Mando dan Kepala Inspektorat Julius Marau.

Pasalnya, persoalan ini sudah dilaporkan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD), tidak terkecuali masyarakat Tuada ke Pemkab, bahkan sudah menjadi temuan Inspektorat Pemkab Halbar.

Anggota Solidaritas Pemuda Mahasiswa Peduli Kampong (SPMPK) Tuada, Rislan M. Zen berharap Bupati segera mengambil tindakan tegas dengan menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan (LHP) Inspektorat atas DD Tuada tahun 2016.

“Dalam kesempatan aksi yang kami gelar Juli lalu, bapak Bupati Danny Missy pernah berjanji akan menindaklanjuti setiap dugaan penyalahgunaan DD kalau ada laporan BPD disertai LHP Inspektorat. Dua data yang disebutkan Bupati sudah ada, jadi kami berharap ada langkah kongkritnya,” ujar Rislan.

Problem di Tuada kata Rislan melalui rilis yang diterima media ini, Rabu (8/11/2017), bukan saja terletak pada praktik penyabotan uang rakyat oleh kepala desa Iksan Faruk, akan tetapi lebih dari itu. Pelanggaran aturan dalam segala aspek roda pemerintahan. Hal ini merupakan bentuk krisis kepemimpinan yang harus menjadi blue print bagi Pemda Halbar untuk disikapi.

“Misalkan pengangkatan perangkat desa tidak sesuai pasal 65 PP 43 tentang pelaksanaan UU 6/2014 tentang Desa. Perangkat desa diharuskan usia minimal 20 tahun dan maksimal 42 tahun," jelasnya.

Di Tuada, kata dia, sebagian besar perangkat desanya di atas 45 tahun. Kemudian problem lainnya adalah penyusunan APBDes Tuada melanggar PP 47 tahun 2015 tentang perubahan PP 43 tahun 2014 jo Permendagri 113 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa jo pasal 114 dan 116 Permendagri nomor 29 tahun 2006 tentang pedoman penyusunan peraturan desa.

“Kades buat APBDes secara sembunyi-sembunyi dari masyarakat. Masyarakat bahkan BPD baru ketahui setelah program dan kegiatan dipajang melalui info grafis,” sambung dia.

Tak hanya itu, program dan kegiatan yang sudah dianggarkan dalam APBDes tidak pernah dilaksanakan di lapangan, tapi ironisnya anggaran dari program tersebut terealisasi 100 persen. Kenyataan itu terjadi pada DD tahap II 2016, antara lain, anggaran penyelesaian tapal batas senilai Rp 20 juta, insentif dan operasional kader posyandu, guru PAUD, guru ngaji, badan syara, dan majelis ta’lim dengan total anggaran Rp 20 juta lebih yang tidak pernah diberikan kepada pihak yang berhak.

“Lalu pembuatan gajebo di lokasi pariwisata sebanyak 9 unit masing-masing berukuran 2x2 sebagaimana dalam RAB dengan pagu anggaran Rp 46.541.000, realisasi fisik di lapangan hanya 7 unit,” papar dia.

Lebih lanjut Rislan menyebut, pembuatan jalan setapak di RT 04 dengan volume 150 x 2 meter pagu anggaran Rp 110.000.000.  di mana pada pencairan DD 60 persen tahap pertama tahun 2016 oleh pemdes sebelumnya sudah realisasikan fisik kegiatan 50 persen dengan anggaran Rp 50.802.000, sisa pekerjaannya dengan nilai Rp 59.198.000 akan dituntaskan pada DD tahap dua di bawa kepemimpinan Iksan Faruk. Namun, ironisnya hingga akhir tahun anggaran 2016 fisik pekerjaan tidak pernah dilaksanakan, lalu anggarannya di kemanakan?

“Juga persoalan pungutan liar di Pariwisata Tuada. Dalam karcis masuk itu tercantum perdes retribusi. Padahal di Tuada selema ini belum ada satu Perdes yang dibuat pemdes," jelasnya.

Sudah begitu, lanjut dia, pengelolaan anggaran retribusi tidak jelas. Disinyalir pemdes dan oknum tertentu di desa manfaatkan uang karcis untuk kepentingan mereka. "Ini kan rusak namanya. Semua masyarakat berkeinginan desanya maju dan dikenal masyarakat luas, akan tetapi manajemennya bukan seperti di Tuada saat ini yang tidak ingin terbuka, padahal keterbukaan adalah suatu keharusan terutama mengenai pengelolaan DD sebagaimana isyarat PP 43/2014, bukan diam-diam dan sembunyi-sembunyi,” ungkapnya.

Pelayanan pemdes juga menjadi problem tersendiri yang sampai sejauh ini tidak mampu diselesaikan oleh Kades. Bahkan Kades lebih fokus berkantor di luar desa ketimbang di kantor desa.

"Kades berdiam diri di desa ketika ada agenda kunjungan pihak terkait ke desa. Bilamana agenda tersebut usai maka kades pun ikut menghilang," katanya.

“Pergi pagi pulang malam, inilah salah satu kebiasaan kades Tuada. Kami heran, kantor desanya di Tuada tapi kadesnya hari-hari keluar dari desa dengan pakaian dinas dan pulangnya petang hingga malam, ini urusannya apa saja sih kades kok tidak bisa fungsikan kantor desa sebagaimana mestinya,” heran dia.

Disaat bersamaan, masyarakat mengalami krisis air bersih yang sudah kurang lebih enam bulan pelayanannya macet. Kenyataan ini tidak pernah menjadi perhatian pemdes untuk diatasi. Pemdes acapkali beralasan kekosongan anggaran menjadi penyebab macetnya pelayanan tersebut.

“Ini problem pelayanan yang bagi kami krusial sebab nyaris membuat sesama warga bentrok. Tapi lebih anehnya kades tidak menganggap itu adalah persoalan serius,” ucapnya.

Dia menambahkan, terkait tindakan warga yang berkeinginan memboikot aktifitas pariwisata dengan membakar ban bekas di tengah jalan beberapa waktu lalu juga bagian dari ekspresi kekecewaan terhadap kades.

“Bagaimana mungkin warga menerima jika anggaran desanya dikabarkan digunakan oleh kades dan oknum tertentu di desa untuk hajatan organisasi (Musda DPD KNPI Halbar, red) yang tidak ada kaitannya dengan kebutuhan desa dan masyarakat. Sudah pasti ada reaksi yang bisa berpotensi memicu konflik. Kabar ini bukan sekadar kabar angin tapi pengakuan langsung bendahara desa. Ini bagi kami miris,” kesalnya.

Lebih jauh menurut dia, ketidapahaman dalam memimpin dan arogansi sebagai kades menjadi biang kerok problem di desa semakin hari kian bertambah. Olehnya itu, Bupati Danny Missy tidak harus memandang sebelah mata terhadap persoalan di desa Tuada, sebab jika terus dibiarkan masyarakat dan desa akan menjadi korban.

“Dapat referensi dari mana ketika masyarakat mengkritik tindakan kades yang melanggar aturan dibilang iri. Sudah begitu menyewa mahasiswa dari Unkhair yang bukan orang Tuada untuk membuat demonstrasi tandingan dengan menuduh kami yang mengkritiknya sebagai provokator, ini lucu," katanya.

Apa yang disampaikan kata dia, berdasarkan data dan regulasi yang jelas, maka dirinya minta pihak pemdes buat argumentasi tandingan dengan aturan dan data yang jelas pula terhadap problem yang terjadi saat ini. "Kami pastikan kades dan para kroninya tidak berani, karena memang kenyataannya mereka salah dan langgar seluruh aturan,” tandas Rislan.

Selain Bupati, SPMPK juga meminta Wakil Bupati Ahmad Zakir Mando membuktikan janjinya bahwa akan merekomendasikan LHP DD Tuada 2016 ke Polres sebagaimana pernah disampaikan awal Oktober lalu di sejumlah media massa.

“Pada prinsipnya harapan kami perkataan dan tindakan harus sejalan. Lagi pula yang mengatakan itu adalah seorang wakil bupati. Kami tidak ingin sekadar ancaman atau semacam gertak sambal. Buktikan kalau memang akan direkomendasikan ke penegak hukum untuk diproses, korupsi harus ditindak sampai ke akar-akarnya,” tambah Faisal.

“Walaupun dikatakan bahwa LHP DD Tuada 2016 bermasalah. Namun, kami sangat meragukan hasilnya. Keraguan ini didasari ketidakprofesionalnya Samsudin Senen selaku ketua tim auditor. Karena jauh sebelum proses audit dilaksanakan Inspektorat, bapak Samsudin sudah turut bermanuver dengan beberapa rekan kami yang ditengarai tindakan itu sebagai upaya melindungi kades. Padahal beliau sudah tahu persis bahwa DD Tuada, terutama tahap II 2016 bermasalah dan mengarah ke tindak pidana korupsi,” paparnya.

Agar praktik dan masalah seperti ini tidak terjadi lagi ke depan, Bupati Danny harus bersikap tegas, baik terhadap Samsudin Senen yang notabene Sekretaris Inspektorat maupun oknum kades yang ‘nakal’.
(red)


Reporter: Fauzan Azzam

BERITA TERKAIT