TERNATE, OT- Festival Gamlamo yang dipusatkan di wisata pantai Kastela, Kelurahan Kastela, Kecamatan Pulau Ternate, Kota Ternate, Maluku Utara resmi dihelat, Senin (26/2/2024) kemarin.
Acara pembukaan festival ini dihadiri Sri Sultan Ternate, Hidayatullah M Sjah beserta istri, Kedutaan Besar Spanyol untuk Indonesia, Daniel Portero Guerrero, perwakilan Plt Gubernur Maluku Utara, perwakilan Wali Kota Ternate, Kadispar Maluku Utara, Kadispar Ternate, perangkat adat Kesultanan Ternate serta turis Polandia, Alexandra Godina.
Pada pembukaan festival Gamlamo disuguhkan dengan teater napak tilas momole nagruha serta rapat raksasa momole nagruha yang diperankan pemuda kelurahan Kastela.
Ketua Pemuda Kelurahan Kastela, M. Rizal Rajak menjelaskan, landasan pembuatan napaktilas teatrikal taranoate ini tidak lain adalah sebuah kepedulian dan keresahan kami mengingat akhir-akhir ini sering telah terjadi pemerosotan moral anak negri akhlak generasi Maluku Utara wabil khusus Ternate.
"Karena sering terjadi perkelahian antar kampong, fitnah, sitiru, bahkan berujung pada pembunuhan daan ujungnya berakibat fatal yang merugikan orang banyak," ucap Rizal.
Maka dari itu dengan adanya momentum ini kata dia, kami mengajak untuk segenap balakusu se kano-kano atau masyarakat kiranya dapat merefleksikan dasar ingatan ke sejarah masa lampau agar kemudian dapat berarti dan menjadi sebuah pelajaran kecil bagaimana pentingnya memperkuat dan memperkokoh tali persaudaraan serta persatuan sejati guna keberlangsungan hidup kitorang kedepannya di atas tanah yang kitorang cintai ini.
Dimana kali ini kami sebagai generasi penerus negri ini dengan sebuah pengetahuan kecil ingin mempersembahkan napak tilas teatrikal yang bertema Taranoate/Tara La No Ate sebagai cikal bakal terbentuknya Ternate dari peristiwa Tara La No Ate yang diprakarsai oleh para momole.
Kemudian berangkat dari hal ini sumbernya kami mengangkat dari hikayat Rua atau ake sibu yang kita kenal dengan sekarang ini ake rica yang di padukan dengan sumber cerita lisan ke lisan turun temurun dari orang tua-tua kita hingga menjadi pelengkap suatu karya yang sarat akan makna nilai-nilai kehidupannya.
"Untuk apa kemudian kami lakukan hal ini (ngana biking bae jadi bae, ngana biking tarabae jadi tarabae) kalian buat baik jadi baik, kamu buat tidak baik jadi tidak baik, berangkat dari kami dan kembali kepada kami jua.
Lanjut dia, maka dari itu ada tiga sastra lisan orang tua-tua Ternate yang kemudian menjadi dasar sebagai pembuatan napaktilas teatrikal ini. Dimana dalam hal ini kami selipkan nilai-nilai luhur budi pekerti yang syarat akan makna guna menjadi suatu pembelajaran untuk kita samua.
- Ino fo makatinyinga doka gosora se balawa om doro yo ma mote ma gogoru fo ma dudara. " Mari kita bersatu hati bagaikan biji palah dengan fulinya masak jatuh bersama dilandasi sifat kasih dan sayang.
- Marimoi ngone futuru maku sidika ngone fo duro. "Bersatu kita teguh bercerai berai kita runtuh".
- Daka wena se kanena magudu koa, koa magudu talalu ngori si to waje ua i dadi gudu se gaibu. " Disana dan disini apa sih jauhnya, apanya yang terlalu jauh jikalau saya tidak memberi tahu maka akan menjadi jauh dan hampa belaka.
"Maknanya bahwa hubungan kita manusia dengan manusia itu (Habluminannas) sangat dekat namun tidak saling mengingatkan maka akan jauh dan hilang pegangan," sebut Rizal.
Dia menuturkan, kesempurnaan hanya milik Allah SWT (sang pencipta) dan kesalahan hanya milik kita. "Kemudian kembalikan kepada kita dan kita istighfar kepada Allah SWT semoga kami samua dapat selamat dalam agama, dunia, maupun akhirat kelak," tutup Rizal mengakhiri.
(ier)