Home / Berita / Surat Pembaca

AKSELERASI BUDAYA LITERASI MASYARAKAT MELALUI PERPUSTAKAAN DESA

Oleh UDIN UMAR (Pegiat Perpustakaan Daerah Kabupaten Halmahera Selatan)
22 Agustus 2024
Udin Umar

Pohon literasi tumbuh dengan setiap kata yang dibaca

Diskursus budaya literasi akhir-akhir ini kurang menarik minat para pengambil kebijakan di Republik ini. Malahan instansi yang mengelola urusan perpustakaan yang bertanggung jawab terhadap urusan literasi dan budaya baca masyarakat dianggap sebagai tempat buangan para pejabat yang gagal mengelola institusi pemerintahan lain. Disisi lain urusan perpustaakan dianggap sebagai urusan yang tidak “seksi” karena mungkin kurang berdampak secara ekonomi bagi pemerintah maupun masyarakat. Akibatnya anggaran yang disediakan pun minimalis alias pas pasan dibanding dengan perangkat daerah yang lain. Padahal urusan perpustakaan adalah urusan wajib pemerintah non pelayanan dasar. Hal ini juga berkaitan dengan kinerja institusi yang dianggap masih belum sesuai harapan dalam mewujudkan indicator Pembangunan daerah bidang perpustakaan antara lain peningkatan indeks literasi masyarakat. Terkait dengan itu maka sudah saatnya kita berkolaborasi baik pemerintah, pemerintah desa, sekolah maupun pegiat literasi di negeri ini untuk bersinergi sesuai tugas dan fungsi masing masing sebagai upaya nyata ikut berkontribusi dalam mencerdaskan warga masyarakat di negeri yang kita cintai.

Bila ditelusuri maka kita akan mendapati akar masalah yang menjadi sebab kenapa urusan ini masih dianggap sebagai urusan ‘kesekian’. Pertama, persepsi kita terhadap perpustakaan adalah sebuah gedung tua dengan buku-buku di dalamnya alias urusannya pada penyediaan teks semata. Persepsi seperti ini membuat pengelola perpustakaan seolah berada di pojok yang gelap gulita. Kedua, pada konteks perpustakaan sekolah persepsi kepala sekolah dan guru bahwa penyedian buku melalui dana BOS berfokus pada buku guru dan buku siswa semata maka perpustakaan sekolah menjadi tempat untuk menampung buku mata Pelajaran. Padahal minat baca siswa terhadap bahan bacaan dimulai dari ketertarikannnya terhadap bahan bacaan beragam dan penyediaan referensi yang sesuai dengan kebutuhan dan usia siswa. Di lain sisi pembangunan perpustakaan sekolah pada akhirnya dialihfungsikan untuk ruang guru atau gedung kantor dengan alasan kekurangan ruang dan sebagainya sehingga dampaknya perpustakaan yang dibangun di setiap sekolah tidak difungsikan sebagaimana mestinya. Ketiga, terbatasnya sumber daya pustakawan yang professional serta kreatif, dan inovatif mengelola perpustakaan sebagai sumber informasi yang menarik minat pemustaka untuk menelusuri informasi yang dibutuhkan. Terkait dengan itu maka kedepan kita tidak hanya butuh sarjana perpustakaan, tetapi juga pengelola perpustakaan yang terlatih bagaimana mengolah bahan Pustaka sebagai sajian yang menarik bagi seiswa dan Masyarakat sebagai pemustaka. Keempat, perpustakaan dianggap sebagai urusannya Institusi Pendidikan semata mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi, padahal urusan ini seharusnya menjadi tanggung jawab semua lini terutama di desa melalui Taman Baca Masyarakat atau Perpustakaan Desa yang saat ini menjadi fokus pemerintah dalam upaya mengakselerasi budaya literasi Masyarakat. Kelima, Belum banyak desa yang tertarik untuk membangun Taman Baca Masyarakat atau Perpustakaan Desa. Terkait dengan itu, tulisan ini lebih fokus pada isu akselerasi budaya literasi melalui Pembangunan Taman Baca Masyarakat atau Perpustakaan Desa.

Menurut Drs. Darmono, M.Si dalam makalah pada Kegiatan Koordinasi Pengembangan Budaya Baca mendefenisikan pengertian Perpustakaan Desa sebagai sebuah institusi sosial dan sistem sosial, memiliki struktur yang telah bertahan sepanjang waktu di dalam wilayah tertentu, dan sebagai sistem sosial, perpustakaan adalah interaksi antar anggota masyarakat yang diproduksi dan direproduksi secara terus menerus sehingga terpola dan terlihat sebagai kegiatan rutin.. Secara legalitas formal, perpustakaan desa mempunyai dasar hukum pelaksanaanya, yaitu Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 3 Tahun 2001, tentang Perpustakaan Desa/Kelurahan (Menteri Dalam Negeri dan Otonomi 2 Daerah, 2001). Secara definitif perpustakaan desa adalah “perpustakaan masyarakat” sebagai salah satu sarana/media untuk meningkatkan dan mendukung kegiatan pendidikan masyarakat pedesaan, yang merupakan bagian integral dari kegiatan pembangunan desa atau kelurahan. Dari pengertian tersebut terdapat empat kata kunci tentang perpustakaan desa yaitu: (1) perpustakaan berbasis masyarakat, (2) berfungsi sebagai sarana dan media belajar, (3) untuk meningkatkan dan mendukung pendidikan masyarakat, dan (4) merupakan bagian integral pembangunan.

Jika dilihat dari empat kata kunci tersebut pengertian hakiki dari perpustakaan desa adalah perpustakaan yang dikembangkan dan didirikan atas inisitif dan prakarsa dari pemerintah desa, penyelenggaraannya juga menjadi tanggung jawab pemerintah desa, yang digunakan masyarakat sebagai media untuk mendukung pendidikan informal di lingkungan masyarakat yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari program pembangunan dalam pelaksanaan pembangunan desa.

Pada konteks ini pembentukan perpustakaan desa bukanlah hal baru bagi pemerintahan desa. Artinya keberadaan perpustakaan desa secara regulative sudah diatur sebagai rujukan bagi pemerintahan desa. Pada penjelasan pasal 19 huruf b Undang Undang  nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menyebut pembentukan  perpustakaan desa sebagai “ kewenangan lokal berskala Desa” yang menjadi kewenangan mutlak pemerintahan desa yang dapat diinisiasi bila itu menjadi kemauan bersama pemerintah desa dan masyarakat setempat.

Sehubungan dengan itu, pada perkembangan terkini secara lebih detail telah terbit Surat Edaran Bersama antar Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Nomor 2 dan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Peningkatan Budaya Literasi melalui Taman Bacaan Masyarakat Desa dan atau Perpustakaan Desa.

Dalam surat edaran Bersama ini telah dijelaskan secara rinci langkah-langah bagaimana pemerintah desa membentuk dan memberdayakan Taman Bacaan Masyarakat atau Perpustakaan Desa sebagai institusi penting dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa melalui perpustakaan desa.

Pada prinsipnya dalam menginisiasi pembentukan perpustakaan desa pemerintah desa perlu memperhatikan bahwa setiap lembaga yang berdiri atas nama bagian dari pemerintah secara langsung akan diatur dan dikelola dalam aturan perundang-undangan. Setiap lembaga tersebut diatur dalam standar nasional yang sudah ditetapkan untuk kemudian diterapkan dalam masyarakat. Untuk perpustakaan desa telah diatur dalam Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2017 tentang Standar Nasional Perpustakaan Desa atau kelurahan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Perpustakaan Nasional RI Nomor 2 tahun 2024 tentang Standar Nasional Perpustakaan Umum. Dalam prosesnya setiap perpustakaan pada setiap tingkatan harus memenuhi standar minimal terkait koleksi, sarana dan prasarana, pelayanan, tenaga, penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan.

Pada bagian terdahulu telah memberi gambaran bahwa keberadaan perpustakaan desa adalah sebuah keharusan karena punya regulasi yang jelas. Bila sudah ada keinginan untuk membentuknya, maka selanjutnya juga dipikirkan bagaimana pengelolaannya sehingga institusi ini memberi dampak yang positif bagi masyarakat. Menurut Oppi Andini (2019) menyebut bahwa dalam pengelolaan perpustakaan kita harus memperhatikan aspek ruang, orang dan juga uang. Dalam aspek ruang akan mencakup berbagai hal seperti lokasi dan lain sebagainya. Dalam aspek orang hanya akan mencakup sumber daya manusia seperti kepala desa, ketua perpustakaan, pegawai dan lain sebagainya. Sedangkan untuk aspek uang adalah pendanaan. Perlu dipahami bahwa ketiganya harus berjalan berkesinambungan. Dengan sinergi yang baik antara ketiganya, maka perpustakaan desa akan berkembang dengan baik.

Selanjutnya jika perpustakaan desa sudah terbentuk, maka dalam prosesnya harus dikelola secara cerdas, artinya pepustakaan desa harus menjadi lembaga yang aktif melakukan berbagai kegiatan. Kegiatan itu bisa dikelola oleh perpustakaan desa sendiri atau berkolaborasi dengan lembaga desa yang lain dimana perpustakaan menjadi inisiator aktif yang menggerakan masyarakat sekitar. Kegiatan yang bisa dilakukan agar menarik minat masyarakat  mengunjungi perpustakaan desa antara lain: pertama, adakan kegiatan membaca bersama. Hal ini bisa dilakukan dengan beberapa kegiatan seperti, melatih membaca bagi masyarakat yang belum bisa membaca, atau membaca bersama untuk kepantingan kelancaran membaca. Kedua, Adakan kegiatan mendongeng. Kegiatan mendongeng bisa dilakukan untuk anak-anak. Dalam hal ini fokusnya adalah menumbuhkan rasa cinta membaca melalui cerita. Selain itu mereka juga bisa belajar mengenai adat istiadat, kebiasaan, etika dan perilaku luhur yang ada di masyarakat. Ketiga, adakan kegiatan berbagai macam lomba. Selain kegiatan mendongeng, ada kegiatan  lain yang cukup bisa meramaikan perpustakaan desa dan keeksisannya di mata anak-anak. Sebagai salah satu tempat yang edukatif dan rekreatif, maka tidak ada salahnya jika perpustakaan desa sesekali waktu diadakan lomba mewarnai, menggambar, menulis cerita, membuat pidato, dan lain sebagainya. Dengan adanya lomba-lomba yang secara berkesinambungan dilakukan, akan menambah daya Tarik anak-anak untuk datang ke perpustakaan desa.

Pertanyaan selanjutnya dari keberadaan perpustakaan desa adalah apa yang kita dapatkan dari pembangunan perpustakaan desa. Secara pragmatis mungkin dampak langsungnya tidak terasa secara kasat mata dalam jangka waktu pendek saat ini. Tapi secara substansial dan jangka panjang pasti memberi kemanfaatan yang berguna bagi membangun peradaban masyarakat di desa yang kita cintai. Dampak jangka panjangnya adalah proses penanaman nilai-nilai intelektualitas dan tradisi literasi yang langsung menyebar di setiap pelosok desa yang sebagian besar adalah simpul-simpul yang menggerakkan roda pemerintahan di negeri ini. Di sana akan terjadi transformasi nilai-nilai yang menjadi kewajiban kita semua dalam membangun peradaban Masyarakat.

Nilai-nilai yang dapat bertransformasi dari keberadaan perpustakaan desa antara lain sebagai berikut; pertama, Nilai Kehidupan. Setiap hari, setiap waktu, dan setiap saat manusia mencari dan menggunakan informasi serta sumber-sumber informasi untuk kepentingan hidup dan penghidupannya. Ada yang mencari melalui sumber informasi dari orang, ada yang mencari informasi dari sumber media, dan ada juga yang mencari informasi dari berbagai sumber-sumber lainnya. Proses pencarian dan penggunaan informasi dari berbagai sumber-sumber informasi itu melekat dengan perikehidupan manusia.

Kedua, Nilai Pendidikan. Perpustakaan mengelola jenis-jenis koleksi cetak dan non cetak yang semuanya bisa digunakan untuk belajar bagi masyarakat secara luas. Dalam proses belajar tersebut mereka bisa mengakses apapun yang mereka butuhkan dan perlukan tanpa membeda – bedakan status sosialnya. Dari manapun mereka berasal, dengan kondisi ekonomi seperti apapun mereka, anggota Masyarakat bisa belajar dan mencari informasi dan sumber -sumber informasi untuk kepentingan belajar sesuai dengan kebutuhan mereka sendiri. Selain itu, perpustakaan juga menyediakan sumber-sumber informasi yang bisa mendukung kegiatan belajar sepanjang masa.

Buku-buku dan sumber-sumber informasi lain hasil karya anak bangsa baik bahan tercetak maupun dalam bentuk digital atau bahan lain termasuk media digital, yang isinya mengenai bidang ilmu filsafat, psikologi, agama, ilmu-ilmu sosial, Bahasa, ilmu-ilmu murni, ilmu-ilmu terapan, kesenian, kreasi, sastra, geografi, dan Sejarah, dan ilmu pengetahuan lainnya berhak diakses dan dipelajari oleh siapa pun dan kapan pun mereka mau. Semua buku, media, dan sumber-sumber informasi lain yang ada di perpustakaan, secara prinsip mengandung nilai-nilai Pendidikan. Dengan begitu, semua jenis buku bisa dimanfaatkan untuk bahan belajar oleh masyarakat.

Ketiga, Nilai Praktik Agama. Dalam Pandangan agama, perbuatan membaca merupakan salah satu hal sangat penting kedudukannya di hadapan Tuhan. Bahkan tingkatannya menjadi hal yang wajib untuk para pembelajar. Bahkan dalam konteks ibadah yang lebih luas dan bervariasi masjid dijadikan tempat atau pusat kegiatan yang tujuannya untuk kemaslahatan umat manusia. Salah satu kegiatan yang bisa dilakukan adalah membina Masyarakat untuk belajar menambah pengetahuan umum dan keagamaan berbasis membaca. Kebutuhan jamaah akan ilmu pengetahuan bisa dipenuhi dengan tersedianya sarana dan fasilitas bahan bacaan yang berkonten pengetahuan umum dan keagamaan berbasis membaca.

Keempat, Nilai Sosial Budaya. Semua Perpustakaan Desa yang telah dibangun, secara terbuka melayani segenap anggota Masyarakat di wilayahnya, praktis tanpa dipungut biaya. Setiap orang yang ada di desa tempat perpustakaan desa tersebut berada, mereka berhak menggunakan koleksi perpustakaan sesuai dengan ketentuan yang ada. Bahkan dalam hal-hal tertentu pola pelayanan yang diberikan oleh perpustakaan desa akan bersifat proaktif. Disisi lain nilai-nilai budaya bangsa masa lalu banyak tersimpan pada buku Sejarah, hasil penelitian sejarawan, dan Sebagian adala naskah-naskah kuno yang disimpan dikelola oleh perpustakaan. Naskah-naskah ini diberikan kepada Masyarakat luas untuk dimanfaatkan sebagai bahan dan sumber belajar, sumber informasi, dan sumber pengetahuan mengenai budaya bangsa di suatu wilayah berupa buku cetak. Dengan begitu maka perpustakaan desa menjadi tempat yang strategis bagi berlangsungnya transformasi nilai sosial budaya antara masa lalu, masa kini sebagai bagian yang menentukan masa depan.

Dari narasi panjang yang diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan perpustakaan desa adalah wajib hukumnya dalam rangka menguatkan struktur sosial Masyarakat. Apalagi saat ini pemerintah melalui Perpustakaan Nasional sedang giat-giatnya mendorong Transformasi Perpustakaan Berbasisi Inklusi Sosial atau TPBIS Dimana tema utamanya yang diusung dalam program ini yaitu “Literasi Untuk Kesejahteraan”. Sudah saatnya kita bersinergi dan berkolaborasi untuk mendorong transformasi perpustakaan yang dipersepsikan sebagai urusan teks semata, ke perpustakaan sebagai sumber informasi yang menjadi penggerak Masyarakat yang Sejahtera secara ekonomi. Bila program perpustakaan desa dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan maka akselerasi budaya literasi Masyarakat yang menjadi tujuan akhir dari keberadaan perpustakaan desa dapat terwujud sesuai harapan kita semua. Sehingga dengan sendirinya Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) dan Tingkat Kegemaran Membaca secara kualitatif dapat tercapaim dengan sendirinya. Wallahu’alam Bissawab.

 (penulis)


Reporter: Penulis

BERITA TERKAIT