Home / Opini

Teknologi Informasi, New Normal Dalam Pengelolaan APBN

23 Desember 2021

Oleh: Syamsul Arifin

“The advance of technology is based on making it fit in so that you don't really even notice it, so it's part of everyday life.” – Bill Gates

New Normal pada Pandemi COVID-19

Indonesia mengalami pukulan yang cukup besar dari resesi ekonomi selama pandemi. PDB Indonesia turun paling rendah sejak 2001, menjadi 2,97% pada awal 2020. Upaya untuk menghambat penyebaran virus COVID-19 telah menghambat perekonomian dan berdampak terhadap tingkat kesejahteraan. Dalam menghadapi krisis ekonomi ini, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan sejumlah paket stimulus fiscal skala besar melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Selain kebijakan Program PEN, Pemerintah juga mengumumkan “New Normal”.

Banyak pengambil keputusan melihat "New Normal" sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah ekonomi yang dibawa oleh pandemi Covid-19 dimana "New Normal" akan menjadi kondisi yang memungkinkan pelaksanaan aktivitas normal selama pandemi Covid-19. Pada "New Normal", kita harus mampu untuk menyeimbangkan kebutuhan untuk tetap menjaga kesehatan, disisi lain juga bias menciptakan ruang untuk interaksisosial dan ekonomi.

New Normal telah mendorong Indonesia untuk melangkah lebih digital. Pemberlakuan New Normal memungkinkan setiap orang dapat bekerja di manapun dan kapanpun. Hal itu dimungkinkan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Begitupun dengan Kementerian Keuangan yang beradaptasi dengan kondisi saat ini yang terus memanfaatkan teknologi informasi dalam pengelolaan APBN. Pemanfaatan teknologi informasi menjadi pilihan strategis untuk menguatkan pengelolaan keuangan negara.

FWS dan Teknologi Pengelolaan APBN

Kementerian Keuangan akan memberlakukan kebijakan flexible working space atau FWS untuk pegawainya. FWS adalah pengaturan pola kerja pegawai yang memaksimalkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan dan menjaga produktivitas pegawai serta menjamin keberlangsungan pelaksanaan tugas dengan memberikan fleksibilitas lokasi kerja selama periode tertentu.

Dengan kebijakan tersebut, pegawai bias bekerja dari mana pun dan kapanpun, seperti dari ruang kerja bersama Kementerian Keuangan, tempat yang menunjang fasilitas FWS, hingga rumah masing-masing.

Selain dengan FWS, untuk menunjang pelaksanaan tugas fungsi, dalam pengelolaan APBN juga ditunjang teknologi informasi atau berbasis digital. Secara umum digital di dalam konteks ekonomi manajemen berfungsi untuk meningkatkan akurasi, efesiensi, efektivitas, transparansi serta produktivitas.

Sebagai bagian dari Kemenkeu, Ditjen Perbendaharaan tidak sekedar perlu menjawab tantangan era digital ekonomi tapi harus lebih jauh lagi yaitu perlunya mengantisipasi era digital ekonomi yang lebih luaslagi. Dengan semangat Nilai Nilai Kemenkeu terutama nilai kesempurnaan, Insan Perbendaharaan didorong untuk selalu memodernisasi system pelaksanaan APBN.

Modernisasi di Kemekeu lebih dikenal dengan Program Transformasi Kelembagaan ditandai dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 36/KMK.01/2014 tentang Cetak Biru Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan Tahun 2014-2025. KMK tersebut merupakan tonggak pelaksanaan program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) Kementerian Keuangan yang memuat delapan puluh tujuh (87) inisiatif strategis.

Dalam menjalankan Program RBTK, beberapa hal telah dilakukan oleh Ditjen Perbendaharaan dalam menjawab tantangan di era digital, yaitu:

  1. Treasury Single Account (TSA). Dengan diimplementasikannya Treasury Single Account (TSA), saldo kas yang sebelumnya menganggur di bank-bank operasional kini telah terkonsolidasi ke dalam rekening-rekening pemerintah di Bank Indonesia (BI). Rekening Tunggal Perbendaharaan atau TSA, adalah suature kening yang digunakan untuk melakukan pengelolaan penerimaan dan pengeluaran negara, dimana saldo kas penerimaan dan pengeluaran tersebut dikonsolidasikan dalam rangka transaksi keuangan pemerintah.

    Implementasi TSA melalui penerapan rekening bersaldo nihil di bank-bank operasional sehingga meniadakan dana mengambang di rekening pemerintah di luar TSA. Selanjutnya, dilakukan konsolidasi saldo kas pemerintah ke dalam TSA di Bank Indonesia, dimana semua penerimaan negara harus disetorkan kedalam dan semua pengeluaran negara harus dibayarkan keluar dari rekening ini.

    Selain itu, diberlakukan konsolidasi non-kas dan pengawasan saldo di rekening pengeluaran yang dikelola oleh Satker melalui penerapan Treasury Notional Pooling (TNP). Saat ini semua dilakukan melalui peran teknologi informasi. Penerapan TSA sangatlah positif bagi Pemerintah Indonesia baik dari sudut pandang kemanfaatan ekonomi maupun pengambilan kebijakan strategis.

  2. SPAN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara).  SPAN adalah system aplikasi yang ada di lingkunganKemenkeu yang dikembangkan dengan mengacu pada beberapa negara maju yang telah berhasil menerapkan program sejenis, contoh: Australia, Amerika, dan Kanada, namun tetap memperhatikan keunikan budaya dan proses yang ada di Indonesia.

    Dengan konsep data base yang terintegrasi dengan otomatisasi proses bisnis untuk meminimalisir kesalahan input manual SPAN terbagi menjadi enam modul, yaitu: Modul Manajemen DIPA (Spending Authority), Modul Manajemen Komitmen (Budget Commitment), Modul Pembayaran (Payment), Modul Penerimaan (Government Receipt), Modul Manajemen Kas (Cash Management), dan Modul Akuntansi dan Pelaporan (General Ledger & Accounting).

    SPAN menjadi komponen terbesar modernisasi pengelolaan perbendaharaan negara dengan memfasilitasi kebutuhan proses pelayanan mulai dari sisi hulu (penganggaran) hingga hilir (penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat). Hal ini mendukung otomatisasi system dari pengguna anggaran yang ada di setiap Kementerian Negara/Lembaga.

  3. MPN (Modul Penerimaaan Negara). MPN hadir sebagai upaya modernisasi pengelolaan perbendaharaan Negara untuk menjalankan salah satu fungsi Treasury yaitu menghimpun seluruh penerimaan Negara. Dengan slogan “Mudah, Praktis dan Nyaman”. MPN telah memberikan layanan penerimaan negara secara elektronik kepada para wajib pajak/wajib setor.

    Sistem MPN sendiri berlaku efektif mulai 1 Januari 2007. Dengan disokong oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan, serta Sekretariat Jenderal, MPN menjadi sebuah program Kementerian Keuangan dan menjadi salah satu backbone reformasi birokrasi.

    Pengembangan MPN G-2 diarahkan pada penyediaan fleksibilitas lebih bagi Wajib Pajak/ Bayar. Sistem MPN G-2 Menggunakan Aplikasi Billing System sehingga Wajib Pajak/Bayar dapat melakukan pengisian Billing secara mandiri melalui portal yang disediakan secara online. Pembayaran atas billing dapat dilakukan melalui payment channel secara elektronik (ATM, e-Banking, Debit/Credit Card, dan Phone Banking).

  4. Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI). SAKTI merupakan aplikasi system informasi yang dibangun untuk mendukung pelaksanaan system perbendaharaan dan penganggaran negara pada tingkat instansi (kementerian/lembaga). SAKTI yang dimulai pada tahun 2015, meliputi modul penganggaran, modul komitmen, modul pembayaran, modul bendahara, modul asset tetap, modul akuntansi dan pelaporan dengan memanfaatkan sumber daya dan teknologi informasi.

    SAKTI merupakan suatu sistem yang mengintegrasikan semua data dan proses dalam suatu organisasi dengan menggunakan database yang terintegrasi dengan SPAN. Integrasi tersebut akan memudahkan satker dalam menggunakan dan meningkatkan akurasi data transaksi keuangannya serta penyajian informasi yang real time sehingga mengeliminasi duplikasi pekerjaan atau pun duplikasi data yang sering menyebabkan terjadinya perbedaan data antara satu system dengan system lainnya.

    Selain itu, SAKTI dapat mengeliminasi cost atau biaya yang dikeluarkan dalam manajemen operasional suatu instansi. Pimpinan KL atau satker selaku Pengguna Anggaran (PA) atau Kuasa PA dapat secara langsung memonitor pelaksanaan dan pelaporan anggaran by system melalui SAKTI, tanpa harus menunggu cetakan/harcopy suatu laporan keuangan.

  5. Kartu Kredit Pemerintah dan Marketplace. KKP terlaksana melalui kerjasama antara Ditjen Perbendaharaan dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yakni Mandiri, BRI, BNI, dan BTN. Tujuan penggunaan Kartu Kredit Pemerintah adalah untuk (1) meminimalisasi penggunaan uang tunai dalam transaksi keuangan negara; (2) meningkatkan keamanan dalam bertransaksi; (3) mengurangi potensi fraud dari transaksi secara non tunai; dan (4) mengurangi cost of fund/idle cash dari penggunaan uang persediaan. Kartu Kredit Pemerintah dapat digunakan oleh seluruh K/L untuk melakukan belanja operasional dan belanj aperjalanan dinas dengan efisien dan efektif.

    Selain KKP, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan Cq. Direktorat Jenderal Perbendaharaan telah bekerjasama dengan bank-bank pemerintah untuk menyediakan sebuah aplikasi belanja online yang memenuhi konsep-konsep dasar pembayaran atas beban APBN dan proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Seperti: kepatuhan diterimanya barang sebelum pembayaran, kepatuhan atas kewajiban perpajakan dan mekanisme check and balance diantara para pejabat perbendaharaan dan pengadaan. Hal inilah yang membedakan marketplace pemerintah dengan marketplace-marketplace yang sudahada di pasar online.

  6. Aplikasi e-SPM. Secara bertahap pada tahun 2018 telah dilaksanakan aplikasi e-SPM yang bertujuan untuk memudahkan K/L dalam mengajukan SPM tanpa harus dating langsung ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Penggunaan aplikasi ini sangat bermanfaat dalam kondisi pandemi COVID-19 sehingga pelaksanaan APBN tidak terhambat.


Kesimpulan

Modernisasi dan simplifikasi pengelolaan APBN akan menjadi “New Normal”. Hal ini akan terus dilakukan seiring dengan perkembangan zaman dan hal ini juga merupakan bentuk komitmen Ditjen Perbendaharaan dalam mewujudkan pelaksanaan anggaran yang mudah dan cepat dengan tetap mengedepankan prinsip efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas.

Tentunya hal ini tidak akan berhentidi sini, akan ada proses menyempurnakan pengelolaan APBN secara digital atau berdasar teknologi informasi. Tentunya semua kemudahan teknologi informasi dalam pengelolaan APBN sangat tergantung pada komitmen pengelola APBN untuk melaksanaannya secara professional.

* (Penuli adalah ASN pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Ternate)(red)

BERITA TERKAIT