Home / Opini

Kerja Keras dan Kerja Cerdas

03 Oktober 2021

Oleh : Ahlan Mukhtari Soamole*

Kerja keras, kerja cerdas, 2 kerja berbeda, kerja keras dapat dilakukan oleh siapa saja bahkan seekor kera berburu di hutan juga bekerja demikian ungkapan pujangga Hamka.

KERJA keras berlaku umum tentu berbeda dengan kerja cerdas. Kecerdasan dalam kerja tak dimiliki hewan lainnya. Cerdas merupakan suatu ilham terkandung dalam sanubari pikiran manusia, tumbuh dari kearifan suatu teritori kemanusiaan membentuk manusia bermental, berintelektuil, bermoral. Keliru bila mana revolusi mental disemanatkan pada kerja keras, revolusi mental adalah perubahan dari titik kerja keras menjadi kerja cerdas.

Kerja cerdas identik kerja berkemanusiaan, meletakkan kerja cerdas sehingga proses membentuk kemanusiaan berdasar nilai-nilai kearifan dalam diri manusia. Kerja keras  adalah upaya memperoleh materi semata, kenikmatan. Kerja cerdas adalah upaya mendistribusikan materi diperoleh dalam tujuan kemanusiaan, menciptkan keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran.

Tak sedikit orang bekerja keras hingga menumpuk materi kekayaan untuk pribadi, kelompok tanpa memperhatikan hak-hak orang lain di dalamnya, seperti kisah Karun menumpuk kekayaan pada akhirnya tenggelam oleh tumpukan emas disimpannya. Penumpukkan materi merupakan ciri khas daripada kapitalisme memproduksi barang, jasa dengan modal sekecil, keuntungan sebesar-besarnya, perhatian kapitalisme ialah menumpukkan laba sebanyak-banyak tanpa memperdulikan kerusakan lingkungan maupun HAM, Kapitalisme berhasil dalam kerja keras namun minim kerja cerdas meletakkan kearifan sebagai keutamaannya.

Krisis kemanusiaan, krisis lingkungan akibat lajunya eksploitasi korporasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa eksploitasi pertambangan terjadi di Indonesia 70 % merusak lingkungan, secara fenomenal krisis akibat kapitalisme akut kesewenang-wenang terhadap kemerdekaan manusia untuk memanusiakan manusia, memanusiakan lingkungan.

Implikasi kapitalisme akut melahirkan manusia teralienasi, kehilangan kemerdekaan dalam dunia kerja, kerja baginya tak lagi pergulatan memaknai hidup namun kerja baginya merupakan pergulatan survive dalam hidup kuat menang, lemah terkalahkan, pergulatan survive memungkinkan kekuatannya sebanding mesin,  kerja keras manusia setara mesin, kapitalisme membentuk manusia-manusia mesin produksi, sedangkan kerja cerdas menyelaraskan manusia dalam kerja kemanusiaan memaknai hidup, produktivitas kerja untuk memakmurkan bumi.

Kecerdasan terlahir dari kearifan itu memanusiakan manusia, terdapat kecerdasan spritual, intelektual, emosional. Kerja keras hanya bertalian pada kemampuan survive bertahan hidup.  Manusia cerdas adalah merupakan cita-ccita pendiri bangsa tertuang dalam UUD mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan menkeraskan kehidupan bangsa. Nilai kecerdasan bangsa adalah unggul, bermartabat, tangguh, mandiri, berdikari, kini nilai tersebut terhegemoni sistem kapitalisme, korporatokrasi (perkawinan pemerintah-korporasi) memarjinalkan nilai-nilai kearifan bangsa yani mencerdaskan kehidupan bangsa.

Seyogyanya iklim mencerdaskan kehidupan bangsa terbangun melalui kerja cerdas. Negara-negara maju kini berupaya meningkatkan SDM (Sumber Daya Manusia) unggul, meningkatkan produktivitas manusia mengilhami upaya membangun kesadaran intelektual dan moral sebagaimana di Jerman, Jepang, kini keunggulan Jepang dalam manajemen modern, memaknai kerja adalah proses mencerdaskan kehidupan bangsanya, tak sedikit di Jepang peran guru dalam menumbuhkan kesadaran manusia Jepang dalam penguasaan Ilmu pengetahuan, teknologi dan moral.

Hal itu patut diperhatikan bangsa Indonesia untuk menumbuhkan budaya kerja cerdas. 2 kerja itu semestinya menjadi perhatian serius pemerintah atau korporasi memerhatikan mutu peningkatan kerja cerdas berkenan kerja berkemanusiaan bangsa Indonesia, tak saja kerja keras apalagi selalu dikejar KPK.

*(Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana UMI Makassar).(red)

BERITA TERKAIT