Home / Opini

Kerja Filsafat

Oleh : Ahlan Mukhtari Soamole*
17 Desember 2022
Ahlan Mukhtari Soamole (Penulis adalah pegiat pertambangan dan sains

    Ungkapan penting untuk menggambarkan cara kerja filsafat adalah proses menemukan kebenaran dalam pengetahuan. Tak sedikit isu seringkali mendikotomi berbagai personal atau kelompok dalam klaim kebenaran itu sehingga kerap kebenaran mengalami kekaburan, tafsiran begitu luas antara menempatkan retorika sebagai jalan kebenaran maupun kaum meletakkan dialketika sebagai pijakkannya.

Dalam buku cara kerja Ilmu Filsafat dan Filsafat Ilmu, A. Setyo Wibowo (2022) memulai dengan apik problem filsafat seringkali terjadi dalam upaya memperoleh pengetahuan yakni dialektika, cara kerja ilmu filsafat, dialektika (bahasa Yunani He dialektike) adalah kata sifat yang dijadikan kata benda, berasal dari kata kerja dialegamai, kata terakhir diturunkan dari dialego bentukkan kata depan dia ( lewat atau melalui) dan kata kerja legein (berbicara).

Dialektika cenderung pada dinamika bercakap-cakap, berbicara seperti ungkap Ponty berbicara tak hanya mengungkapkan pikiran namun membentuk pikiran, tak semua percakapan pemikiran adalah dialektika, dialektika merupakan proses argumentasi logis megikuti aturan-aturan berpikir masuk akal, sehingga dianggap sebagai seni, keterampilan logos, epistemologi.

Menurut Setyo Wibowo (2022) sebagai tekne, dialektika diartikan sebagai (a) keterampilan berdialog (dia-logos) dan (b). Keterampilan berdiskusi melalui tanya jawab, dialektika diperlawankan dengan retorika, wacana panjang epidexis (wacana seremonial untuk memuji, mengutuk yang kerapkali dipertontonkan oelh kaum sofis.

Dialektika sebagai kerja filsafat tak akan mendidik wacana-wacana memuji, pada dirinya menyembunyikan kebenaran dan menampakkan status quo, kekayaan semata. Tak hayal apabila dialektika mengarah pada kebenaran pengetahuan secara totalitas mengimbangi klaim subjektifitas dan objektif tanpa mendominasi salah satu secara distorsi. Sehingga, kebenaran dialektis merupakan hal-hal terjadi dalam penerapan logis memiliki dasar-dasar pikiran membuktikan kebenaran pengetahuan.

Perspektif terhadap ilmu pengetahuan pada objek dialami merupakan pertautan berbagai gejala pemikiran dalam menentukan suatu kebenaran. Sebagaimana pada pergulatan klasik antara empirisme dan rasionalisme kemudian berkembang pesat hingga munculnya suatu paradigma mutakhir Comte yakni positivisme logis mendasari kebenaran pada aspek metodologis berpangkal fakta/ data empiris, paradigma Comte ‘keluar’ dari kebiasaan lampau memganggap penglihatan selalu berdalil dari corak teologis, metafisis kemudian baginya pengetahuan-pengetahuan tersebut benar adanya bila mengalami dan membuktikan secara empiris, positivisme saintifik berkeyakinan bahwa satu-satunya pengetahuan valid adalah didasarkan pada fakta telah diverifikasi lewat percobaan dan pengalaman. (Setyo Wibowo, 2022). 

     Ontologi pada positivisme berpusat pada fakta diobservasi oleh penga,at. Kebenaran pada klaim positivisme merupakan suatu landasan pengetahuan pembkutian empiris terutama data-data ilmiah sehingga pengetahuan itu bersifat empiris. Seyogyanya paradigma positivisme pada kontemporer telah menjadi acuan pada kegiatan-kegiatan empiris berbagai kegiatan itu menganggap kemunculan positivisme dapat memajukan corak pemikiran sainstis dalam perkembangan ilmu pengetahuan dengan corak berpikir demikian pemikiran-pemikiran sains menghasilkan perubahan-perubahan dalam perspektif pembangunan maupun perubahan suatu kegiatam berhubungan seperti sains, hasil teknologi dll.

*Ditulis oleh)(penulis)


Reporter: Penulis

BERITA TERKAIT