Home / Opini

ISLAM SUDAH SELESAI

Oleh: Hamdy M. Zen Dosen PBA IAIN Ternate
28 Juli 2022
Hamdy M. Zen

Islam datang membawa kabar gembira bagi seluruh umat manusia. Keluarkan kita dari dunia yang penuh dengan kegelapan mata. Kegelapan yang justru terjun bebas ke dalam jurang sia – sia. Lantas, seenaknya bersikap, entah dusta atau pun luka, tak perduli atasnya, asalkan bisa menggenggam bahagia. Meski dengan bahagia dalam kepalsuan. Segala hak dan wajib menjadi hilang, benar salah terbuang, putih hitam pun bercampur berantakan.

Di tengah gejolak dunia yang demikian, datanglah risalah Tuhan. Membawa kabar gembira bagi segenap kita yang hampir tenggelam. Namun ternyata, meski demikian, sebagiannya tengah menikmati dan terlanjur pula dalam mengunyah, pahitnya buah kelam tersebut. Sehingga membuat kita, hanya bisa saksikan atas apa yang telah terjadi dengan semua informasi itu. Segalanya telah terukir rapi dalam lembar – lembar kertas nan kuno, di setiap perpustakaan terdekat. Silahkan dicek dan membaca.

Islam datang membawa “seribu satu macam” solusi atas skenario kehidupan dunia dari sang Tuhan. Sadar tidak sadar, yakin tidak yakin, kehidupan dunia yang kita jalani saat ini, merupakan ide Tuhan yang telah diskenariokan. Kita datang untuk menjalankan peran masing – masing. Tidak lebih dari itu.Hanya saja, perlu untuk dipahami bahwa, dengan peran yang kita mainkan tersebut, tidak lain dan tidak bukan, tujuannya adalah hanya untuk bersujud kepada Tuhan itu sendiri.

Bagaimana cara kita bersujud kepada-Nya? Ya untuk saat ini, kita hanya perlu melakukan sujud berdasarkan segala yang telah ada. Lantas, apa yang telah ada tersebut? Apa lagi, kalau bukan Islam. Ya hanya dengan Islam kita akan tahu bagaimana cara sujud yang sebenarnya. Mohon maaf, dalam kesempatan ini, arah pembahasan yang penulis bahas adalah apa yang diajarkan di dalam agama Islam. Bukan berarti yang bukan Islam lantas kemudian beranggapan bahwa penulis menjastis kepercayaan mereka itu salah. Tidak dan tidak sama sekali. Penulis tidak berbicara persoalan di luar non muslim. Sebab, sekali lagi, ruang lingkup dalam pembahasan tulisan ini hanya seputar Islam. Tabea.

Lantas, bagaimana cara Islam megajarkan kita untuk sujud kepada-Nya?

Seperti yang diketahui bersama bahwa dalam kehidupan dunia, berbagai macam aspek telah siap membersamai kita. Baik aspek sosial, politik, hukum, ekonomi, budaya hingga pendidikan. Semua ini, Tuhan sengaja hadirkan untuk melihat sejauh mana kita mampu padukan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional serta kecerdasan spiritual yang telah Tuhan anugerahkan untuk kita. Apakah peran yang dimainkan kita sesuai tupoksinya, ataukah justru sebaliknya? Sehingga segala aspek yang membersamai kita tersebut, menjadi lokasi untuk memberi modal berharga, yang nantinya dapat membantu kita di hari kelak nanti, atau malah menjadi petaka bagi kita sendiri.

Islam mengajarkan kita cara bersama, menyatu dengan segala aspek – aspek tadi. Dalam berpolitik misalnya, kita dituntut untuk berpolitik berdasarkan syari’at Islam (baca politik Islam). Jangan bermain curang, jangan lagi mengandalkan uang, jangan pula pakai sistem keluarga atau pun kolega. Pikirkan suara rakyat, dengan memberi mereka hak, bukan justru mengelak. Salurkan program yang berkualitas untuk kepentingan bersama, tidak atas dasar ada maunya. Dan seterusnya.

Begitu pula dengan hukum. Perlakukan hukum sesuai fungsinya. Di mata hukum, semua harus sama. Jangan lagi ada dusta di antara kita. Mohon maaf, jangan karena orang biasa, mata hukum menjadi tajam bahkan setajam silet. Tapi sebaliknya, jika pelakunya para penguasa, mata hukum kemudian menjadi seolah buta. Hukum yang tadinya menjadi andalan peradilan, malah justru menjadi jurang kehancuran yang tak bertuan. Jangan kawan.

Adapun dalam aspek ekonomi, hal yang sama pula harus berlaku. Jalankanlah proses berekonomi sebagaimana mestinya. Jangan perdagangkan hal – hal yang dilarang. Jangan pula mainkan harga seperti pohon yang subur, semakin hari semakin meninggi. Menimbun barang lalu terbang dan menyebar isu seakan barang beanjak langka. Lalu, pada akhirnya harganya lantas menjulang langit ke angkasa. Jangan lagi menjual harta berdasar selera. Ambillah untung seadanya. Jangan coba – coba bermain riba.

Dalam dunia sosial pun sama. Menyatu dan bersatu padu adalah sebuah keniscayaan hidup. Bukan justru berbalik, lalu berpisah dan ciptakan jarak. Tak sama warna tak berarti beda. Sebab perbedaan hakikatnya sama. Sama – sama manusia, sama pula berhak hidup di dunia. Lantas mengapa harus terpecah hanya karena berbeda warna? Bersatu dalam ikatan cinta adalah dasarnya. Bukan soal kau siapa, tapi soal bagaimana cara kita untuk bersama merajut cinta, ciptakan rasa. Rasa kebersamaan nan indah.

Masuk ke dalam dunia pendidikan. Kita pun dituntut untuk berlaku bijak. Jalankan prosesnya untuk tularkan kecerdasan,baik kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional juga kercerdasan spiritual. Padukanlah ketiganya ke dalam diri anak bangsa. Arahkan mereka menuju singgasana. Ya singgasana perdamaian, singgasana persatuan juga pelaku keadilan. Jadikan mereka berakhlakul karimah, bukan akhlak yang tak bermakna.Tanamkan nilai – nilai kemanusiaan ke dalam dirinya, bukan justru nilai mohon maaf “kebinatangan”. Ajari caraberkomunikasi, jangan ajari cara berkelahi.

Pembaca yang budiman!

Paparan – paparan di atas, adalah cara berkehidupansebagaimana yang disyar’tkan Islam. Hidup dengan segala aspek kehidupan. Kita tak bisa lari dari kenyataan. Tapi kita tak bisa juga harus putus harapan. Jalani saja segala yang telah siap di depan. Sebab belakang, adalah dasar menuju perbaikan. Dan sekarang, waktunya kita untuk menyelam. Laut tak selamanya tenang. Terkadang ombak dan gelombang acap kali datang menghadang. Tak usah panik, tetaplah tenang, jangan tergesa – gesa, apalagi bergerak dengan sekuat tenaga, ikuti saja arus jalannya. Toh pasti tiba juga saatnya laut tenang. Kita hanya perlu ikhlas dan juga sabar. Bukan malah berkoar, seakan mekar dan kekar. Karena di situ, bukan tempat pertunjukan tapi tempat memberi harapan.

Lantas, bagaimana dengan realitanya?

Realita berbicara, bahwa semenjak datangnya Islam ke muka bumi, segala yang misteri kemudian bisa terungkap (baca Saciko Murata dalam The Tao Of Islam). Segala aspek kehidupan yang disinggung di atas, semua telah termaktub di dalam kitabnya orang Islam (Qur’an & Hadis). Tugas kita saat ini sebagai orang Islam adalah mencari, kemudian membaca, lalu aplikasikan ke dalam kehidupan keseharian kita. Jangan justru, mohon maafseolah kita memperdagangkannya.

Hindarilah memanfaatkan Islam sebagai senjata dalam sebuah kepentingan. Islam adalah agama rahmatan lil’alamin.Jangan lagi mengatakan Islam itu begini dan begitu. Tidak perlu menjelaskan yang berlebihan. Sebab Islam menolak sikap yang berlebihan. Apalagi sampai menggunakan logika, untuk menghilangkan yang tak semestinya, demi tercapai apa yang diminta. Janganlah berlaku seakan kita menjual agama. Sebab agama, apalagi agama Islam, tidak mengajarkan hal yang demikian. Islam hanya katakan hal paling mendasar, hanyalah persoalan “membaca”. Membaca dan memberi makna, bukan baca untuk sebuah modus dusta, apalagi membuat luka hingga berujung pecah.

Dalam berbagai aspek kehidupan seperti yang disinggung di atas, hampir sebahagian besar, kita bisa melihat bagaimana para pemilik kepentingan, sering kali gunakan Islam sebagai senjatanya. Hal ini tidak berarti penulis menolak orang yang menggunakan Islam sebagai senjatanya. Justru penulis seratus persen mendukung tanpa ragu jika Islam selalu dijadikan senjatanya. Hanya saja, jika senjata yang digunakan tidak berdasar fungsi dasarnya, ini yang tidak harapkan.

Di dalam tulisan ini, penulis mengajak kepada segenap kita sebagai orang Islam agar sebisa mungkin gunakan Islam sebagai senjata sebagaimana fungsi utamanya. Jangan kemudian kita gunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Lalu, dengan entengnya kita suarakan suara emas kita dengan ayat – ayat cinta yang tertuang di dalam kitab suci (Qur’an & Hadis) untuk memperoleh kepentingan tersebut. Seolah kita kembali menjelaskan tentang eksistensi Islam yang sebenarnya.

Pada dasarnya, Islam telah selesai. Selesai yang penulis maksud adalah Islam tidak perlu lagi dijelaskan seperti ini dan itu berdasar apa yang kita mau. Sebab, pada hakikatnya jangan paksakan seolah Islam menyesuaikan kondisi kita. Sebaliknya, kitalah yang menyesuaikan dengan apa yang termaktub di dalam Islam itu sendiri. Karena Islam telah tuntas menjelaskan segala aspek kehidupan. Kita hanya perlu membaca dan memahami.Bukan menafsirkan yang berlebih hanya karena kepentingan semu.

Akhirnya, penulis hanya dapat berkata, mari sama – sama kita belajar tentang Islam. Jangan lagi sok mengajarkan kalau hanya untuk sebuah kepentingan pribadi kelompok. Sebab Islam, sekali lagi, telah selesai. Jangan lagi ditambah ataupun dikurangi lagi, lagi dan lagi. 

Tabea. 27 Juli 2022.

 (penulis)


Reporter: Penulis
Editor: Redaksi

BERITA TERKAIT