Home / Opini

Eksplorasi Kenikmatan Baru dengan WAKA: Temukan Sensasi Tersembunyi! Asap Industri dan Ketimpangan

Ditulis oleh Ahlan Mukhtari Soamole (Penulis adalah Pegiat Pertambangan)
10 Juli 2023
Ahlan Mukhtari Soamole

     Industri besar bersusun pabrik-pabrik sepanjang keberadaan pabrik atau mata memandang, PLTU-PLTU menterang asap awan tebal menyelimuti ruang pabrik, gumpalan asap pada industri tak alami, gumpalan asap pada pabrik atau PLTU cenderung merusak, hujan asam menggumpal di awan terbawa angin hingga ke lingkar tambang, hujan dari hasil asap industri  tatkala dapat saja menurunkan mutu hidup dalam siklus aktivitas masyarakat. Pertentangan pembangunan alih-alih berwawasan lingkungan, menyediakan hasil efektif namun secara eksplisit bertolak belakang, degradasi lingkungan tambang, pembuangan limbah ke laut tak terawatkan. 

Corak pembangunan hijau (green industrial) semestinya memiliki pola multidimensional di antaranya keselarasan ekologis, ekonomi (kesejahteraan buruh). Keselarasan ekologis berarti alam tak kehilangan semua sumber daya terbatas dieksploitasi , keberlanjutan lingkungan merupakan prioritas utama tanggung jawab perusahaan. Pada aspek ekologis kerapkali green industri 'sebagai pemanis semata', pengemabngan SDM (sumber daya manusia) kurang sama sekali, pada aspek ekologis keterlibatan manusia amat berperan penting dalam mendorong ekologis sebagai keutamaan dan kepedulian atas lingkungan.

Industri berdasarkan lingkungan memerlukan suatu kesadaran ekokogis, pada gilirannya output dihasilkan adalah pembangunan industri hilirisasi maupun hulu mengacu pada waktu ditentukan. Pada dimensi ekonomi alih-alih perusahaan kian besar tak mampu menyediakan suatu pelayanan, dapat berujung pada sikon destruktif, persediaan makanan berulang-ulang kali memungkinkan terjadinya suatu kebosanan ketidakcukupan dalam hal ini melemahkan membuat keterpurukan, kesejateraan terganggu.

Kerentanan kesejahteraan berkurang membuat suatu industri leluasa bertindak despotik, kesewenang-wenangan. Industri (tambang) banyak menghasilkan asap pabrik, PLTU ketimbang kesejahteraan menandai suatu ketidakberesan dalam pengelolaan korporasi berdasar pembangunan berkelanjutan. Kedua hal itu memiliki keterkaitan serupa. Dalam ulasan telkom university, Innovillage (2022) pembangunan berkelanjutan pada dasarnya proses dalam upaya mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan,

Menurut outcome document transforming our world : the 2030 agenda for sustainible development, menyatakan bahwa tujuan utama pembangunan adalah mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk di manapun (end poverty in all itsforms everywhere), mengetaskan kemiskinan berarti menyiapkan segala rencana untuk menghapus kemiskinan dari manasaja, upaya itu bertalian dengan keselarasan antara ekologis dan ekonomi. Setiap korporasi perlu memantapkan sikap dalam merespon segala perubahan. Dan kepedulian terhadap pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan.

     Seiring eksploitasi sumber daya alam meningkat, pencemaran udara, kerusakan lingkungan, ketimpangan dan segala kemiskinan dialami merupakan suatu bentuk produksi menciptakan keuntungan sepihak atau kapitalisme, pada lain sisi ketergantungan tersebut pula dapat menciptakan kemelaratan, kemiskinan. Keterlibatan perusahaan dalam mengkoptasi ruang hidup, penguasaan lahan, industrialisasi, jual-beli tanah alih-alih mengubah suatu sistem untuk memperoleh kekayaan, pada kenyataan hegemoni itu adalah memarjinalkna kehidupan masyarakat, upaya menciptakan kemiskinan.

Hal ini melatarbelakangi pada perubahan sistem masyarakat agraris pertanian menjadi masyarakat industrial, memungkinkan terjadinya ketimpangan dan kemiskinan. Dalam ulasan Ander Gorz (2011) Di Peru seorang dikatakan miskin apabila ia harus berpergi dengan bertelanjang kaki, di Cina, apabila ia tidak memiliki sepeda, di Perancis jika ia tidak dapat membeli sebuah mobil, pada tahun 1960 an dikatakan miskin bila mereka tak dapat membeli satu set tv. Dan ditahun 1970 an orang miskin adalah mereka tidak mempunyai tv berwarna seperti diungkapkan Illich struktur dari kekuatan-kekuatan produksi.

Recommended by

Pada konteks tersebut asap industri bertebaran hingga pelosok desa, menggumpal (bukan penguapan) merupakan bentuk lain dari proses ketimpangan antara perusahaan (korporasi) dan civil society, dengan kata lain asap industri kekuatan-kekuatan produksi tersebut mengancam, menghasilkan asap industri dan ketimpangan.

 (penulis)


Reporter: Penulis

BERITA TERKAIT