Home / Opini

Dua Wajah Tambang

Oleh : Ahlan Mukhtari Soamole, MT (Alumnus Universitas Muslim Indonesia Makassar)
20 Mei 2022
Ahlan Mukhtari Soamole, MT

Satu hal penting disedari mungkin kita percaya yakni tambang membawa pada kemakmuran, kesejahteraan atau sebaliknya merusak ekosistem, lingkungan dan ketimpangan. Masalah paradoks tersebut mencerminkan wajah pertambangan masih suram.

Tak bisa dielakkan peran pemerintah sebagai penentu kebijakan terhadap korporasi masih lemah. Perusahaan pertambangan nampak bebas lepas dari upaya membereskan soal kerusakan lingkungan akibat pertumbuhan produksi perusahaan, pencemaran air, udara masyarakat lingkar tambang terus-menerus terjadi. 

Dari pusaran pasar bebas korporasi kosmopolitan tak lagi dapat membedakannya antara hidup di tengah pedesaan atau desa bercorak industrial –desa kosmopolitan, kecilnya pengawasan memungkinkan suatu penilaian  bahwa korporasi, pemerintah adalah rantai pasar bercokol dalam kepentingan beberapa kelompok semata.

Ungkapan-ungkapan perluasan lapangan pekerjaan nampak tak selaras dengan kerusakan lingkungan melebar luas. Alih-alih korporasi memberikan kepada pemerintah gemilang harta dan kuasa, tak ada satu raut wajah pertambangan mengutamakan pada keadilan, kemakmuran baik secara ekonomi dan ekologis.

     Pertambangan dalam masa depan berorientasi pada good mining practice (GMP) meletakkan segala kepentingan utuh  terutama pada aspek ekologis, ekonomi, sosial, budaya, hukum (Hak Asasi Manusia). Secara ekologis kegiatan pertambangan memperhatikan kondisi lingkungan hidup pada siklus habitat hidup dengan mengedepankan keseriusan restorasi dan reklamasi lingkungan tambang.

Mengenai aspek ekonomi dibalik pengusahaan atau pengelolaan pertambangan diharapkan perusahaan, korporasi-korporasi dapat melibatkan dalam ikut serta mensejahterakan hajat hidup orang banyak selain mengharap CSR (Corporate Social Responsibility) semata. 

Pada aspek ekonomi ini, peran pemerintah, korporasi dan masyarakat amat penting terjalin secara resiprokal (timbal-balik) sebab mengacu pada suatu kebijakan mengharuskan bahwa segala, bumi, air dan kekayaan alam terkandung di  dalamnya dikuasai oleh negara dan diperuntukkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3

Pada aspek sosial hubungan masyarakat dan perusahaan bukanlah relasi bisnis antara perusahaan menguasai kepemilikan masyarakat baik tanah, kekayaan alam setempat, lebih daripada itu, hubungan mendasar ialah implikasi sosiologis dalam upaya pembangunan manusia melibatkan kedua belah pihak saling memprihatinkan.

Pembangunan manusia terintegratif terutama masyarakat lingkar tambang, perusahaan dan pemerintah tentu membangun suatu kepercayaan (trust) dapat saja meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui aktivitas pertambangan dalam jangka panjang. Begitu pula pada tataran budaya dan hukum yakni menjaga tradisi masyarakat lokal lingkar tambang, menghargai adat istiadat penghormatan terhadap kemanusiaan, hak asasi manusia, menjunjung tinggi kemerdekaan manusia yaitu memperoleh hidup layak, merdeka tak termarjinalkan dalam lingkungan siklus korporasi terutama masyarakat lingkar tambang.

Pada gilirannya dapat dipahami dalam satu sudut pandang yakni menerapkan tambang baik dan benar (Good Mining Practice) sebaliknya, bila tidak maka menyisahkan 2 ‘wajah tambang’ merusak atau kesewenang-wenang.

Kepedulian terhadap lingkungan tambang adalah suatu empati atas kesadaran ekologis untuk generasi masa depan untuk merasakan alam pembentukannya adalah alamiah sungguh kepeduliaan itu penting untuk dipupuk secara terus-menerus sehingga disedari kita adalah bagian alam, alam adalah bagian daripada kita, dua wajah tambang dapat dimaknai antara manusia dan alam.

 (penulis)


Reporter: Penulis
Editor: Fadli

BERITA TERKAIT