Oleh: Dzulkifli Kalla Halang
SEBANYAK 4 Provinsi dan 63 Kabupaten/Kota membentang luas di wilayah Timur Indonesia, dalam proyeksi Nawa Cita pembangunan Indonesia Jilid II oleh Presiden ke-7 Indonesia Jokowi-Ma’ruf Amin mulai terlihat dengan program yang masuk dalam wilayah Timur Indonesia, salah satunya Tol Laut sebagai konsep untuk memperbaiki proses pengangkutan logistik di Indonesia sehingga dari proses distribusi barang terutama bahan pangan di Indonesia menjadi semakin mudah dan juga berdampak pada harga bahan pokok yang semakin merata diseluruh Indonesia.
Dari harapan inilah terlihat adanya komitmen atas pembangunan dan kelancaran rantai pasokan di wilayah timur Indonesia, terlepas dari hal ini Tol Laut sebagai role transportasi laut masyarakat umum dalam mengakses wilayah 3TP Indonesia terpencil, tertinggal, terluar dan perbatasan.
Terlihat dalam konsepsi program Tol Laut yang awalnya 2 trayek tahun 2015 dan 2020 sudah mencapai 26 trayek, pelebaran trayek tol laut ini semakin terasa tahun 2021 dengan penambahan 4 trayek baru di wilayah timur Indonesia, sehingga total pada tahun 2021 berjumlah 30 trayek tol laut. Hal ini juga sudah melibatkan 106 pelabuhan yakni 9 pelabuhan pangkal dan 97 pelabuhan singgah, dengan harapan Ditjen Perhubungan Laut sebagai upaya pemangkasan biaya logistik agar tidak terlalu mahal dan adanya konektivitas antar daerah.
Sementara Kementrian Perdagangan merilis terakhir adanya hasil dari tol laut tersebut, yakni masyarakat merasakan penurunan harga 20%-30% dari aktivitas tol laut. Hal ini juga didukung dengan adanya surat Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang percepatan pembangunan kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat, dan pelabuhan yang masuk dalam kategori trayek baru ini bisa melancarkan hasil produksi perkebunan, pertanian dan perikanan sehingga hasil komoditi lokal ini berjalan lancer.
Adapun hal yang paling mendasar dari tol laut ini ialah disparitas harga disaat hari besar keagamaan maupun hari besar lainnya, dimana kelangkaan barang sering terjadi akibat tidak masifnya kontrol atas lembaga pemerintah terhadap praktek ini, yang paling terasa ialah sembilan bahan pokok (Sembako) yang sering tidak stabil secara rasional.
Secara terbuka dalam rilis BPS nasional tahun 2020 harga eceran beberapa komoditas pokok mengalami kenaikan antara lain daging sapi 1,51%, Minyak Goreng 2,67%, Tepung Terigu 2,76%, adapun penurunan harga beras 0,49%, gula pasir 6,54%, cabai rawit 32,37%, hal ini bisa berubah secara fluktuatif, mengingat ada berbagai macam kendala mulai dari kondisi cuaca, masa panen hingga manajerial produksinya.
Dinamika perekonomian seperti ini sangat perlu adanya perhatian serius atas rantai pasokan dan jalur distribusi mulai dari biaya bongkar muat yang tergolong cukup mahal dan belum terkontrol secara baik, sehingga cita-cita dari tol laut bisa dirasakan secara maksimal khususnya dalam menekan disparitas harga di wilayah Timur Indonesia.
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai eksekutor lebih giat dan memanfaatkan ini secara baik serta memperhatikan praktek kondisional di lapangan, mengingat ini perlu adanya keseriusan dalam role model penekanan hulu dan hilir rantai pasokan ini, sehingga Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (ISMEI) Wilayah XI terus mengontrol role model pemerintah dari masa ke masa sebagai cek in balance atas penerapan setiap program dan kegiatan terkait hajat hidup orang banyak di bidang ekonomi.
Penulis Adalah Koordinator Ismei Wilayah Xi (Maluku-Maluku Utara-Papua-Papua Barat)(red)