Di balik pagi Indonesia kita, pada kamis 28 Agustus tahun 2025, cuaca kota begitu cerah, udaranya sangat menyejukkan, sepoi anginnya menampar pelan rimbunnya pepohonan jalan, hingga daun – daun kering pun, ikut berguguran, menambah indah pemandangan. Tiba – tiba, tak lama berselang, datanglah orang – orang, bergerombolan, lantas bersuara dengan lantang, memprotes kebijakan pemerintah yang dianggap telah banyak mencederai nilai – nilai panca sila. Lalu, pagi yang indah tadi, serentak berubah menjadi dunia yang penuh dengan luka – luka. Kota yang semula damai, beralih menjadi ramai yang dibalut dengan bertikai.
Semua itu, bermula dari dalam Gedung yang Istimewa. Banyak para anggota di sana, yang berjoged ria atas bertambahnya tunjangan mereka. Tanpa dipikir, masih banyak rakyatnya yang terlunta dan menderita. Lebih parah lagi, di saat rakyat marah, mereka justru Kembali berbuat ulah dengan menayangkan video klarifikasi, tapi bukan meminta maaf, justru semakin merasa hebat dan tak bersalah. Di sinilah awal kemarahan rakyat bermula. Namun hebatnya, walau dalam keadaan marah, rakyat masih menahan amarah, mereka menunggu sampai selesai perayaan 17 agustus yang aduhai, barulah mereka mulai berakasi, mengunjuk rasa dengan berapi – api, di depan Gedung bertingkat para wakil – wakil rakyat, yang hampir melarat.
Itu menunjukan bahwa, rakyat begitu cintanya terhadap NKRI, sampai – sampai mereka tidak mau terburu – buru untuk melakukan demonstrasi, sebelum usainya momentum perayaan hari kemerdekaan republik Indonesia, yang sama – sama kita cintai ini. Subhanallah, rakyat kita ternyata begitu dewasa. Lalu, apakah tidak kita hargai mereka? Mengapa selalu saja rakyat yang dijadikan korbannya? Ayo Indonesia ku, bangkitlah. Bangkit dan buktikan kepada dunia, bahwa kita Adalah negara besar, negara yang memiliki kekayaan dalam segala hal, yang dengan itu, kita bisa hidup lebih mandiri tanpa bergantung pada yang lain. Mari Bersatu melawan dunia, tanpa malu – malu. Sebab kita bukanlah benalu, tapi justru kitalah sang madu.
Duhai Indonesia ku? Ada apa dengan mu? Apakah para petinggi di negeri ini telah kehilangan arah? Sampai mereka pun tega menelantarkan rakyatnya? Ataukah memang rakyat yang salah? Tolong dijelaskan lebih dalam, agar kita semua bisa paham. Tolonglah tuan! Mau sampai kapan dinamika seperti ini terus berjalan? Dari tahun ke tahun, selalu saja seperti ini yang kita rasakan. Perbedaan politik selalu menjadi awal perpecahan. Padahal selalu dikumandangkan Bahasa ini, di permukaan, “biarpun berbeda pilihan, kita tetap satu – kesatuan”. Tapi apa? Semua itu, hanyalah teori – teori belaka, sekedar pemanis dalam ucapan. Realitasnya, justru kebalikan. Seolah hilang di telan bumi, menjadi buta hanya karena lembaran – lembaran dollar dan rupiah di depan mata. Seperti orang yang tak punya apa – apa. Kaget seakan baru melihat kertas semacam itu. Padahal hidupnya telah bergelimpangan harta. Tahta, justru malah dijadikan mesin pencetaknya. Na’ujubillah (mari berlindung kepada Allah).
Eh tapi tunggu dulu. Coba kita Kembali merenung sejenak, memikirkan dinamika ini. Mengapa pertikaian dan perpecahan bisa terjadi sebesar dan sekrusial ini? Ada apa? Kita tahu bahwa Indonesia berdiri sudah sangat lama bukan? Mulai dari terjajah sampai bisa Merdeka, Nusantara telah ada sejak dahulu kala dengan berlimpah sumber daya alam yang kita punya. Saking kaya nya negeri kita, bahkan negara – negara luar sampai mau datang ke negeri ini, dan menjajah untuk bisa merampas sumber kekayaan yang kita punya. Sebut saja, Belanda, Portugis dan Jepang. Mereka semua datang ke Indonesia untuk bisa meraih semua keinginan dan keserakahan mereka. Namun begitu, dengan semangat Sentosa, para pendiri bangsa ini berjuang keras untuk mengusir para penjajah tersebut. Dan akhirnya, alhamdulillah, tepat pada tanggal 17 agustus 1945, Indonesia kemudian bisa meraih kemerdekaan dan lantas memproklamirkan kemerdekaannya ke hadapan dunia, oleh Bung Karno dan Kawan – Kawan.
Kemarin tepat pada tanggal 17 agustus 2025, usia Indonesia kita mencapai 80 tahun. Kalau dalam kategori manusia, usia ini telah masuk pada usia yang sudah sepuh, yang telah kenyang makan asam garam. Artinya bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang sudah tua. Memasuki usia ini, harusnya sudah semakin dewasa dalam menghadapi setiap persoalan yang datang. Tapi mengapa? Sepertinya kita belum matang – matang? Ada apa? Apakah semakin tua, semakin pikun? Ataukah harus semakin bijak dalam bertindak? Entahlah. Harapan ku, semoga negeri ini bisa Kembali berada dalam kesadaran yang lebih tinggi, agar terhindar dari kembali menjadi anak – anak. 80 tahun bukanlah usia yang muda lagi. Maka tolonglah tuan ku yang terhormat! Tolong jadikan Indonesia menjadi negeri yang dewasa.
Coba bayangkan, kita punya presiden, punya mentri, punya DPR / MPR, punya hakim, jaksa, guru, dosen, tenaga Kesehatan, TNI, Polri, lalu apakah semua ini tidak berfungsi? Bagaimana mungkin negeri yang memiliki semua aspek ini bisa sekacau ini? Sangat mustahil, rakyat bisa dan berani melakukan Tindakan – Tindakan anarkis seperti yang baru – baru ini terlihat dalam aksi – aksi protes? Beranikah rakyat bertindak setingkat itu? Tidak mungkin Kawan. Pasti, ada yang menggerakan di balik semua ini.
Dari mana uang mahasiswa yang berani menyewa sound system dan mobil – mobil truk untuk berdemo? Rakyat yang mana yang rela mengeluarkan uang banyak, hanya untuk keperluan demo – mendemo? Ojol yang mana? Tidak mungkin tidak ada yang memobilisasi semua Gerakan ini. Lantas, apa untungnya semua ini? Semua Gerakan ini pasti ada tujuannya.
Mari kita coba meruntut Kembali peristiwa bersejarah ini. Akan tetapi, penulis tidak ingin meruntut dari jauh sebelum ini, karena akan sangat banyak dan Panjang sekali, sehingga dalam tulisan ini tidak akan cukup dibahasnya. Oleh sebab itu, penulis hanya ini mengulas dari aksi pertama di depan Gedung DPR RI pada tanggal 28 agustus 2025. Bermula dari situ.
Pertanyaanya, anggaran demo dari mana? Pasti ada yang memobilisasi. Terus berikutnya, seorang ojol tertindas mobil brimob hingga tewas, kemudian yang awalnya DPR yang didemo, sudah mulai teralihkan sedikit ke brimob dan polisi, kemudian, polri minta maaf terhadap korban, setelah itu semua daerah di seluruh provinsi Indonesia, bergerak lagi melakukan demonstrasi terhadap DPRD di masing – masing provinsi dan semua kabupaten kota. Kemudian dalam aksinya terjadi lagi bentrok antara pihak pendemo dan keamanan. Begitu seterusnya. Tidak mungkin Gerakan murni yang dilakukan. Pasti ada yang memainkan di belakang layer. Pertanyaannya, mengapa harus ada aktor seperti ini yang dimainkan?
Ketika semua situasinya sudah semakin kacau, maka isu – isu hangat yang harus diselesaikan sebelumnya itu, perlahan mulai terabaikan, bahkan sampai menghilang. Inilah yang terjadi, semua hanyalah pengalihan isu. Rusak negeri ini. Tanpa disadari negeri kita sedang dipermainkan oleh pihak luar. Bangun Kawan. Jangan terlalu lama engkau tidur. Kita semua dibohongi oleh para petinggi yang tidak bertanggung jawab. Mereka masih ingin berkuasa, agar semua kasusnya bisa tertolong. Jangan mau kita diadu domba.
Coba dilihat, saat ini semua mulai saling melempar batu kesalahan. TNI bilang mereka Bersama rakyat, polisi juga sama dibilang mereka juga Bersama rakyat, lalu pemerintah yang lain pun sama, ikut – iktuan katanya mereka juga Bersama rakyat. Lantas mereka saling menyalahkan, TNI menyalahkan polri, polri menyalahkan TNI, tapi ujung – ujungnya sama saja, tidak ada perubahan yang berarti, justru rakyat semakin bingung, mau dengar yang mana? Percaya TNI, sedangkan kasus TNI juga banyak, percaya polisi juga sama, kasusnya pun tak kalah banyaknya, Presiden tak bisa buat apa – apa, Mentri pun sama, apalagi DPR, agak sulit untuk bisa dipercaya. Jalan satu – satunya Adalah ketua – ketua partai harus memanggil semua kadernya untuk duduk Bersama mencari akar persoalannya. Penulis yakin itu pasti bisa. Tapi apakah mereka berani? Namun jika dengan hati Nurani yang dipakai, semua pasti bisa.
Cobalah para ketua partai, turun dan bergeraklah, sebelum ada lagi korban – korban selanjutnya. Janganlah kalian takut untuk mengungkap yang sesungguhnya. Ingatlah bahwa negara kita ini sudah 80 tahun Merdeka. Cobalah untuk jadi lebih dewasa. Jangan mau kita selalu dijadikan boneka oleh pihak – pihak luar yang serakah itu. Cukuplah semuanya, kita Adalah negeri yang berdikari. Tunjukan pada mereka, bahwa kita bisa menjadi lebih baik dari yang mereka kira. Kuncinya hanya satu, Kembali pada panca sila dan bhinieka Tunggal ika.
Sekian.
Ternate, puncak torano 4 September 2025.
(penulis)