TERNATE, OT - Kasus rasisme yang dialami dua bintang sepakbola dari Malut United, Yakob dan Yance Sayuri sudah dilaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku Utara sejak awal Mei lalu.
Selama kurang lebih 8 bulan, proses hukum kasus tersebut belum menunjukan progres signifikan meski sejumlah pihak telah dimintai keterangan. Poliai bahkan telah mengantongi identitas dan tempat tinggal para terduga pelaku.
Menyoroti lambannya penanganan laporan tersebut, sejumlah kelompok suporter Malut United FC baru-baru ini menggelar aksi anti rasisme di areal stadion Gelora Kie Raha Ternate. Aksi ini dilakukan jelang kick off laga antara Malut vs Borneo FC.
Dalam aksi tersebut gabungan kelompok suporter mendesak Polda Maluku Utara melalui tim penyidik cyber crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Maluku Utara segera menetapkan para pelaku sebagai tersangka dan ditahan.
Koordinator aksi Apriyadi Basirun menyampaikan, laporan atas dugaan rasisme terhadap Sayuri bersaudara merupakan tindakan melanggar hukum, sehingga wajib diproses.
"Laporan sudah dilayangkan dari tanggal 6 Mei 2025, tetapi belum ada progres, kemudian ada lagi tindakan rasisme terhadap saudara kami, Yakob dan Yance bahkan serangan terakhir juga menyasar keluarga mereka. Polisi harus segera bertindak, jika tidak maka kedepan akan ada serangan-serangan yang bahkan mungkin lebih brutal," kesan Apriyadi.
Senada dengan Apriyadi, juru bicara kelompok supprter Laskar Sibela Bacan, Galin Pratama turut menyoroti mandeknya penanganan kasus rasisme terhadap dua pemain Tim Nasional Indonesia yang juga pemain andalan Laskar Kie Raha.
Dia menegaskan, kampanye no racism yang digaungkan otoritas sepakbola di Indonesia hanya sebuah slogan tanpa bukti konkrit. "Jika benar-benar diterapkan, maka oknum suporter sudah mendapat sanksi, begitu juga club karena tidak mampu membina pendukungnya," tukas Galin.
Menurutnya, kampaye no racism yang digaungkan PSSI akan terus terjadi, jika laporan-laporan seperti ini tidak diseleaaikan atau lamban ditangani.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kawan Suporter Malut United (KANS-MU), Fajrin Umasangadji menilai, jika para terduga pelaku tidak ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, maka rasismeakan tumbuh subur di sepakbola khususnya di wilayah timur Indonesia.
Dia menyatakan, kasus serupa kerap terjadi dalam sepakbola Indonesia. Berkaca ke kasus Resbob yang dengan cepat ditangkap, namun kasus yang dilaporkan Sayuri bersaudara tidak menunjukan progres signifikan.
Dia menyebut, apabila kasus ini tidak memberikan kepastian hukum, maka gabungan suporter Malut United akan melakukan konsolidasi dan menggelar aksi lanjutan dengan jumlah massa yang lebih banyak.
"Perlakuan rasis ini tidak hanya dialami Sayuri bersaudara tetapi turut menyasar anak dan keluarga mereka. Rasis ini tidak boleh dibiarkan karena sudah menghina kodrat manusia. Rasis harus dibasmi," tegasnya.
Kekecewaan terhadap lambannya penanganan laporan rasisme yang dilakukan oknum suporter terhadap Sayuri bersaudara juga disampaikan Ketua Ultras Utara, Aron Pellu.
Menurutnya, Kepolisian harus profesional dalam mengusut kasus ini. Jangan terkesan diskriminatif dalam proses hukum. "Masyarakat Maluku Utara, khusunya suporter Malut United sangat menjunjung tinggi toleransi. Rasis ini sudah merendahkan harkat dan martabat manusia," tukasnya.
Informasi yang dihimpun indotimur.com menyebutkan, Ditreskrimsus Polda Maluku Utara, berencana berangkat ke Jakarta untuk memeriksa sejumlah pihak yang diduga melakukan serangan rasisme terhadap duo Sayuri.
(fight)









