TERNATE, OT- Jaksa Agung ST. Burhanuddin diminta segera mengevaluasi serta mencopot seluruh jaksa yang bertugas di Kejaksaan Tinggi (Kalejati) Maluku Utara (Malut).
Desakan itu disampaikan langsung salah satu Akademisi di Universitas Khairun, Abdul Kadir Bubu.
Menurut Kadir, karena kinerja para jaksa yang bertugas di Kejati Malut terkesan tidak becus dalam penanganan dugaan kasus tindak pidana korupsi (Tipikor).
Kadir berpendapat, selama tahun 2023 kemarin Kejati Malut dan jajaran hanya bisa memulihkan kerugian keuangan Negara sebesar Rp 1.858.524.201 atau Rp 1,8 miliar.
"Ini sama saja tidak bekerja sama sekali, karena hampir semua khususnya kasus korupsi tidak ada progres sama sekali," kata Kadir saat dimintai tanggapannya soal penanganan Tipikor di Maluku Utara, Senin (12/2/2024).
Dosen Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate itu, lalu mencontohkan, dugaan kasus korupsi penggunaan pinjaman di Kabupaten Halmahera Barat (Halbar) senilai Rp159,5 miliar yang "berkarat" di meja Kajati.
Kemudian, Masjid Raya di Halmahera Selatan (Halsel) serta dugaan korupsi pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) pegawai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Chasan Boesorie.
"Semuanya hanya bunyi dari awal, setelah itu tenggelam dan tidak ada lagi. Itu kasus di Kejati karena itu dari awal saya katakan bahwa tidak perlu berharap Kejati bakal menyelesaikan kasus pidana khususnya tindak pidana korupsi," ungkapnya.
Dia menambahkan, pergantian Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) beberapa kali, tidak memberi dampak signifikan dalam progres penanganan kasus khususnya perkara Tipokor.
"Itu yang sekarang terjadi. Kejati tidak ada progres sama sekali. Kejati itu bunyi diawal, dalam perjalanan tidak ada progres sama sekali itu yang jadi masalah," kesalnya.
"Menurut saya tidak ada progres sama sekali oleh karena itu tidak bisa berharap sebaiknya Kejaksaan Agung (Kejagung) mengevaluasi seluruh jaksa-jaksa yang ditugaskan di Kejati Malut dengan yang lebih fresh dan memiliki komitmen untuk selesaikan tindak pidana korupsi," tegasnya.
(ier)