TOBELO, OT- Sebanyak 200 orang karyawan PT Nusa Halmahera Mineral (NHM), Kabupaten Halmahera Utara (Halut), Provinsi Maluku Utara (Malut), melakukan aksi mogok kerja di depan kantor Admin perusahaan, Senin (5/8/2019).
Aksi mogok itu dilakukan, karena karyawan menuntut hak-hak mereka
Sekira pukul 10.00 wit karyawan PT NHM memaksa masuk menerobos pintu kantor admin untuk mengeluarkan salah satu manejemen di PT NHM Philips Hopkins, namun dihalau oleh personel gabungan pengamanan dari pam Obvit Polda Malut, Polres Halut dan Polsek Malifut. Bahkan sampai saat ini aksi karyawan masih berlanjut.
Kasubag Humas Polres Halut, Aiptu Hopni Saribu membenarkan adanya aksi mogok yang dilakukan ratusan karyawan PT NHM. "Karyawan menuntut agar hak-hak mereka dibayar oleh PT NHM," ucapnya.
Terpisah, Kepala Dinas Nakertras Halmahera Utara, Jeffry Hoata mengatakan, pihaknya telah melakukan mediasi sudah beberapa kali di Jakarta, hanya saja saran dari Kemenaker Direktorat PPHI, untuk disamapikan ke pihak Majemen PT NHM sebelum 5 Agustus 2019 harus sudah ada perundingan.
Menurutnya, kemudian harus sudah disiapkan draf MoU sebelum akuisisi, siapa yang akan membayar pesangon. Apakah perusahaan baru atau perusahaan calon pembeli maupun PT NHM. Tapi sampai saat ini PT NHM tetap berpegang pada pasal 163 undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Dalam pasal itu, memang perusahaan tidak wajib mem-PHK. Tapi dinas menginginkan sebelum pembelian saham itu, siapa yang harus bayar. Apakah perusahaan baru atau PT NHM. Namun hal itu, sampai saat ini tidak ada kata sepakat. "Kami dengan serikat buru berkeinginan seperti itu, hanya saja PT NHM tidak mengindahkan, sehingga terjadi aksi mogok kerja," ungkap Jeffry.
Selain itu, kata Jeffry, pihaknya tetap menunggu informasi dari PT NHM untuk dibahas kembali deng Serikat Buru. Karena ukuisisi sampai 16 Agustus mendatang. "Bagi PT NHM bagi siapa yang mogok kerja tidak dibenarkan, akan dikenai sanksi, diantaranya pengurangan upah. Kalau hal ini tidak diterima Serikat Buru, maka masalah ini bisa berujung pada Pengadilan Perindustrian. Kami berikan kesempatan agar diselesaikan secara internal dulu. Yang pasti kami tetap menunggu itu," tutupnya.(red)